Menjaga Mimpi dengan terus terjaga di Lahan Kakao

You are here

Home / Menjaga Mimpi dengan terus terjaga di Lahan Kakao

Menjaga Mimpi dengan terus terjaga di Lahan Kakao

Hujan  mengguyur dan aliran listrik pun sempat terganggu pada hari Selasa 2 Maret 2017 lalu, namun hal tersebut tidak menurunkan semangat peserta Diskusi Hijau di Aula Hotel Sinar Tambolaka, Sumba Barat Daya - NTT. Semuanya tetap berusaha mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh pembicara yang makin menguatkan volume suaranya agar dapat terdengar oleh semua peserta. Semuanya hanya demi sebuah mimpi yang kuat, sebuah mimpi untuk para petani kakao di Sumba Barat Daya.

Diskusi Hijau bersama Konsorsium Wee Padalu yang mengusung tema “Rancang bangun green knowledges dan mimpi kuat para petani kakao sumba” ini dibuka oleh bapak Ir. Herman G. Ate, M.Si yang merupakan Kadis Pertanian, Tanaman pangan, Holtikultura dan Perkebunan Sumba Barat Daya mewakili bupati Sumba Barat Daya yang berhalangan hadir. Dalam sambutan bupati yang dibacakan oleh Kadis Pertanian, Tanaman pangan, Holtikultura dan Perkebunan Sumba Barat Daya tersebut, Bupati Sumba Barat Daya mengungkapkan dukungannya terhadap usaha-usaha peningkatan ekonomi melalui kakao sekaligus juga merupakan upaya menjaga kelestarian lingkungan “Untuk mewujudkan pengoptimalan potensi kakao di Sumba Barat Daya, bukan satu tugas dan tanggung jawab yang dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak saja dalam hal ini keseriusan dari pemerintah daerah melainkan perlu adanya dukungan dari berbagai pihak terlebih para masyarakat kabupaten Sumba Barat Daya sehingga terciptanya masyarakat yang mandiri serta mendukung terwujudnya program pemerintah untuk menuju Sumba Barat Daya yang sejahtera”.

 

 

Adapun Konsorsium Wee Padalu merupakan salah satu penerima hibah dari Millenium Challenge Account Indonesia (MCA-Indonesia) untuk  Jendela 2 Hibah Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat yang bekerja sejak bulan Juli 2016 di sekitar 31 desa untuk 36 kelompok petani kakao di Sumba Barat Daya. Konsorsium yang beranggotakan Yayasan Kalola Moripa, Yayasan Hati Nurani, Yayasan Kasimo, Yayasan Peduli Kasih, BK3D Sumba, Yayasan Komunitas Radio Max FM Waingapu, Yayasan Transfair Indonesia dan di-lead oleh Yayasan Pengembangan Kemanusiaan (YPK) Donders inilah yang difasilitasi oleh yayasan BaKTI selaku knowledge manager dalam Aktivitas Pengetahuan Hijau – Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia untuk memaparkan program dan pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan yang telah dilaksanakan dalam sebuah diskusi hijau bersama dengan konsorsium Petuah Undana.

Ibu Sulistiawati Seda selaku narasumber mewakili konsorsium Wee Padalu mengawali penjelasannya dengan menampilkan dua video yang berisi hasil dokumentasi selama kegiatan pendampingan dilakukan. Konsorsium ini meyakini bahwa ketika kita mencintai tanah dan tanaman, peduli pada alam, belajar kembali menghidupkan kearifan lokal, bergerak, bertumbuh dan berkembang bersama maka kita dapat menyebut diri kita humba. Ada banyak nilai yang dijunjung tinggi dalam praktek konsorsium Wee Padalu, di antaranya nilai yang diaplikasi dari keyakinan marapu yakni nilai keutuhan dalam semua dimensi kehidupan baik itu kematian, kelahiran, juga keseimbangan antara yang di atas dan di bawah serta tumbuh dan gugur yag merupakan bagian dari siklus yang utuh bertumbuhnya tanaman. Karena itu menghidupkan kembali bibit yang baik, menanamnya dengan baik dan mengelolanya dengan baik merupakan bentuk dari penanaman nilai kepatuhan kepada ina dukka ina – ama dukka ama merupakan sebuah upaya yang dilakukan konsorsium Wee Padalu dalam pendampingan terhadap petani-petani kakao. Selain tanaman kakao, konsorsium ini juga mendampingi petani terhadap tanaman holikultara lainnya, seperti jagung, sayuran dan lain-lain.

 

 

Nilai-nilai seperti gotong royong, holistik, integratif, kekeluargaan, kerja cerdas, kerja keras dan kerja tuntas adalah nilai-nilai yang juga diperjuangkan kembali dalam proses mengolah dan mengelola lahan yang ada demi hasil yang lebih baik.
Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh konsorsium Wee Padalu dalam pendampingan terhadap para petani adalah pendekatan outcome mapping yang berkonsentrasi pada pemetaan kekuatan-kekuatan lokal  yang telah dipraktekkan sejak dahulu sebelum mesin dan pestisida mempengaruhi pola bertani para petani. Kearifan-kearifan lokal itu merupakan sebuah kekuatan yang perlu digali ulang dan dikembangkan kembali demi menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan hasil panen.

Selama berproses bersama masyarakat, konsorsium Wee Padalu telah mendampingi 36 kelompok tani dengan kepengurusan yang terstruktur. Pendampingan dilakukan melalui sekolah-sekolah lapang, diskusi dan praktek pembuatan pupuk-pupuk organik. Hasil pendampingan yang dilakukan telah memberikan bukti nyata berupa kemampuan masyarakat dalam menghasilkan pupuk-pupuk organik dan mendapatkan hasil panen yang baik. Selain menghemat sejumlah uang, hal ini juga memberikan penghasilan yang lebih besar terhadap petani. Hal positif lainnya yang dirasakan masyarakat adalah peningkatan kepercayaan diri petani untuk berbicara di depan forum serta lebih banyak perempuan yang melibatkan diri dalam berbagai kegiatan.

Selain konsorsium Wee Padalu, hadir pula perwakilan dari konsorsium Petuah Undana yang juga menyampaikan materi sebagai hasil review yang mereka lakukan beberapa bulan lalu terhadap aktifitas petani kakao di Sumba Barat Daya. Ibu  Ir. Agnes Simamora yang mewakili konsorsium Petuah Undana memaparkan hasil review dan beberapa masalah yang mereka temui dalam aktivitas pertanian kakao di Sumba Barat Daya. Bukan hanya memamarkan masalah, konsorsium Petuah yang beranggotakan tujuh perguruan tinggi di Indonesia juga menawarkan solusi terhadap hal-hal teknis yang secara ilmiah dapat membantu meningkatkan hasil panen kakao.

 

 

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis yang dilakukan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti membersihkan tanaman pelindung agar tidak menjadikan udara sekitar tanaman kakao menjadi lembab. Keadaan yang lembab merupakan tempat perkembangbiakan organisme perusak tanaman. Selain itu semak, gulma dan rumput yang dibiarkan tumbuh juga mengghalangi sinar matahari. Sambung samping yang juga diterapkan sebagai bagian dari proses  rehabilitasi kakao memberikan hasil yang baik, namun sebagian lainnya mengalami kegagalan. Untuk ini, konsorsium Petuah menganjurkan agar menggunakan entres yang masih segar serta mengikat dengan kuat agar hujan tidak mengenai luka sayatan di pohon. Berkaitan dengan ini maka untuk melakukan sambung samping perlu diperhatikan ketepatan waktu untuk menyesuaikan dengan musim hujan sehingga saat hujan turun luka sayatan tersebut sudah kering dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan kakao.

 

 

Pemerintah yang sempat hadir juga mengapresiasi kegiatan diskusi ini maupun semua usaha-usaha yang telah dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan pendapatan sekaligus menjaga warisan kearifan lokal serta menjaga lingkungan dengan berbagai produk organik yang dihasilkan. Aktivitas-aktivitas itu juga selaras dengan program pemerintah yang juga peduli lingkungan.

Diskusi ini juga dihadiri oleh para petani kakao yang menaruh perhatian terhadap penjelasan-penjelasan dari narasumber. Diskusi berjalan aktif karena partisipasi peserta yang berusaha mengungkapkan apa yang telah dirasakan selama proses pendampingan Konsorsium Wee Padalu serta beberapa peserta membawa beberapa contoh pupuk organik yang sudah mereka buat dalam kelompok.
Menutup kegiatan, ibu Luna Vidya selaku moderator dalam diskusi hijau ini menganalogikan sebuah kondisi yang berbentuk segitiga, di mana pemerintah dan universitas berada di titik sudut samping kiri dan kanan sementara petani menempati poisi di atas karena yang menjadi tujuan utama dan mimpi yang kuat adalah kesejahteraan para petani kakao yang didukung oleh pemerintah, universitas dan LSM.
 

 

Contact
Share This: