Satu Peta Untuk Pembangunan
Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu provinsi di Indonesia menempati posisi yang strategis jika dilihat dari letak geografisnya, NTB khususnya Pulau Lombok menempati lokasi tepat di poros tengah Indonesia. Gambarannya sebagai berikut, Pada radius 500 km (penerbangan ditempuh dalam 1 Jam) dari Pulau Lombok, maka kita sudah bisa menjangkau 3 kota besar di Indonesia yaitu Makassar, Denpasar dan Surabaya. Dengan radius yang lebih luas sekitar 1000 km atau jarak tempuh penerbangan kira-kira 2 Jam, kita sudah menjangkau dua Ibu Kota Negara yaitu Jakarta dan Dili. Lebih Luas lagi dengan Radius + 2.700 Km atau dengan jarak tempuh penerbangan sekitar 4 jam kita telah menjangkau seluruh Indonesia, Kota Darwin (Australia) dan sebagian besar Ibukota ASEAN. Jika dilihat dari skala regional, NTB terletak di jalur utama perdagangan Australia dengan negara-negara Pasifik dan Asia.
Letak geografis tersebut tentu sangat menguntungkan bagi NTB sehingga dibutuhkan langkah-langkah strategis untuk dapat memanfaatkan berbagai keuntungan dari posisi tersebut. Serangkaian perbaikan dari berbagai sisi terutama tata ruang sangat penting untuk dilakukan. Saat ini perencanaan tata ruang belum berjalan maksimal, berbagai permasalahan masih menyertai penerapannya. Pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, tumpang tindihnya perijinan, serta disharmoni kebijakan pembangunan antar sektor masih mewarnai pembangunan di NTB bahkan di beberapa provinsi lainnya. Permasalahan tersebut seringkali berpangkal pada ketidakakuratan data yang dipergunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan, serta lemahnya koordinasi lintas sektoral. Data yang kita miliki saat ini masih sangat beragam, baik dasar pengambilan data, dasar penghitungan, serta peruntukkan. Sehingga diperlukan sinkronisasi data yang akan dipergunakan sebagai dasar kebijakan pembangunan di daerah.
Selain itu, data yang kita miliki saat ini masih berupa data tabular sehingga ada kesulitan melihatnya secara ruang, pemahaman data menjadi sedikit berkurang serta sulit untuk melakukan perbandingan antar data. Demikian pula dalam hal penyiapan peta, pemerintah daerah masih menggunakan standar peta masing-masing wilayah dengan format serta struktur data yang berbeda-beda. Pengembangan kawasan atau infrastruktur seringkali terbentur dengan sejumlah masalah terkait pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan. Konflik ini sulit diselesaikan karena Informasi Geospasial Tematik (IGT) saling tumpang tindih satu sama lain
Salah satu cara keluar dari permasalahan tersebut adalah dengan memaksimalkan penggunaan data spasial. Semua data yang ada dalam bentuk tabular tersebut dapat diubah dalam bentuk data spasial sehingga dalam melakukan analisa dapat dilakukan dengan teknik overlay antar data. Karena itu, LEI (Land Equity International) melalui program PMaP2 yang mendapatkan pendanaan dari Millenium Challenge Account (MCAI) Indonesia terus mendorong pemanfaatan Data Geospasial dalam perencanaan dan Pemanfaatan Tata ruang wilayah. Tugas utama PMaP2 adalah melakukan: 1) Inventarisasi Data geospasial dan Persiapan basis data Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk penggunaan tata guna lahan/ tutupan lahan; 2) Kompilasi dan membuat rujukan data geospasial khususnya terhadap ijin-ijin yang berhubungan dengan tata guna lahan; dan 3) Penguatan Tata Ruang Kabupaten melalui peningkatan kapasitas pemerintah daerah di perencanaan tata ruang, serta peningkatan penggunaan basis data dalam pengelolaan informasi tata guna lahan.
Pemanfaatan Informasi geospasial tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial pasal 2 yang mengamanatkan bahwa Informasi Geospasial diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan, kemutakhiran, keakuratan, kemanfaatan, dan demokratis. Tujuan utama dibuatnya peta geospasial ini agar terpenuhi satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal sehingga dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional dan menjadi salah satu prioritas pemerintah.
Pengelolaan informasi geospasial yang dimaksud merupakan salah satu bagian dari program Pemerintah Republik Indonesia dalam percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000. Sesuai rencana aksi masing-masing daerah dengan batas akhir tahun 2019. Kebijakan Satu Peta ini akan mempermudah dan mempercepat penyelesaian konflik tumpang tindih pemanfaatan lahan dan penyelesaian batas daerah seluruh Indonesia. Melalui implementasi Kebijakan Satu Peta ini dapat mendukung adanya kepastian lahan dan tersedianya informasi spasial yang mudah diakses oleh semua pihak sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi di daerah.
Untuk mendukung Kebijakan Satu Peta tersebut maka penting untuk dilakukan sosialisasi tentang pentingnya peran tata ruang serta pentingnya dilakukan upaya bersama antara pelaksana program PMaP2 dengan Pemerintah Daerah Provinsi NTB di tingkat provinsi maupun kabupaten sebagai penerima manfaat utama dari program PMaP2. Untuk itu, pada tanggal 1-2 Februari lalu LEI telah melaksanakan sosialisasi tataruang yang tahap akhir yang bertajuk “Peran Tata Ruang Dalam Mendukung Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta di Nusa Tenggara Barat”. Kegiatan yang dilakukan secara Paralel Di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Utara ini dihadiri oleh Bappeda, Kantor Lingkungan Hidup, Dinas PU dan Tata Ruang, Dinas Pendidikan, Pemuda & Olahraga, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BPN, SKPD lainnya mewakili BKPRD (6 SKPD), Dinas BPM dan Pelayanan Perijinan (Bidang Pelayanan Perijinan), DPRD (perwakilan komisi terkait tata ruang), Dinas Perhubungan dan Kominfo, DPRD (perwakilan komisi anggaran), Dinas Kelautan dan Perikanan, BPBD dan BPMPD di masing-masing kabupaten.
Sosilisasi tersebut bertujuan untuk membangun pemahaman bersama antara SKPD dan parlemen (legislatif) akan pentingnya peran tata ruang dalam mendukung pengelolaan data dan informasi geospasial sebagai pondasi pengelolaan ruang yang berkelanjutan dan mendukung kebijakan pelaksanaan satu peta di Provinsi NTB sekaligus meningkatkan daya tarik investasi di daerah. Diharapkan di akhir program PMaP2, pemerintah daerah mampu mengelola data dan informasi geospasial terkait pengelolaan ruang dengan didukung teknologi dan sistem informasi tepat guna, yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana yang andal untuk mencapai pengelolaan sumber daya daerah yang berkelanjutan.