Menyiapkan Masyarakat Mengelola Potensi Energi Terbarukan
Pembangkit Listrik dari Energi Terbarukan bukan isu baru lagi bagi masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Di Kabupaten ini, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro berbasis masyarakat telah ada sejak 1991. Namun apa yang terjadi, dari sekian banyak PLTMH yang telah dibangun hanya sedikit sekali yang masih bertahan dan beroperasi hingga saat ini. Mengapa ini bisa terjadi? Film ini akan menjadi referensi dan pembelajaran bagi kita semua untuk dapat mendorong pemanfaatan potensi sumber daya yang masih ada untuk dapat dikelola lebih baik dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Bapak Lalu Satria dari Bappeda Kabupaten Lombok Tengah dalam sambutan beliau pada Diskusi dan Pemutaran Film Dokumenter “Asa dari Cahaya” yang mengangkat tema “Pemanfaatan dan Pengelolaan Energi Terbarukan Berbasis Masyarakat”. Diskusi ini dilaksanakan paa tanggal 23 November 2016 bertempat di Ruang Pertemuan Aerotel Praya, Lombok Tengah sebanyak 22 peserta dari berbagai lembaga diantaranya Bappeda, PLN Rayon Lombok Tengah, Dinas PU dan ESDM, Kantor Lingkungan Hidup, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB), Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian, DInas Perkebunan dan Dinas Kehutanan serta perwakilan dari LSM dan mitra penerima hibah Kemakmuran Hijau MCA – Indonesia diantaranya GAIA – DB, Korsorsium Panca Karsa & Annisa, Forum Komunitas Hijau Lombok Tengah serta SAMANTHA. Ibu Luna Vidya memandu diskusi ini dengan memberikan panduan diawal diskusi mengenai maksud dan tujuan diskusi yaitu untuk mendapatkan model, pembelajaran dari 3 model pengelolaan pembangkit listrik dari energi terbarukan untuk kemudian akan dijadikan sebagai modal keberlanjutan.
Provinsi Nusa Tenggar Barat memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa melimpah untuk pengelolaan energy terbarukan seperti : air, angin, dan biogas dari kotoran ternak (Nusa Tenggara Barat diberi julukan Bumi Sejuta Sapi). Bagaimana pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber daya alam ini dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah tanggung jawab dan PR bersama yang sudah ada di depan mata kita.
Dinas Pekerjaan Umum dan Sumber Daya Mineral sebagai leading sector pengelolaan pembangkit listrik sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah tercantum beberapa sektor yang semula ditangani pemerintah kabupaten/kota seperti kehutanan, kelautan, sumber daya mineral sejak diberlakukannya undang-undang ini semua sektor tersebut menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Ini menjadi tantangan tersendiri dari pemerintah kabupaten dalam menjalankan koordinasi dengan pemerintah provinsi terhadap program ESDM yang akan dan sudah dijalankan. Ibu Nurhuda (Kepala Bidang Energi, Dinas PU dan ESDM Lombok Tengah) menceritakan mengenai pembangkit listrik dari energi terbarukan yang telah dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, diantaranya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal dan tersebar sebanyak 1.866 pembangkit, 3 unit PLTS komunal yang merupakan bantuan dari Kementerian ESDM 2 unit dan 1 dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Untuk PLTS tersebar di daerah-daerah pelosok dibagian selatan yang susah dijangkau oleh PLN. Di tahun ini, ESDM akan membangun lagi 22 unit PLTS di daerah Praya Barat Daya. Selain PLTMH dan PLTS, Lombok Tengah juga telah mengembangkan biogas dari limbah kotoran ternak sapi, skala rumah tanggal kapasitas 4 meter kubik.
Diakhir penjelasannya, Ibu Nurhuda mengakui keterbatasan pemerintah dalam melakukan pendampingan mempersiapkan masyarakat mengelola pembangkit listrik yang dibangun oleh pemerintah.
Di sisi lain PLN sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara yang diamanahkan untuk memberikan akses listrik kepada masyarakat luas juga memiliki keterbatasan dan tuntutan untuk memperoleh profit, di sisi lain masyarakat memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki sebagai sumber pembangkit listrik. Bapak Denny Mahfuz dari PLN Lombok Tengah menyampaikan bahwa PLN sebagai perusahaan milik Negara tidaklah selalu mengejar keuntungan/profit seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Barat, rasio elektrifikasi Provinsi Nusa Tenggara Barat masih 75% artinya masih terdapat 25% masyarakat yang belum mendapatkan listrik sama sekali. Sebenarnya PLN NTB masih kelebihan dalam memproduksi listrik (terdapat 30 MW yang belum dimanfaatkan) hal ini dikarenakan oleh kendala pembangunan jaringan ke daerah-daerah pelosok yang sulit dijangkau oleh PLN. PLN NTB menjual rata-rata Rp. 700/KWh dan inipun keuntungannya disubsidi dari pemerintah agar dapat menarik investor. Pihak swasta dalam hal ini investor membangun pembangkit listrik lalu bekerja sama dengan PLN (PLN membeli listrik dari pembangkit yang dibangun oleh investor) untuk kemudian menetapkan tariff berdasar pada beberapa pertimbangan.
Peran pemerintah desa selaku organisasi pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat menjadi kunci koordinasi. Ada tuntutan, pihak desa harus memaksimalkan peran dan kewenangannya untuk mendampingi masyarakat mengelola potensi sumber daya yang dimiliki. Pemerintah desa sebaiknya memberdayakan dan menguatkan kelembagaan yang sudah dibangun sebelumnya contohnya kelembagaan adat dan organisasi masyarakat setempat untuk mengelola potensi sumber daya yang dimiliki sehingga ownership untuk memelihara dan melestarikan juga terjamin, contohnya dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang mumpuni. Memastikan masyarakat siap menerima dan mengelola energi terbarukan itu penting untuk menjamin keberlanjutannya. Disinilah peran perencanaan di tingkat desa dapat dimaksimalkan dikuatkan oleh awiq-awiq desa, desa dapat menganggarkan pelatihan untuk para operator pembangkit dalam RPJMDes, sehingga tidak perlu lagi bergantung dan menunggu dari program pelatihan dari ESDM. PLN Lombok Tengah secara antusias menawarkan diri untuk membantu memberikan pelatihan kepada operator pembangkit dari masyarakat yang notabene mungkin saja tidak memiliki latar belakang listrik sama sekali.
Catatan penting dari diskusi ini adalah: Masyarakat perlu penguatan kapasitas, investor terbesar pengelolaan energi terbarukan adalah melihat basis potensi masyarakat di desa untuk mengelola potensi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang sama yakni kesejahteraan masyarakat.