Implementasi Penganggaran Hijau di Nusa Tenggara Barat
Indonesia sadar betul sebagai negara kepulauan dimana kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sumber daya alam dan sangat rentan terhadap perubahan iklim. Untuk itu Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai kontribusi pada penurunan emisi GRK secara global pada tahun 2020 sebesar 26% dengan upaya sendiri jika dibandingkan dengan garis dasar pada kondisi Bisnis Seperti Biasa (BAU baseline) dan sebesar 41% apabila ada dukungan internasional dan target ini kemudian ditambah menjadi 29% untuk upaya sendiri di tahun 2015. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang merupakan pedoman perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi penurunan emisi Gas Rumah Kaca, Perpres ini mengamanatkan kepada provinsi bertanggung jawab dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) selambat-lambatnya 12 bulan sejak ditetapkannya Perpres RAN-GRK yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pedoman Penyusunan RAD-GRK merupakan panduan bagi daerah dalam menyusun rencana aksi daerah dalam upaya mencapai target penurunan emisi GRK nasional. Pedoman berisi penjelasan tentang keterkaitan RAN-GRK dengan kebijakan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah, pengorganisasian, langkah teknis dan jadwal penyusunan RAD-GRK, sistematika RAD-GRK, dan matriks kegiatan yang perlu disusun.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah dikeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ada 6 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggung jawab terhadap RAD GRK Nusa Tenggara Barat dibawah koordinasi Bappeda Provinsi yaitu : SKPD berbasis lahan (Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Dinas Perkebunan), SKPD berbasis energi dan transportasi (Dinas Pertambangan dan Energi dan Dinas Perhubungan) serta SKPD berbasis Limbah (Badan Lingkungan Hidup Daerah dan Dinas Pekerjaan Umum). Selanjutnya RAD GRK akan disinkorinasasikan dengan dokumen perencanaan daerah RPJMD baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan program dan penganggaran sehingga berkontribusi pada pengurangan kemiskinan di NTB dengan tetap memperhatikan pada pembangunan yang ramah lingkungan. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) adalah penerima hibah tunggal Pengetahuan Hijau yang merupakan bagian dari proyek Kemakmuran Hijau , yang bekerjasama dengan penelitian lokal dari Universitas Jambi, Universitas Mataram, dan Universitas Nusa Cendana untuk bersama-sama menjalankan program Green Budgeting (Penganggaran Hijau). Untuk itu, pada tanggal 16 Desember 2015 bertempat di Aula Kantor Bappeda Nusa Tenggara Barat, tengah berlangsug Rapat Koordinasi Teknis Hibah Penganggaran Hijau - Implementasi Penganggaran Hijau di tingkat Pemerintah Daerah. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan penganggaran hijau di tingkat daerah. Secara khusus bertujuan untuk ; konfirmasi data dan informasi terkait perencanaan, implementasi, evaluasi RAD GRK, mendapatkan masukan mengenai bagaimana agar pelaksanaan RAD GRK secara khusus dapat berjalan efektif dan sejalan dengan tujuan pembangunan daerah, serta mendapatkan masukan bagaimana penganggaran hijau dapat dilaksanakan di level provinsi maupun kabupaten. Kegiatan ini dihadiri perwakilan dari DPRD Provinsi, Bappeda Provinsi, Akademisi, LSM, Dinas Peternakan dan Dinas PU dan dibuka oleh Bapak Samsudin (Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda NTB/Tim Koordinasi Program MCA-Indonesia)
Pada kesempatan ini, wakil dari LPEM FEB UI Ibu Farma Mangunsong memaparkan hasil temuan awal setelah melakukan assessment awal, studi literatur dan in deep interview ke beberapa SKPD provinsi dan kabupaten untuk mencari informasi mengenai RAD GRK. Berikut ini beberapa hasil temuan awal:
- Bappeda dan SKPD di tingkat provinsi berperan dalam formulasi RAD-GRK 2011, sebagai respon atas RAN-GRK yang diterbitkan pemerintah pusat pada tahun 2010. Di sisi lain, semua dokumen di daerah harus merujuk ke RPJMD sebagai acuan utama untuk perencanaan jangka menengah. Sehingga, ada kesan bahwa RAD-GRK “hanya mengikuti” RPJMD. Karena RAD-GRK terbit di tahun 2011 maka RAD-GRK merujuk pada RPJMD NTB tahun 2009 – 2013.
- Meskipun belum ada program/kegiatan khusus terkait RAD-GRK di dalam RPJMD 2009-2013 (sebagaimana di RPJMD 2013-2018), ada program/kegiatan yang terkait dengan penurunan GRK dan perubahan iklim. Hal ini sesuai dengan salah satu misi yang tertera di RPJMD tahun 2009-2013 yaitu “Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan sumber daya lokal dan meningkatkan investasi dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan”; sedangkan salah satu misi di RPJMD 2013-2018 adalah “Memperkuat pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan”.
- Sinkronisasi antara RAD-GRK dan RPJMD diperlukan karena seluruh kegiatan yang dilaksanakan Pemda harus dianggarkan dan dibiayai oleh APBD. Karena itu, Pemda memformulasikan program/kegiatan di RAD-GRK yang sejalan dengan RPJMD. Namun, dalam implementasi kegiatan, target penurunan emisi belum menjadi pertimbangan.
Beberapa SKPD terkait memiliki program yang berhubungan dengan penurunan GRK dan perubahan iklim, antara lain:
- Badan Lingkungan Hidup melakukan pengawasan terhadap kualitas air dan kegiatan konservasi.
- Dinas Pertambangan & Energi mempunyai program pembuatan biogas /energi terbarukan meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan ketersediaan bahan bakar dan listrik untuk rumah tangga.
- Dinas Kehutanan melakukan rehabilitasi lahan dan konservasi hutan untuk memperlambat perubahan iklim dan mencegah bencana alam.
Walaupun masih ada kesan setiap SKPD masih berjalan sendiri-sendiri di mana hal ini akan mempengaruhi rencana program & anggaran. Melihat hasil temuan ini, ada beberapa tanggapan dan masukan penting dari peserta yang hadir; dirasa penting untuk segera melaksanakan workshop/sosialisasi mengenai rencana green budgeting RAD GRK yang mengundang semua pihak SKPD terkait, legislative, akademisi, LSM untuk meminta masukan dan menyeragamkan pemahaman mengenai konsep RAD GRK karena selama ini yang terjadi di provinsi dan di kabupaten sebenarnya program terkait RAD GRK sudah banyak dilaksanakan walaupun belum secara eksplisit menghitung pengurangan emisi dari program yang dijalankan tersebut. Selain itu, perlu koordinasi antar SKPD dibawah Pokja Koordinasi yang diketuai oleh Bappeda Provinsi. Untuk mendukung ini, sudah ada SK Gubernur yang mewajibkan setiap SKPD menunjuk staf yang bertanggung jawab/berkoordinasi dengan Bappeda untuk RAD dan GRK dan ini sudah berlangsung sejak 3 tahun terakhir, dilengkapi dengan evaluasi diawal dan diakhir tahun. Dari hasil diskusi ini juga diketahui bahwa kegiatan GRK RAD tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tapi dilakukan LSM dan CSO. Ini menggambarkan bahwa permasalahan perubahan iklim merupakan masalah kita bersama sehingga diharapkan agar RAD GRK dapat mendorong pelaksanaan pembangunan di daerah yang lebih ramah lingkungan yang sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.