GK National Discussion: Pasar Pengetahuan di Akhir Tahun

You are here

Home / GK National Discussion: Pasar Pengetahuan di Akhir Tahun

GK National Discussion: Pasar Pengetahuan di Akhir Tahun

“Mari kita ibaratkan ini pasar, bedanya di pasar ini kita tidak bertukar barang tapi bertukar pengetahuan,” kata Luna Vidya ketika mengantar pembukaan acara Green Knowledge National Discussion 2017. Acara ini dihelat di Timor Room, Hotel Borobudur Jakarta hari Rabu 6 Desember 2017.

GK National Discussion adalah rangkaian acara terakhir yang digelar oleh Yayasan BaKTI sebagai bagian dari dukungan Millenium Challenge Account Indonesia. Acara ini mengundang beberapa mitra kerja MCA-Indonesia dari beragam daerah di Indonesia. Formatnya dibuat santai, dibuka dengan presentasi dari 10 mitra kerja MCA-Indonesia yang mewakili lima portofolio, yaitu: energi terbarukan, pengelolaan lahan gambut, pertanian berkelanjutan, perhutanan sosial dan perencanaan lahan secara partisipatif. Selepas itu dilanjutkan dengan diskusi dari beberapa mitra pengelola pengetahuan hijau dan ditutup dengan diskusi grup terarah membahas visi dan rencana tindak lanjut.

Dukungan MCA-Indonesia memang secara resmi akan berakhir April 2018,  dan karenanya dianggap penting untuk memperkenalkan capaian yang sudah ada selama ini dan mendiskusikan langkah selanjutnya.

Dalam sambutannya, Kennedy Simanjuntak, Wakil Wali Amanah MCA-Indonesia mengingatkan pentingnya pertukaran pengetahuan. Menurutnya, apa yang sudah dilakukan oleh mitra kerja MCA-Indonesia selama ini adalah hal-hal yang sangat positif dan penting untuk saling dipertukarkan.

“Pertukaran-pertukaran pengetahuan ini harus terus dilakukan, tidak perlu di tempat yang mewah. Di warung kopi pun tidak masalah,” katanya.

Di kesempatan berikutnya, Muh. Yusran Laitupa, DIrektur Eksekutif Yayasan BaKTI menceritakan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan oleh Yayasan BaKTI selama dua tahun. Kegiatan-kegiatan tersebut menurut Yusran Laitupa adalah bagian dari identifikasi dan usaha menyebarkan beragam pengetahuan yang dilakukan para mitra.

“Besar harapan kami, praktik-praktik cerdas yang diangkat dan didiskusikah hari ini bisa direplikasi di daerah-daerah lain agar bisa menjawab tantangan pembagunan di sana,” kata Yusran Laitupa.

Senada dengan Kennedy Simanjuntak, Yusran Laitupa juga berharap pertemuan hari itu bisa dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan informal yang tetap membawa semangat mempertukarkan pengetahuan.

Pertukaran pengetahuan dan replikasi yang diharapkan rupanya sudah disambut dengan antusias oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Erwin Dimas, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan Bappenas mempresentasikan beberapa dukungan Bappenas dalam mendukung pertukaran pengetahuan dan replikasinya.

Bappenas menurut Erwin Dimas melakukan beberapa langkah sebelum memutuskan untuk mereplikasi sebuah pengetahuan. Dimulai dengan survei yang memakan waktu cukup lama. Survei ini dimaksudkan untuk melihat apakah program tersebut memang pantas untuk direplikasi atau tidak. Salah satu kegiatan yang dicontohkannya adalah pengolahan air bersih menggunakan dana Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Langkah replikasi ini butuh waktu hingga dua tahun sebelum akhirnya benar-benar terasa hasilnya.

Dari Solok hingga ke Sumba.

Proses pertukaran pengetahuan hari itu dimulai dengan presentasi dari 10 mitra kerja MCA -Indonesia yang mewakili lima portofolio berbeda. Mereka tampil mempresentasikan apa yang sudah dilakukan lengkap dengan tantangan, capaian dan rencana keberlanjutannya.

Azis Pusakantara dari Konsorsium IIEE memulai sesi presentasi. Konsorsium IIEE mengerjakan peningkatan mutu energi terbarukan di Solok Selatan, Sumatra Barat. Mereka menambah daya pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Korong Wonorejo, Nagari Lubuk Gadang Selatan. Namun hal terpenting yang dilakukan oleh konsorsium IIEE bukan hanya pembangunan fisik saja, tapi bagaimana menumbuhkan kesadaran warga untuk menjaga hutan yang ada di tepi desa mereka. Warga dibuat mengerti bahwa bila hutan terjaga, pasokan air sungai untuk pembangkit listrik mereka juga akan terjaga.

Di portofolio energi terbarukan juga tampil Rudi Nadapdap dari HIVOS Terang. Proyek HIVOS Terang yang berfokus di pulau Sumba berhasil mengajak partisipasi masyarakat untuk menikmati energi terbarukan, utamanya energi surya. Proyek ini juga tidak sekadar menghadirkan listrik sebagai alat penerangan bagi warga, tapi juga meningkatkan ekonomi dan kehidupan sosial warga.

Presentasi selanjutnya adalah dari WWF Rimba Indonesia cluster 2. Ada Zainuddin Khalid yang bercerita banyak tentang usaha restorasi gambut yang dilakukan oleh WWF Rimba di Jambi. Kebakaran hutan besar yang terjadi tahun 2015 sebagian besar menghabiskan lahan gambut di Jambi. Ini juga yang menjadi dasar bagi WWF Rimba untuk melakukan usaha-usaha restorasi lahan gambut. Usaha restorasi itu dilakukan dengan merangkul masyarakat dan perusahaan swasta yang beroperasi di lahan gambut.

WWF Rimba sadar, usaha restorasi tidak bisa dilakukan sendiri tapi butuh dukungan dan partisipasi dari semua pihak. Warga pun menurut Zainuddin Khalid sangat antusias ketika dilibatkan dalam usaha restorasi tersebut.

Untuk portofolio pertanian berkelanjutan, hadir dua perwakilan dari Yayasan Kalla Project Eqsil dan wakil dari Swisscontact. Keduanya fokus pada pengembangan dan pengelolaan tanaman kakao di Sulawesi Tenggara.

Di Sulawesi Tenggara, kakao dulunya adalah tanaman primadona sebelum sempat terlupakan. Pendapatan warga dari tanaman kakao menurun drastis dan banyak tanaman kakao yang terlantar. Usaha Yayasan Kalla dan Swisscontact mengubah kembali keadaan tersebut, kakao kembali menjadi tanaman primadona yang mendatangkan banyak keuntungan buat warga.

Selanjutnya ada Ahmad dari Bappeda Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Ahmad mempresentasikan penerapan Participatory Land Use Planning (PLUP) di kabupaten yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Luwu itu. Perencanaan lahan dengan cara partisipatif menurut Ahmad sangat membantu usaha pemerintah dalam memetakan potensi dan merencanakan pembangunan di daerahnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Charmarijaty dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur. Dalam presentasinya, perempuan yang akrab disapa Ibu Nona ini memperlihatkan kondisi Kalimantan Timur yang banyak menderita akibat simpang siurnya perijinan tambang. Kesimpangsiuran itu bermula dari tidak adanya peta seragam yang jadi acuan. Kondisi ini menurut Ibu Nona sudah mulai diperbaiki lewat program PLUP.

Dari portofolio perhutanan sosial ada dua wakil dari pulau Lombok yang hadir. Mereka adalah wakil dari GAIA dB dan WWF Indonesia. Dari GAIA dB diwakili oleh Iis Sabahuddin, chief executive officer GAIA dB. Apa yang dilakukan oleh GAIA dB di Lombok adalah sesuatu yang belum terlalu lazim yaitu perdagangan karbon. Perdagangan karbon secara bercanda dikatakan oleh Iis Sabahuddin sebagai perdagangan gaib karena barangnya tidak nyata. Warga yang menjaga hutan di kaki gunung Rinjani diberikan kompensasi berupa uang tunai, kompensasi ini didapatkan dari dana sosial beberapa perusahaan besar.

Sedikit berbeda dengan GAIA dB, WWF Indonesia Nusa Tenggara Barat yang diwakili oleh Syafruddin mempresentasikan kegiatan WWF Indonesia di Lombok Utara. WWF Indonesia mendampingi warga untuk meningkatkan hasil peternakan lebah madu dan pengolahan kemiri. Peningkatan penghasilan itu juga dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan. Sebagai penyempurna, H. Artim sebagai warga sekaligus ketua kelompok tani dampingan WWF Indonesia tampil memberikan testimoni. H. Artim mengakui ada banyak perubahan positif yang dirasakannya sebagai warga, baik dari sisi pendapatan maupun pengetahuan.

Satu lagi wakil dari portofolio perhutanan sosial yang tampil adalah Edi Junaedi dari KKI Warsi, KKI Warsi bekerja di provinsi Jambi mengawal pengesahan hutan adat Marga Serampas. Tahun 2017, warga Marga Serampas yang merupakan sebuah kesatuan adat yang terdiri dari beberapa desa akhirnya resmi menerima pengesahan hutan adat mereka dari Presiden Joko Widodo.

Pendampingan yang dilakukan KKI Warsi bukan hanya di sampai pengesahan hutan adat, tapi juga memberikan penguatan kapasitas agar warga tetap bisa menjaga hutan adat tersebut. Di desa Rantau Kermas yang masuk dalam bagian Marga Serampas, KKI Warsi juga meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga mikro hidro yang diharapkan juga bisa memberikan peningkatan ekonomi warga.

Presentasi dari 10 mitra kerja MCAI yang membentang dari Solok Selatan di Sumatra hingga Sumba di NTT tersebut memberikan gambaran betapa beragamnya kegiatan para mitra. Dari energi terbarukan, pengolahan hasi hutan bukan kayu dan pertanian, pengesahan hutan adat, restorasi gambut, hingga pemetaan batas wilayah. Namun, semua bermuara pada satu tujuan: meningkatkan pengetahuan dan partisipasi warga untuk kehidupan yang lebih baik.

Sesi Bincang-Bincang dan Diskusi.

Setelah sesi presentasi dari 10 mitra tersebut, acara dilanjutkan dengan bincang-bincang bersama empat perwakilan mitra lainnya. Keempatnya adalah perwakilan dari Blue Carbon Consortium (BCC), Peka Sinergi, HIVOS Gading dan Yayasan BaKTI.

Meski bekerja di sektor yang berbeda, keempat mitra tersebut sejatinya punya kesamaan yaitu mengembangkan dan mendistribusikan pengetahuan kepada warga. BCC yang fokus pada dua pulau yaitu Lombok dan Sumba bergerak pada upaya penyadaran pengetahuan pembangunan rendah karbon. Sedangkan Peka Sinergi yang bekerja di pulau Lombok fokus pada usaha untuk meningkatkan kompetensi para guru SMK, khususnya jurusan energi terbarukan. HIVOS Gading yang bekerja di pulau Sumba berfokus pada upaya peningkatan pengetahuan petani untuk memanfaatkan bio slurry atau hasil pengolahan kotoran hewan.

Yayasan BaKTI sendiri adalah salah satu mitra yang selama ini menjadi knowledge manager atau pengelola pengetahuan. Yayasan BaKTI bertugas untuk menghimpun dan mendistribusikan beragam pengetahuan yang dihasilkan oleh mitra-mitra kerja MCA-Indonesia di berbagai provinsi di Indonesia.

Sebagai penutup, digelar diskusi kelompok terarah yang dibagi berdasarkan portofolio. Diskusi diikuti oleh para mitra dan undangan yang memang punya perhatian khusus pada isu-isu tersebut. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan situasi hingga saat ini, visi pengelolaan dan tentu saja langkah yang akan dilakukan sebagai rencana tindak lanjut. Di akhir diskusi setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka.

Green Knowledge National Discussion ditutup menjelang pukul 18:00 WIB. Acara ini sekaligus sebagai acara besar terakhir dalam rangkaian kegiatan yang didukung oleh MCA-Indonesia. Selepas acara, tersisa pertanyaan: apa yang akan dilakukan setelahnya? Semua tentu berharap, berakhirnya dukungan MCA-Indonesia tidak berarti berakhir pula kegiatan mereka. Apa yang sudah disemai, tentu akan terus dipelihara dan jika perlu disemai pula di tempat lain.

“Semangat green knowledge  harus diteruskan. Jangan berhenti berinovasi,” demikian pesan dari Kennedy Simanjuntak. Pesan yang tentu akan diingat terus oleh para mitra.

Contact
Share This: