Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter “Kita, Alam, dan Masa Depan” di Kabupaten Sumba Barat Daya

Anda di sini

Depan / Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter “Kita, Alam, dan Masa Depan” di Kabupaten Sumba Barat Daya

Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter “Kita, Alam, dan Masa Depan” di Kabupaten Sumba Barat Daya

“Lewat film contoh pengelolaan sumber daya alam menjadi sarana belajar yang efektif karena masyarakat kita kalau tidak melihat tidak percaya” demikian sambutan Kepala Bappeda Sumba Barat Daya, Ibu Elizabeth Kallu saat membuka acara Pemutaran dan diskusi film “Kita, Alam dan Masa Depan” bertempat di Aula Seruni Kompleks Konventu Kabupaten Sumba Barat Daya tanggal 31 Mei 2016 lalu.
Film yang dibuat atas dukungan MCA-Indonesia ini mendokumentasikan inisiatif di tingkat lokal melalui beberapa praktik-praktik pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dengan mengambil lokasi di Pulau Lombok dan Sumba.

Di pulau Lombok, film ini mengisahkan ibu Hj.Ummi Ningsih yang memanfaatkan sampah organik dan an-organik dalam peningkatan ekonomi rumah tangga bersama anggota ibu-ibu PKK di Desanya.  Kisah lain adalah bagaimana Masyarakat Desa Aik Bual, Lombok Tengah menjaga dan membersihkannya sungai sebagai sumber air bersih dari sampah–sampah yang mengotorinya. Sistem informasi desa yang dikembangkan Desa Aik Bual sangat membantu dalam mempromosikan potensi sumberdaya alam untuk peningkatan ekonomi warganya. Salah satunya adalah Embung Bual, potensi ekowisata andalan Desa Aik Bual.
Dari pulau Sumba, dikisahkan Mama Marthina Taraamah yang memanfaatkan dan mensosialisasikan pemanfaatan teknologi biogas sebagai sumber energi terbarukan di Sumba. Ketertarikan terbesarnya pada penggunaan bio gas bukan pada gas yang dihasilkan, tapi lebih kepada pemanfaatan bio slurry atau limbah biogas sebagai bahan pupuk organik. Baik bio slurry cair dan bio slurry padat. Bahkan pupuk cair yang dibuat dari bahan bio slurry sekarang sudah dijual oleh Mama Marthina dan memberi penghasilan ekonomi.    
Kisah lain dari Sumba dalam film ini tentang Pak Rahmat Adinata, petani yang memberikan pengetahuan baru mengenai cara bertani termasuk memanfaatkan lahan kering yang selama ini hanya dipakai untuk menanam jagung. Pak Rahmat juga memperkenalkan metode system rice intensification (SRI) sampai pemanfaatan bahan alami sebagai pestisida dan pupuk.  Mimpi besarnya agar Sumba menjadi pulau oganik sebab air, tanah dan udaranya masih alami.
Setelah pemutaran film ada diskusi kelompok yang dipandu oleh moderator Ibu Martha Hebi dengan membagi peserta dalam dua kelompok sesuai peserta yang hadir yaitu kelompok pemerintah daerah (SKPD) dan kelompok gabungan LSM, komunitas, dan perguruan tinggi. Dari hasil diskusi ternyata muncul banyak praktik-praktik baik yang telah dilakukan terkait pengelolaan sumber daya alam. Misalnya yang telah dilakukan oleh pihak SKPD antara lain pembangunan embung penampung air hujan, pembagian anakan untuk pelestarian sumber mata air, pembangunan bak sampah dan pembagian tempat sampah ke sekolah-sekolah, penanaman mangrove dan kelapa di wilayah pesisir, penanaman anakan di hutan rakyat, pembuatan silo tempat penampungan silase serta pembuatan dan pemanfaatan biourine untuk tanaman sayur. Untuk ide/gagasan kedepan kelompok SKPD berharap terbentuknya kawasan perkantoran peduli lingkungan yang mengurangi pemakaian air dalam kemasan, pembentukan kelompok ibu-ibu peduli lingkungan lewat PKK Kabupaten dan Kecamatan serta pembuatan demplot pemanfaatan biourine dan bioslury.

Sementara dari kelompok LSM, komunitas dan perguruan tinggi, praktik-praktik baik yang sudah dilakukan antara lain pembuatan pupuk organik cair dan padat skala rumah tangga dan komunitas. Pembuatan bingkai A untuk konservasi lahan miring, penanaman tanaman penguat pematang, pembuatan WC maju mundur sistem 3 lubang di desa yang sulit mendapatkan air atau jauh dari sumber air untuk menghemat penggunaan air sekaligus mengolah kotoran manusia menjadi pupuk. Pembentukan kelompok ekologis akademis di STKIP Weetabula yang sampai saat ini telah melakukan penanaman 1500 pohon kemiri sunan, 5000 pohon kelor dan 15000 pohon nimba di area seluas 100Ha milik kampus.
Untuk ide/gagasan kedepan kelompok LSM, komunitas dan perguruan tinggi berharap nantinya dapat dikembangkan sistem pengairan sederhana yang murah dan efektif pada satu area, ada kelompok-kelompok daur ulang sampah untuk setiap komunitas, ada praktek-praktek sekolah lapang di tingkat komunitas kota dan desa, replikasi model WC tiga lubang ke lebih banyak desa, setiap rumah tangga di Sumba Barat Daya menanam tanaman umur panjang di pekarangan serta ada media visual yang murah meriah untuk menyebarluaskan praktik baik tentang pengelolaan SDA berbasis masyarakat.
Dalam kesempatan ini juga salah seorang peserta, Ibu Fransiska Lali dari Forum Perempuan Rahimku berbagi cerita tentang upaya pelestarian lingkungan yang telah dilakukan suaminya sehingga beliau mendapatkan penghargaan Kalpataru tahun 2014. Upaya pelestarian lingkungan telah dimulai sejak tahun 2008 di kawasan Pantai Oro, dengan membersihkan pantai dari sampah, membuat hutan kecil di sekitar kawasan pantai sehingga melestarikan beberapa jenis burung dan kupu- kupu sampai pemanfaatan tenaga surya untuk sumber listrik di penginapan yang dikelolanya. Ibu Sisca sendiri menegaskan bahwa berdasarkan pengalamannya dalam mengelola sumber daya alam di sekitarnya perlu ada kerjasama dan dukungan dari pemerintah lewat kebijakan sehingga upaya ini dapat berlanjut.

Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI, Ibu Caroline Tupamahu sangat antusias mengikuti berbagai cerita yang disampaikan para peserta karena kegiatan ini memang dilaksanakan untuk menggali sebanyak mungkin pengetahuan-pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat untuk disebarluaskan sehingga makin banyak pihak yang mendapat manfaat. Untuk awal ini, film yang dibuat memang masih berlokasi di Sumba Timur tetapi ke depan bisa saja ada cerita-cerita dari Kabupaten lain di Pulau Sumba yang didokumentasikan, apakah itu lewat film ataupun produk pengetahuan lain seperti komik dan artikel.
Menutup kegiatan ini, perwakilan MCA-Indonesia Bapak Stefanus Segu menghimbau kepada semua peserta agar semakin giat untuk bertukar informasi dan pengetahuan karena di Sumba Barat Daya sendiri sudah banyak kerja-kerja untuk isu pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang dihasilkan oleh semua pelaku pembangunan hanya saja proses dokumentasi dan penyebarluasannya yang masih kurang. Harus disadari bahwa dalam diri setiap orang ada potensi yang bisa membuat diri sendiri maupun orang lain menjadi maju atau setiap orang dapat menjadi agen perubahan, tinggal bagaimana ia bersedia bertukar pengetahuan dan informasi dengan pihak lain.
MCA-Indonesia sendiri berfokus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersandarkan pada sektor-sektor kemakmuran atau sektor- sektor yang dapat diperbaharui dan menghindari aktifitas ekonomi yang berdasarkan pada aset-aset yang tidak bisa diperbaharui seperti fosil, mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan. Sehingga kedepan diharapkan semakin banyak aktifitas dan ketrampilan yang terkait sektor kemakmuran, misalnya masyarakat mendapat tambahan penghasilan dengan mengolah limbah biogas menjadi pupuk padat dan cair (bioslurry). Pak Stefanus Segu yakin bahwa sejauh ini aktifitas dan ketrampilan seperti ini sudah ada di masyarakat Sumba Barat Daya tetapi yang paling penting adalah bagaimana hal ini terus didampingi oleh pemerintah, LSM maupun akademisi sehingga terjadi transfer pengetahuan untuk optimalisasi capaian- capaian tersebut dan setelah menonton film ini ada aksi-aksi lanjutan yang dilakukan agar informasi dan pengetahuan ini semakin dimiliki oleh masyarakat luas. **

Feedback
Share This: