Infrastruktur Jalan Harus Ramah Lingkungan
Pekan Baru - Tim WWF Indonesia menyebutkan perlunya konektivitas landscape di wilayah koridor Riau, Jambi dan Sumatera Barat (RIMBA). Konektivitas ini diharapkan dapat didukung upaya pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan amanat Perpres No 13 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Pulau Sumatera.
Namun, hasil kajian WWF Indonesia melalui pendekatan InVest (Integrated Valuation for Ecosystem Services and Tradeoffs) menyatakan adanya kondisi kritis akibat pembangunan jalan raya yang melintasi kawasan hutan lindung dan konservasi di kawasan ekosistem Koridor RIMBA.
Misalnya, jalan yang menembus kawasan konservasi di Koridor RIMBA adalah di kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh. Ada jalan sepanjang sekitar 9,3 km yang membelah kawasan koridor RIMBA. Jalan tersebut memotong jalur satwa dari Taluk Kuantan - Kiliranjao.
Koridor RIMBA adalah salah satu kawasan yang masih memiliki potensi keanekaragaman hayatinya. Dari hasil InVest WWF Indonesia mencatatkan manusia adalah kelompok paling banyak memasuki kawasan koridor. (Lihat Tabel Lampiran)
Untuk itu, WWF Indonesia mendorong konsep ecoroad, sebuah konsep pembangunan jalan raya yang ramah lingkungan. Di mana, berbagai kepentingan pembangunan sosial dan ekologi tetap bisa terjaga dengan baik.
Konsep pembangunan infrastruktur jalan yang ramah lingkungan ini tentunya menjadi penting dipertimbangkan karena setiap pembanguna infrastruktur maka selalu berdampak terhadap keberlangsungan lingkungan hidup,” kata Manager Conservation Science Unit (CSU) WWF Indonesia dalam kesempatan Workshop Ecoroad Construction di Hotel Premier, Pekan Baru, Kamis (4/5) pagi.
Hal serupa disetujui oleh pihak Direktorat Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum/Perumahan Rakyat (PU/PR). Dalam perencaan nasional misalnya, jalan nasional terdiri tol dan non tol totalnya 10 persen di jalan raya yang ada di Indonesia. Sepuluh persen lagi merupakan jalan propinsi. Sedangkan sisanya merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah.
Secara nasional pembangunan jalan secara nasional memiliki target hingga 2019 sepanjang 47.017 km dan jalan tol sepanjang 989 km.
Total Panjang Jalan : 504,592 km
Jalan Nasional Non Tol : 47,017 km (Wewenang Kementerian PUPR)
Jalan Tol : 989 km (Wewenang Kementerian PUPR)
Jalan Provinsi : 46,863 km (Wewenang Pemerintah Provinsi)
Jalan Kabupaten/Kota : 409,723 km (Wewenang Pemerintah Kab/Kota)
Data Direktorat Bina Marga Kementerian PU/PR
Ir Subaiha Kipli, MT, Kasubdit Lingkungan dan Kesalamatan Jalan, Direktorat Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyebutkan bahwa Kementerian PU/PR juga memiliki dasar aturan yang meletakkan syarat pembangunan ramah lingkungan. “Tapi kita hanya bisa membangun. Masalahnya yang menjaga infrastruktur yang dibangun itu adalah pemerintah daerah. Karena tugas kami hanya membangun,” kata Subaiha dalam acara yang didukung oleh Millenium Challenge Account Indonesia (MCAI).
Tapi seringkali infrastruktur yang dibangun tidak dikawal pemerintah daerah. Contoh kasus misalnya jembatan Kelok Sembilan di Sumatera Barat. Awalnya jembatan ini dibangun dengan mempertimbangkan kepentingan lingkungan. Tapi karena tidak ada perhatian pemerintah daerah, akhirnya muncul masyarakat yang membuka lapak-lapak dagangan.
“Makanya saya berharap agar dalam dokumen amdal harus ditegaskan soal dampak sosial akibat pembangunan infrastruktur itu harus ditegaskan penanggung jawabnya adalah pemerintah daerah,” tegas Subaiha.
Mitigasi
Sementara itu, Ir Anshori Djamsal, MT, dosen dari Universitas Lampung mengatakan kalau banyak infrastruktur yang dibangun pemerintah yang belum mempertimbangkan kepentingan lingkungan yang berkelanjutan. Dari mulai pembangunan jalan tol, kereta api dan jalan raya lainnya, sering kali tidak mempertimbangkan kepentingan mahluk hidup secara luas.
Harus diakui, jalan adalah salah satu infrastruktur yang paling merusak jalur habitat. Misalnya, jalan tol sumatera pasti akan mempengaruhi habitat. “Jangankan gajah, bahkan kodok juga terganggu. Jadi pembangunan jalan raya, jalan tol dan kereta api, telah mengganggu kualitas habitat. Sekarang ini, pemerintah kita tidak bisa sembarangan membangun jalan. Karena konsep ecoroad, maka pembangunan jalan harus menyeimbangkan kepentingan mahluk hidup. Baik flora maupun satwanya,” ujar Anshori.
Untuk itu, perlu mitigasi dalam membangun jalan. Terutama yang melintasi kawasan-kawasan konservasi dan beresensial tinggi. Upaya mitigasi tersebut antara lain harus mempertimbangkan 3 aspek. Antara lain: perencanaan terpadu konservasi, habitat conservation, dan transportasi. Kedua adalah mitigasi demi mengurangi dampak jalan terhadap satwa liar. Ketiga, membangun kembali jalur habitat dan habitat corridor. Sedangkan terakhir adalah mendorong perubahan perilaku dan cara pandang pengguna jalan terhadap satwa liar. (rel)