Pelatihan Budidaya Hortikultura yang Baik, Hemat Air dan Rendah Emisi
Salah satu penerima hibah pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat/ Window 2 dari Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia yang mulai bekerja di Pulau Sumba sejak bulan Juli 2016 adalah Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan NTT yang dikoordinator oleh CIS Timor dan beranggotakan 9 lembaga yaitu Yayasan Wali Ati (Yasalti), Yayasan Harapan Sumba (YHS), Satu Visi, Koppesda, Pakta, Pelita Sumba, Waimaringi dan Bengkel Appek. Konsorsium ini mengusung nama program “Optimasi Pengelolaan DAS Kambaniru, Karendi dan Mangamba Katewel Melalui Aksi Konservasi Lingkungan dan Peningkatan Ekonomi Berbasis Masyarakat di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur”.
Pada tangggal 15-17 September 2016 yang lalu, Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan NTT ini melaksanakan kegiatan “Pelatihan Budidaya Hortikultura Yang Baik, Hemat Air dan Rendah Emisi” untuk 8 Desa dan 2 Kelurahan di Kabupaten Sumba Timur yang berada di kawasan DAS Kambaniru, yaitu desa Katikuwai, Waikanabu, Mahaniwa, Maidang, Kiritana, Lukukamaru, Mbatakapidu, Kelurahan Maulumbi dan Kelurahan Mauhau. Beberapa komoditi yang akan dikembangkan lewat pelatihan ini antara lain tomat, lombok kecil, lombok besar, bawang, kacang panjang, buncis, wortel, pepaya California serta komoditi lain sesuai permintaan pasar dan kecocokan lahan.
“Selama ini kebanyakan para petani hortikultura berpendapat bahwa untuk menanam hortikultura diperlukan banyak air sehingga dampaknya malah tanaman terlalu banyak mendapatkan air dan akhirnya busuk. Dengan kondisi NTT khususnya Sumba yang didominasi oleh lahan kering dan musim kemarau panjang maka kita mencoba untuk mendorong petani mengambil keputusan untuk melakukan aktivitas pertanian hortikultura memaksimalkan musim kemarau bagi peningkatan ekonomi rumah tangga. Dan tentu saja pendekatannya haruslah lewat pemahaman tentang teknik budidaya pertanian lahan kering yang hemat air, penggunaan pupuk organik (pupuk organik yang dimaksud dalam program ini adalah pupuk bokasi, karena dengan rutin menggunakan bokasi secara tidak langsung mengurangi ketergantungan terhadap pupuk dari pabrik/ pupuk kimia yang jangka panjangnya dapat memperkecil emisi karbon yang dihasilkan oleh pabrik pupuk itu sendiri), mendorong pertanian menetap dan meninggalkan pola ladang berpindah bahkan memperkuat mereka sehingga dapat melakukan peningkatan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan melalui akses informasi pasar dan pengembangan demplot" demikian penjelasan Ibu Ninu Rambu selaku Koordinator DAS (Daerah Aliran Sungai) Kambaniru yang mengkoordinir kegiatan pelatihan untuk Kabupaten Sumba Timur ini.
Saat ini produksi hortikultura di Sumba sangat terbatas sehingga masih bergantung pada produksi dari luar Sumba yaitu 95 % dari pulau Sumbawa, Flores dan pulau lainnya di NTT. Karena rendahnya produksi pertanian dan tidak dapat memenuhi permintaan pasar lokal, sehingga kebutuhan sayur misalnya harus dipenuhi dengan sayur yang didatangkan dari luar pulau maka perlu dilakukan Pelatihan Budidaya Hortikultura Yang Baik, Hemat Air dan Rendah Emisi sehingga petani mampu melakukan pengembangan model portofolio komoditas untuk mendukung kegiatan budidaya hortikultura yang berkelanjutan dan ramah lingkungan serta mampu mengurangi emisi gas rumah kaca, lanjut Ninu Rambu.
Pelatihan ini juga sekaligus hendak menegaskan bahwa tidak benar jika hortikultura itu tidak ada harganya karena dengan pendekatan portofolio komoditi petani telah diajarkan untuk selektif pada apa yang akan ditanam dengan memperhatikan selera pasar. Mengapa portofolio komoditi? Portofolio yang dimaksud dalam program ini berarti berbicara tentang identitas, karakter, kapasitas dan kapabilitas kepada pengguna agar ada ketertarikan untuk mengenal dan berkeinginan membangun hubungan, contohnya sebuah tomat mampu memperkenalkan dirinya kepada mahkluk lain (publik) agar tertarik untuk mengkonsumsinya atau malah sebaliknya. Dan juga tomat mampu menunjukan nilai ekonomi dalam suatu rantai pasar hortikultura dunia
Untuk dua hari pertama, kegiatan dilakukan di dalam kelas dengan penyampaian materi sesuai modul yang sudah disiapkan fasilitator dan hari terakhir dilakukan di luar kelas dengan praktek pembuatan pupuk organik cair, bokasi dan praktek pertanian vertikultur yang sangat cocok untuk lahan sempit, kritis dan kurang air. Kegiatan ini difasilitasi oleh Ir. Zet Malelak. M.Si dan Boas Tanau.
Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, telah dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) Collecting Data pada akhir Agustus 2016. Mengapa Collecting Data? Tujuan dilaksanakan kegiatan collecting data ini adalah untuk mengetahui atau mendapat informasi terkait komoditi, saluran pasar, rekomendasi kalender tanam yang sensitif pasar dan daya serap dari pasar hortikultura dari pelaku pasar yang ada di 4 Kabupaten ( Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya).
Pada kesempatan ini para petani hortikultura menyampaikan suka dukanya menanam hortikultura di daerah aliran sungai, dimana dampak negatifnya adalah hasil melimpah yang tidak diikuti dengan kemampuan mengolah hasil pasca panen sehingga banyak sayuran yang dibiarkan membusuk, apalagi pola tanamnya serempak sehingga panenpun serempak.
Walaupun disisi lain sebenarnya menurut para pelaku pasar mereka berharap tingkat produksi menurun karena makin sedikit jumlah produksi makin tinggi harganya di pasaran dan ini menguntungkan, sementara untuk petani hortikultura produksi dalam jumlah kecil justru akan memperbesar biaya produksinya.
Kegiatan lain yang juga dilakukan oleh Konsorsium ini pada bulan Agustus 2016 adalah FGD Inisiasi Pasar, yang bertujuan untuk mempertemukan petani hortikultura dengan pelaku pasar, dalam hal ini terjalin komunikasi dan tukar informasi.
Dalam kegiatan tersebut para petani hortikultura dipertemukan dengan beberapa pelaku pasar di pasar-pasar utama yang ada di 4 Kabupaten di Pulau Sumba. Hal ini dimaksudkan untuk membangun jaringan pemasaran yang memastikan hasil-hasil petani nantinya terdistribusi dengan baik sehingga tantangan hasil panen melimpah justru menjadi peluang untuk semakin meningkatkan ekonomi petaninya. Hasil dari kedua kegiatan di atas adalah Dokumen Portofolio Komoditas.
Portofolio komoditi adalah model pengembangan komoditi yang didasarkan pada pemahaman yang lengkap tentang jenis komoditi yang akan dikembangkan dari sisi syarat benih, syarat tumbuh, waktu tanam, teknik budidaya, dan saluran pemasaran dan daya serap pasar. Model ini akan bermanfaat untuk mengurangi resiko kerugian karena gagal tanam/panen dan pemasaran. Model Portofolio Komoditi sesungguhnya mengadopsi sistim rantai nilai, dimana sebuah komoditi yang akan dibudidayakan dimulai juga dengan menganalisis kebutuhan dan pelaku pasar. Kegiatan akan dimulai dengan pengumpulan data untuk pengembangan model portofolio komoditi untuk kemudian diintegrasikan dengan pelatihan dan penerapan dalam teknik budidaya hortikultura yang baik, hemat air dan rendah emisi sehingga produksi hortikultura dapat diserap pasar. Pemasaran akan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pasar lokal kabupaten atau dalam pulau Sumba sambil dilihat kemungkinan untuk mengembangkan pasar diluar pulau Sumba.
Peserta yang terlibat dari kegiatan ini sekitar 27 orang dan merupakan perwakilan dari Desa/Kelurahan lokasi kerja Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan NTT di Sumba Timur yang terdiri dari unsur pelaku produksi, pelaku pasar, badan pengurus kelompok dan pendamping desa. Menurut Yanti Rambu Babang dari Yayasan Wali Ati yang bertugas sebagai pendamping lapangan di Kelurahan Maulumbi, sebagai seorang sarjana pertanian ada banyak hal baru yang didapat dengan kegiatan ini. Misalnya tentang cara pemanfaatan arang dan sekam padi dalam pembuatan bokasi.
Kegiatan Pelatihan Budidaya Hortikultura Yang Baik, Hemat Air dan Rendah Emisi ini dilaksanakan juga di Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat pada tanggal 19-21 September 2016 untuk 10 desa yang ada di kawasan DAS Karendi yang dikoordinatori oleh Bapak Daniel Ledi dan tanggal 22-24 September 2016 untuk 10 desa yang ada di kawasan DAS Mangamba Katewel yang dikoordinatori oleh Ibu Redempta Bato.
Dimana ada hal menarik yang terjadi juga dalam kegiatan pelatihan untuk DAS Karendi dan DAS Mangamba Katewel terkait keterlibatan kelompok perempuan maupun sinergitas antar program dengan dukungan dari pihak pemerintah seperti Bupati, Dinas Pertanian, Camat dan Kaplores. Di DAS Karendi misalnya jumlah peserta dari desa 99% adalah ibu-ibu kelompok tani. Realita menggambarkan para ibu-ibu di DAS Karendi yang mendominasi bidang hortikultura sedangkan bapak-bapak mendominasi bidang peternakan. Maka Pelatihan Budidaya Hortikultura tersebut di dominasi oleh para ibu, dan bapak cuma satu orang. Nilai gender berdampak baik dalam hal ini. Hal menarik lainnya adalah dukungan pemerintah berupa kehadiran Kepala Dinas Pertanian, kepala BP3KP, Camat dan Kapolres Sumba Barat.
Sementara untuk DAS Mangamba Katewel, dukungan pemerintah sangat kuat di DAS ini. Terlihat dari antusias Bupati Sumba Barat Daya, Markus Dairo Tallu, SH dan Wakil Ketua DPR, Benyamin Tako. Bupati sendiri berkomitmen membantu sollar cell dengan menggunakan sumbangan pribadi dan sumbangan pemerintah berupa mesin air. Selain itu juga ada komitmen untuk menjadikan Desa Karuni, yang merupakan lokasi praktek DAS Mangamba Katewel sebagai demplot seluas 5 Ha untuk budidaya hortikultura.