Jangan Hanya Hutan yang Dilestarikan, Masyarakat Juga

You are here

Home / Jangan Hanya Hutan yang Dilestarikan, Masyarakat Juga

Jangan Hanya Hutan yang Dilestarikan, Masyarakat Juga

“Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera” itulah bunyi slogan yang sering kita dengar. Kini slogan yang didengung-dengungkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan disambut terbalik oleh H. Artim ketika menghadiri acara Workshop Percepatan Perhutanan Sosial dalam upaya menjawab pengentasan kemiskinan masyarakat pinggir hutan  yang ada di NTB. Menurut beliau, masyarakatlah yang lebih dahulu disejahterakan baru hutan bisa lestari. Pernyataan tersebut tidak semata-mata keluar begitu saja tanpa dasar. Jika masyarakat tidak diperhatikan terutama yang ada di kawasan pinggiran hutan, tidak akan ada jaminan bagi kelestarian hutan. Alasannya, fakta di lapangan tentang kemiskinan yang berada di kawasan hutan secara tidak langsung menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat masih minim tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Keterbatasan pengetahuan  tersebut seringkali mengorientasikan pikiran masyarakat pada pemanfaatan kayu semata sehingga tidak menutup kemungkinan kayu hutan akan habis dibabat.

Pernyataan H. Artim senada dengan apa yang disampaikan oleh Bappeda Provinsi NTB yang menyatakan bahwa NTB memiliki tiga pokok masalah yang perlu ditangani yakni kemiskinanan, kerentanan, dan kesenjangan. Dalam pernyataan tersebut yang perlu digaris bawahi adalah masalah kemiskinan. Berkaitan dengan pernyataan H. Artim, pihak Bappeda menjelaskan data dari BPS NTB 2017 bahwa kemiskinan masyarakat NTB yang berada di kawasan hutan mencapai 40% dari 793.776 total jiwa masyarakat miskin di NTB. Untuk itu, perlu ada suatu upaya bagaimana merubah perekonomian masyarakat menuju yang lebih baik melalui beberapa hal seperti sistem pengelolaan hutan, adanya kesempatan usaha, dan adanya peningkatan pengetahuan masyarakat.

Pertemuan yang difasilitasi oleh konsorsium KpSHK-KONSEPSI selama dua hari mulai dari tanggal 14 s/d 15 September 2017 ini bisa dikatakan telah membangun sebuah langkah dalam mengentaskan kemiskinan masyarakat yang ada di pinggiran hutan. Upaya awal yang dilakukan yaitu dengan membangun kelompok-kelompok usaha masyarakat dengan cara mengembangkan produk unggulan yang dimiliki masing-masing desa dampingan di 2 kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Utara (Desa Santong) dan Kabupaten Lombok Timur (Desa Sugian dan Dara Kunci). Para kelompok yang beranggotakan perempuan ini dikenal dengan sebutan Kelompok Wanita Tani. Perwakilan kelompok ini menjadi salah satu peserta yang turut menghadiri pertemuan yang diadakan oleh konsorsium KPSHK-KONSEPSI tersebut. Tidak hanya kelompok Perempuan, hadir juga pengurus Kelompok Tani Hutan (KTH).  Pada saat gilirannya menyampaikan presentasi di pertemuan tersebut, KWT memaparkan bahwa mereka sudah dari jauh hari mulai mengidentifikasi tentang produk apa yang kira-kira akan dikembangkan. Identifikasi tersebut dilakukan di beberapa desa dampingan seperti Desa Sugian dengan produk unggulan kripik ubi, Desa Dara Kunci dengan produk unggulan kripik pisang, dan Desa Santong dengan produk unggulan olahan kopi dan kakao. Tidak menutup kemungkinan bahwa akan dikembangkan juga produk-produk lainnya.

Setelah pemaparan dari perwakilan KWT selesai, pemaparan kemudian dilanjutkan oleh instansi yang memiliki wewenang dalam pengembangan produk unggulan. Dalam hal ini, hadir Dinas Perindustrian dan Dinas Koperasi. Dinas-dinas tersebut menyampaikan bentuk dukungannya, lebih-lebih setelah melihat semangat yang dimiliki oleh perempuan yang ada di pinggir hutan. Ibu Wiwik (panggilan akrab) yang merupakan Kepala Dinas Perindustrian dan juga selalu aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh grantee MCA-Indonesia, akan memfasilitasi para kelompok wanita ini melalui pelatihan dan dampingan. Bukan hanya itu, beliau juga menantang para anggota kelompok yang berkeinginan untuk menjadi instruktur pengelolaan kakao. Beliau juga menambahkan bahwa Dinas Perindustrian siap memberikan pelatihan dan akan menyediakan ruang bagi siapa saja yang memiliki keinginan asalkan orang tersebut berusia kurang dari 40 tahun.

Selain Dinas Perindustrian dan Dinas Koperasi, pertemuan tersebut juga mendatangkan perwakilan dari KPH Rinjani Barat serta perwakilan pemerintah kabupaten dan propinsi antara lain Bappeda Lombok Utara, Bappeda Lombok Timur dan Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Barat. Para pemerintah kabupaten diminta memaparkan apa saja produk unggulan yang menjadi andalan dari tiap kabupaten, dengan tujuan agar apa yang dikembangkan oleh masyarakat dalam hal ini KWT bisa sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten.

Bappeda Lombok Utara yang diwakili oleh Pak Putu Hery (Kabid Ekonomi) menyampaikan bentuk dukungan pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Mulai dari mengupayakan terbagunnya pasar hingga pendampingan kepada masyarakat. Menurut beliau, pendampingan menjadi kunci keberlanjutan dari setiap program yang diusahakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat, dalam hal ini para kelompok disarankan agar lebih mengutamakan dan memilih bantuan berupa dampingan dari pada bantuan berupa barang. Pernyataan yang dikeluarkan oleh Pak Putu Hery tersebut bukan tak beralasan. Sebab jika masyarakat hanya diberikan bantuan alat saja tanpa dampingan yang berlanjut, besar kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan terhenti. Sebaliknya, jika masyarakat mendapatkan pengetahuan melalui pendampingan yang intens, secara tidak langsung apa yang dibutuhkan masyarakat akan terpenuhi karena masyarakat dibekali sejak awal.

Berakhirnya pemaparan dari Bappeda Lombok Utara membuat Bappeda Lombok Timur segera mendapatkan kesempatan untuk memaparkan juga mengenai beberapa hal. Dalam acara tersebut, Bappeda Lombok Timur diwakili oleh Lalu Rizal. Menurut beliau, sebenarnya produk ungulan Lombok Timur sangat banyak bahkan tiap desa memiliki potensi yang menjanjikan. Permasalahannya hanya terletak pada keberlanjutan dari apa yang diinisiasi oleh masyarakat. Lalu Rizal menyoroti peran dari Bumdes. Beliau memberi contoh salah satu Bumdes yang sudah memiliki nama bahkan sering kali dijadikan contoh keberhasilan yaitu Bumdes Desa Lendang Nangka Kecamatan Masbagik. Bumdes ini menjadi penyangga produk yang dihasilkan oleh masyarakat. Ditambah lagi, masyarakat di desa tersebut sudah mulai menjalankan usaha seperti yang diupayakan oleh para KWT di Desa Dara Kunci dan Desa Sugian. Terkait perizinan usaha, pemerintah Kabupaten Lombok Timur memberikan kemudahan.

Pemaparan selanjutnya yaitu dari perwakilan Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Barat. Beliau menyampaikan bahwa apa yang sedang diusahakan oleh masyarakat melalui dampingan yang dilakukan oleh Konsorsium KPSHK-KONSEPSI ini harus ada komitmen di level kebijakan pemerintah daerah. Komitmen yang dimaksud berkaitan dengan bagaimana pola pasar dan pemasaran produk yang dihasilkan oleh masyarakat. hal ini akan menjadikan masyarakat tidak hanya memproduksi barangnya, tetapi juga menjawab kendala dalam hal pemasaran yang selama ini mereka hadapi hingga mengakibatkan kegiatan usahanya sering terhenti atau mati di tengah jalan sebelum menikmati hasil.

Terakhir adalah giliran dari perwakilan KPH Rinjani Barat. KPH Rinjani Barat menyambut baik upaya yang dilakukan oleh KPSHK-KONSEPSI. Perwakilan KPH menyampaikan bahwa di wilayah KPH sendiri sudah banyak upaya yang dilakukan. Beliau menyebutkan bahwa langkah berikutnya yang harus dipikirkan adalah bagimana mensinergiskan apa yang dilakukan oleh KPH dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat terutama yang menjadi dampingan para pihak LSM/NGO.

Pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang didapatkan dari pelatihan selama tiga hari ini diharapkan sampai pula pada anggota kelompok perempuan yang lain yang ada di masing-masing desa. Diungkapkan oleh Ibu Ridhoyah selaku sekretaris KWT Wana lestari Desa Dara Kunci, bahwa kegiatan tersebut memberikan banyak informasi terutama yang menyangkut produk unggulan. Di desa tersebut, bahan baku berupa pisang dan singkong sangat banyak ditemukan, sehingga berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan. Ini merupakan langkah awal dalam memberikan layanan berupa peningkatan pengetahuan bagi masyarakat yang ada dipinggiran hutan untuk menjadikan masyarakat yang lestari baik alam maupun ekonominya.

Tidak hanya Ibu Ridhoyah, Ibu Yusi juga merasakan dampak dari dampingan yang sejak awal dilakukan di Desa Santong. Beliau lebih melihat dampak dari penguatan kelembagaan. Sebelumnya, beliau merasakan bahwa kelompoknya hanya sebatas kelompok saja. Namun setelah adanya dampingan, beliau merasakan perbedaan di dalam dirinya maupun anggota kelompok lain, seperti perubahan karakter dan peningkatan wawasan.

Dilihat secara keseluruhan, kegiatan yang dilakukan oleh KpSHK-KONSEPSI ini telah mampu menjadi penyemangat sekaligus menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi masyarakat yang notabennya sebagai penyangga kelestarian hutan di Lombok Timur dan Lombok Utara. Dengan terbangunnya pengetahuan dan terciptanya unit kegiatan usaha masyarakat, maka besar harapan akan berkurangnya kantung-kantung kemiskinan. Harapan ini menjadi semakin besar dengan adanya pernyataan Pak Syamsudin selaku Sekdis LHK bahwa pemerintah dan semua pihak pada tahun ini saling bahu-membahu dalam menurunkan angka kemiskinan saat ini (16,2 %) yang masih berselisih 3 % dari target angka kemiskinan (13%), sekaligus menjawab tantangan dari RPJMD 2013-2018.

Contact
Share This: