Masyarakat Sejahtera, Rinjani Terjaga

You are here

Home / Masyarakat Sejahtera, Rinjani Terjaga

Masyarakat Sejahtera, Rinjani Terjaga

Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan produksi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu), pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain melalui Permenhut Nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu dan P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Kebijakan pengembangan HHBK, baik yang berasal dari dalam maupun luar kawasan hutan diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada hasil hutan kayu, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan dari HHBK, menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memelihara kawasan hutan, meningkatkan devisa sektor kehutanan bukan kayu, dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor kehutanan yang berasal dari komoditas HHBK.
Di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) potensi HHBK cukup besar baik yang berada di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan. Sebagai contoh di Kabupaten Lombok Utara, potensi HHBK di dalam kawasan hutan yakni di dalam kawasan HKm sebanyak 27 komoditi dan di luar  HKm sebanyak 19 komoditi. Potensi HHBK di luar kawasan hutan sebanyak 25 komoditi.  Mengingat potensi HHBK baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan cukup besar, pemerintah telah memfasilitasi skema-skema pengelolaan hutan. Salah satunya dengan melegalkan pemanfaatan hutan seluas 758 ha di Santong, Lombok Utara, oleh Koperasi Maju Bersama Santong.
Untuk mendukung program pemerintah, terutama dalam pengelolaan hutan, WWF-Indonesia bersama Koperasi “Maju Bersama” Santong – didukung dengan dana hibah dari Millenium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) – melaksanakan program Pemanfaatan Berkelanjutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat untuk mendorong pembangunan ekonomi, konservasi dan keanekaragaman hayati di lanskap Gunung Rinjani Lombok.
Program ini dirancang untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pengembangan dan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) secara berkelanjutan. Mulai dari proses produksi, pengolahan, hingga pemasaran. Caranya, dengan meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan kelompok perempuan dalam pengelolaan hutan dan hasil hutan; serta advokasi kebijakan yang berpihak kepada HHBK.

Jauh sebelum bergabung dengan Konsorsium WWF Indonesia. KSU Maju Bersama Santong telah mengelola Hutan Kemasyarakatan sejak tahun 1997. Adalah Bapak Artim Yahya, motor penggerak KSU Maju Bersama Santong sekaligus kepala Desa Santong, saat ini memiliki anggotanya mencapai 832 orang. Pada tahun 2009, KSU ini mereka mendapat Izin Usaha untuk Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dari Kementerian Kehutanan setelah 14 tahun mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) percontohan dalam Surat Keputusan (SK) Menhut No: 447 /Menhut-II/2009. Luasnya tetap 758 hektare, mencakup tiga desa, yaitu Desa Santong, Desa Salut, Desa Selengen, ketiganya di Kecamatan Kayangan, dan Desa Mumbul Sari di Kecamatan Bayan. Lokasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) Santong terletak di Desa Santong Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara. Posisi Desa Santong terletak di sebelah Barat Laut Gunung Rinjani dan mewakili tipologi HKm Hutan Produksi di daerah pegunungan dengan lahan vulkan yang subur.
Untuk Desa Santong sendiri, potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang tersebar di kawasan hutan meliputi komoditi riil antara lain: buah-buahan, madu Trigona sp, bambu, kemiri, aren; dan komoditi potensial: kayu putih, rotan, ketak, gaharu. Selain itu, juga tumbuh berbagai jenis kayu-kayuan, antara lain mahoni, sengong, sonokling, gmelina dan kalimuru.

"Pohon kayu-kayuan yang kami tanam 13 tahun lalu atau tahun 1997  kini sudah besar dan sebenarnya sudah bisa ditebang. Namun kami bertekad untuk tidak menebang pohon tersebut, selama ini yang bisa dimanfaatkan petani adalah hasil hutan bukan kayu (HHBK), seperti buah kakao, kopi, pepaya, pisang, aren dan kemiri  yang menjadi primadona adalah daun sirih apalagi musim panas," ujarnya.
Ia mengatakan, pohon kayu di hutan tersebut bisa ditebang hanya  untuk membangun rumah dan tidak boleh dijual. Persyaratan lain kalau menebang satu pohon harus diganti dengan menanam minimal empat bibit pohon kayu dan ini sudah menjadi kesepakatan semua anggota koperasi. Dengan menaati awiq-awiq ini, KSU optimis kelestarian KHM seluas 758 hektare itu akan tetap terjaga.

"Dari panen HHBK itu kami bisa meraup penghasilan rata-rata Rp3 juta per orang per bulan. Bahkan bisa meraih hasil penjualan di atas Rp 5 juta. Selain itu, petani menanam tanaman musiman yang berkontribusi pada peningkatan nilai tambah ekonomi; mulai dari tanaman 2 mingguan seperti pisang, bulanan seperti kakao, 3 bulanan, 6 bulanan sampai dengan tahunan seperti kopi.” Kata Artim

Tidak hanya sampai disitu, melalui program ini juga mendorong diversifikasi dan sertifikasi produk HHBK untuk memenuhi standar pasar nasional melalui skema perolehan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Melalui program ini juga bimbingan di masyarakat untuk pengembangan 4 sentra unggulan (madu, aren, kemiri dan nangka) ke dalam model bussiness plan, yang nantinya akan dijadikan sebagai modal awal pengembangan usaha masyarakat.

Ke depan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai kelembagaan dan infrastruktur ekonomi dianggap memiliki potensi kuat dari sisi penghimpunan modal, sehingga tidak lagi terjerat dengan tengkulak.

"Perlu semacam gerakan untuk membentuk skema kelembagaan kelompok yang kuat untuk mengatasi masalah permodalan. Misalnya koperasi. Kalau 10 persen saja dana masuk dari transaksi sebesar Rp. 900 juta dalam 10 hari itu, maka ada 90 juta modal dikelola dalam 10 hari," ujar Koordinator World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Regional Nusa Tenggara Ridha Hakim

Selain untuk hutan lestari dan masyarakat sejahtera, program HKm Santong juga telah berhasil menambah debit air. Saat ini mata air di wilayah Santong sudah mulai bermunculan. Sumber mata air yang sempat kering, sekarang sudah tidak kering lagi karena adanya pengelolaan HKm.

HKm Santong Lulus Sertifikasi PHBML LEI

Bukti berhasilnya pengelolaan hutan berbasis masyarakat di wilayah Desa Santong yang dikelola melalui sistem Hutan Kemasyarakatan dengan adanya sertifikasi PHBML LEI. Sertifikasi ini merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan dari konstitusi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) melalui mekanisme sertifikasi pengelolaan hutan lestari kepada para pihak yang terlibat dalam proses pengembangan HKm di wilayah tersebut.
HKm Santong merupakan HKm pertama yang lulus dalam penilaian sertifikasi ekolabel. Sertifikasi PHBML skema LEI ditetapkan pada 27 Juli 2011. Cerita sukses HKm Santong merupakan bukti nyata bahwa perhutanan sosial dengan skema HKm dapat diterapkan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari.

Contact
Share This: