Workshop Peningkatan Kapasitas KPH untuk Pembangunan Sosial Forestry pada Blok Pemberdayaan KPH

Anda di sini

Depan / Workshop Peningkatan Kapasitas KPH untuk Pembangunan Sosial Forestry pada Blok Pemberdayaan KPH

Workshop Peningkatan Kapasitas KPH untuk Pembangunan Sosial Forestry pada Blok Pemberdayaan KPH

PETUAH sebagai salah satu penerima Hibah Pengetahuan Hijau Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia, baru-baru ini telah melakukan kegiatan Workshop Peningkatan Kapasitas KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) untuk Pembangunan Sosial Forestry  Pada Blok Pemberdayaan KPH pada tanggal 18 Juni 2016 bertempat di Hotel D’Maleo Mamuju Sulawesi Barat. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut  kegiatan PETUAH yang lalu yakni Workshop Assesment dan Peningkatan kapasitas Aparatur Pemerintah dalam Pengelolaan TAHURA, KPH dan Pengembangan Kakao berkelanjutan pada tanggal 27-29 Mei 2016 bertempat di Hotel Pantai Indah Mamuju. Hal ini dilaksanakan guna mencapai target RPJMN 2015-2019 yang menargetkan pemanfaatan kawasan hutan mencapai 12,7 juta Ha untuk Skema Sosial Forestry. Olehnya itu untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan kesiapan kapasitas kelembagaan lokal yang berkelanjutan.

Dalam momentum kali ini dihadiri oleh 24 orang peserta yang terdiri dari 8 orang perempuan dan 16 orang laki-laki yang merupakan perwakilan dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulbar, BPSKL (Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan wilayah Sulawesi), Universitas Tomakaka Sulbar, BKP5K Kabupaten Mamuju, BP5KP, KPHL (Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung) Ganda Dewata, KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi) Budong-Budong, KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi)Karama serta Tim PETUAH sendiri.Kegiatan ini diawali dengan pengantar dari Bapak Prof. Darmawan Salman selaku perwakilan PETUAH terkait maksud dan tujuan kegiatan dan dibuka oleh Bapak Allukarua, S selaku perwakilan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat.

Belajar dari konsep Sosial Forestry yang telah dikembangkan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tengah untuk Kasus HTR (Hutan Taman Rakyat) dan Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan terkait Kasus HD (Hutan Desa) tentunya sangat banyak nilai poistif yang diperoleh yakni : perlunya sosialisasi akan kesadaran masyarakat agar tidak merusak hutan, pengorganisasian melalui kelompok masyarakat yang secara rutin melakukan pertemuan dan curah ide, Perlunya melibatkan semua pihak yang bukan saja leading sector dalam hal ini Dinas Kehutanan dan KPH saja melainkan lintas sektoral seperti Dinas Pertanian, Dinas Koperasi, BPMD, LSM maupun Pemerintah Desa beserta tokoh masyarakat lainnya dengan memperhatikan nilai dan norma yang berlaku di daerah setempat, perlunya pelatihan penguatan hak Permenhut hutan desa, pelatihan perencanaan kawasan hutan lindung,  pelatihan pengelolaan hutan desa, serta upaya mengatasinya jika terjadi konflik.

Peran KPH sebagai garda terdepan dianggap penting karena  bersentuhan langsung dengan masyarakat sehingga diharapkan memiliki kapasitas dalam melakukan pendampingan masyarakat sekitar hutan berkenaan dengan  pemanfaatan kawasan hutan menuju skema Sosial Forestry dan menghimbau masyarakat agar menjaga dan melestarikan lingkungan hutan. Selain itu peran pemerintah desa dan masyarakat untuk berperan aktif juga menjadi kunci keberhasilan Sosial Forestry.

Dalam konteks wilayah hutan di Sulawesi Barat khususnya di Kabupaten Mamuju dan Mamasa ditemui persoalan yakni ada beberapa yang telah memiliki izin namun tidak melakukan aktivitas namun ada juga yang tidak memiliki izin. Inilah yang menjadi catatan bersama untuk ditindaklanjuti mengingat izin tersebut memiliki masa kadaluwarsa yakni 2 (dua) tahun. Disinilah peran POKJA nantinya jika sudah terbentuk untuk mengadvokasi hal tersebut bersama KPH. Persoalan lainnya adalah kurangnya tenaga penyuluh kehutanan yang notabene penyuluh pertanian yang lebih dominan, yang terpenting pula bahwa blok pemberdayaan belum dimasukkan dalam PIAPS (terdapat kurang lebih 39,638.08 Ha). PIAPS adalah Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial yang disusun bersama dengan para pihak yang berkecimpung di bidang perhutanan Sosial baik NGO maupun pemerintah. Saat ini tersisa 12 KPH pasca KPH Ganda Dewata dipersiapkan sebagai taman nasional. Sehingga perlu diklarifikasi agar  tidak menjadi persoalan kedepannya demi mencapai Sosial Forestry sesuai target yang ingin dicapai.

 

Feedback
Share This: