Membangun Sinergi Untuk Hidup Petani Semanis Cokelat
“ Gerakan ini adalah bagian kecil dari dukungan terhadap Revolusi Pertanian yang sedang dikerjakan oleh Pemerintah Daerah Sumba Barat Daya. Kami mengambil komitmen untuk mendukung para petani kakao. Mereka tidak boleh semata fokus untuk menanam kakao dan lupa untuk menanam tanaman pangan bagi kebutuhan sehari-harinya. Singkatnya lewat gerakan ini kami hanya ingin agar petani kakao kami menjadi tuan diatas kebunnya sendiri. Jangan mereka hanya tukang tanam dan orang lain yang tukang panen” ucap Pater Mike M Keraf, Koordinator Konsorsium Weepadalu saat kegiatan kick off program dalam bentuk “ Pertemuan Sosialisasi dan Koordinasi Program Pengembangan Pertanian Konservasi Berbasis Kakao dan Tanaman Pangan di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur”, Kamis 6 Oktober 2016 di Aula Hotel Sumba Sejahtera, Sumba Barat Daya.
Kegiatan ini bertujuan untuk Me-launching program Pengembangan Pertanian Konservasi Berbasis Kakao dan Tanaman Pangan di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur”; Sinkronisasi program sektor pertanian dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya dengan proyek pengembangan pertanian konservasi berbasis kakao dan tanaman pangan di Kabupaten Sumba Barat Daya serta Membangun komitmen bersama stakeholder pada sektor pengembangan pertanian konservasi berbasis kakao dan tanaman pangan di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Kick Off program ini dihadiri oleh Bupati Sumba Barat Daya yang diwakili oleh Kepala Badan Kesbangpol, selain itu hadir juga Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Lapangan, PRM dan DRM MCA-Indonesia, Pimpinan LSM anggota Konsorsium Weepadalu, mitra MCAI dari green knowledge dan green prosperity project, perwakilan pemerintah desa dan kelompok petani kakao dari lokasi program.
Hari itu, sebuah langkah kecil mengumpulkan energi dari banyak pihak untuk mendukung mimpi tentang petani kakao sedang dimulai. Tarian Woleka yang dibawakan oleh para penari dari Desa Watukawula saat pembukaan seolah menyebarkan semangat bagi semua yang hadir untuk segera bersama bekerja bagi para petani kakao.
Sementara itu dukungan Pemerintah Daerah Sumba Barat Daya ditegaskan dalam sambutan Bupati yang dibawakan oleh Bapak Fransiskus Adi Lalo selaku Kepala Badan Kesbangpol, yang menyatakan bahwa kerja-kerja yang dilakukan oleh Konsorsium Weepadalu sebagai bentuk kepedulian untuk ikut serta meningkatkan kapasitas petani serta produktifitas lahan secara berkelanjutan. Pemda melihat program ini juga sebagai upaya untuk mengisi program di sektor pertanian serta membangun komitmen bersama para stakeholder pada sektor pengembangan pertanian konservasi berbasis kakao dan tanaman pangan.
Menurut Kepala Bappeda, Ibu Elisabeth Kallu, catatan penting yang harus diperhatikan dalam kerja-kerja bersama ini adalah agar ruang komunikasi, koordinasi dan sinergi yang telah ada selama ini (misalnya berupa pertemuan rutin multipihak Sekretariat Bersama/Sekber) di Bappeda dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga data dan informasi yang menjadi database program dapat dishare dengan baik, khususnya bagi SKPD terkait sebagai referensi untuk melakukan integrasi program. Karena dalam pertemuan sebelumnya, telah ada komitmen dari Konsorsium Weepadalu untuk melibatkan SKPD terkait sebagai tim monitoring dan evaluasi. Juga khusus untuk menjamin lahan-lahan pertanian berkelanjutan, poin ini telah dimasukkan dalam Perda RTRW Kabupaten (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) yang saat ini sedang direvisi.
Pulau Sumba di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia dengan luas 11,000 km2, dan penduduk sekitar 700,000 – merupakan salah satu pulau yang penduduknya tergolong miskin di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Sumba berprofesi sebagai petani atau peternak (95%) dengan pola sub-sisten. Petani/peternak tersebut berpenghasilan sangat rendah. 13% petani/peternak berpenghasilan rendah (Sumber: SBD dalam angka tahun 2014). Taman pangan yang banyak dibudidayakan adalah jagung, padi dan singkong yang jumlah produksinya rendah sehingga mencukupi kebutuhan pangan atau hasilnya tidak cukup untuk diperjualbelikan sebagai sumber pendapatan. Lahan pertanian umumnya belum digarap secara maksimal bahkan sebagian petani menelantarkan lahan miliknya atau tidak ditanami. Sekitar 25% lahan petani tidak optimal dibudidayakan (setara 5.000 -10.000 m2). Melihat kondisi ini, tantangan sosial dan ekonomi di masyarakat Sumba di bidang pertanian sangat besar terutama dalam hal bagaimana meningkatkan pendapatan masyarakat dari sektor pertanian.
Konsorsium Weepadalu adalah salah satu penerima hibah dari Millenium Challenge Account Indonesia (MCAI) untuk Jendela 2 Hibah Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat yang bekerja sejak bulan Juli 2016 di sekitar 31 desa untuk 36 kelompok petani kakao di Sumba Barat Daya. Konsorsium ini beranggotakan Yayasan Kalola Moripa, Yayasan Hati Nurani, Yayasan Kasimo, Yayasan Peduli Kasih, BK3D Sumba, Yayasan Komunitas Radio Max FM Waingapu, Yayasan Transfair Indonesia dan lead konsorsium adalah Yayasan Pengembangan Kemanusiaan Donders. Konsorsium ini bekerja dengan fokus utama pada pemgembangan kakao dan juga tanaman sela berupa tanaman pangan dan hortikultura dengan jenis kegiatan mulai dari pelatihan, aplikasi teknologi, pendampingan kelompok sampai bantuan sarana dan bibit.
Kita semua tentu mengenal cokelat/ kakao. Cokelat saat ini sudah hampir menjadi kebutuhan banyak orang. Setiap makanan dan minuman yang kita santap sehari-hari, sedikit banyak mengandung cokelat. Tak hanya makanan dan minuman, cokelat juga mulai merambah dunia farmasi dan kosmetik atau kecantikan. Namun pernahkah kita berpikir tentang kehidupan para petani cokelat? Di Kabupaten Sumba Barat daya kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan unggulan selain jambu mente, kopi, kelapa dan kemiri.
Pohon kakao, merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peluang usaha dan nilai ekonomi yang tinggi. Bayangkan saja, kakao yang merupakan bahan baku cokelat yang bisa panen tiap hari. Ya, kakao berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Dalam budidaya kakao tak perlu menunggu waktu lama untuk memanen buah cokelat dari pohonnya, proses pemanennya pun bisa dilakukan tiap hari jika sudah ada kakao yang tua atau siap panen.
Bagi Konsorsium Weepadalu, memanfaatkan peluang ini haruslah diikuti oleh sejumlah strategi/kerja cerdas untum pengembangan kakao dengan cara: Memperkenalkan praktek pertanian konservasi (conservation agriculture); Meningkatkan kapasitas petani, khususnya kapasitas petani kakao di bidang P3S: pemangkasan, pemupukan, panen teratur & sanitasi, serta kapasitas penanganan paska panen dan kualitas biji kakao; Perluasan areal tanam kakao (pola perkebunan rakyat), integrasi tanaman pangan dan hortikultura; Akses pasar biji kakao fermentasi, organik dan Pengeringan yang standard serta meningkatkan kapasitas kelembagaan petani (Koperasi) dan jejaring kerjasama (Forum). Hal ini seperti yang dijelaskan Bapak Adi Lagur selaku Consultans Sector and Renewable Energy. “ Kakao yang akan dibudidayakan tentu saja harus menunggu waktu lama saat panen,namun untuk menuju ke arah sana petani dipersiapkan dengan budidaya tanaman pangan dan hortikultura” kata Pak Adi. Program ini didesain untuk memberdayakan petani kakao tanpa membuatnya kelaparan karena harus menunggu hasil penjualan kakao dan hal inilah yang menjadi concern Konsorsium Weepadalu. Selain itu juga akan ada ruang belajar bersama untuk transfer pengetahuan juga teknologi bagi petani maupun warga lainnya lewat Weepadalu Cacao Clinic Center.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, Bapak Ir. Yohanes Oktovianus, MM ada 3 program utama Pemda Sumba Barat Daya dalam rangka mendukung kedaulatan pangan (Nawacita ke 6). Yaitu peningkatan produksi pangan pokok berupa padi dan jagung hibrida, peningkatan produksi daging sapi yang mencakup pengembangan ternak dan pengembangan kawasan agribisnis pertanian terpadu serta tekad capaian revolusi swasembada sayur seluas 100 ha dan penghasil buah-buahan dengan penanaman seluas 1000 ha.
Khusus untuk peningkatan produksi pangan pokok dan revolusi swasembada sayur, salah satu tantangan yang dihadapi adalah terkait terbatasnya sumber pupuk organik. Ini merupakan ruang sinergi antara pemerintah dengan petani, dimana dalam program ini petani juga didorong untuk memproduksi dan memanfaatkan pupuk organik berbahan limbah tanaman coklat maupun sayuran bahkan dapat membantu meningkatkan penghasilan petani lewat penjualan pupuk organik tersebut.
Bapak Herman G Ate, selaku Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Lapangan juga ikut menegaskan bahwa pihaknya siap untuk mendukung program ini. Di tingkat desa ada penyuluh-penyuluh yang telah bekerja dan para pendamping kelompok dari Konsorsium Weepadalu diharapkan dapat bersinergi dengan mereka untuk sama-sama mengangkat harkat dan martabat petani. Terkait dengan pemberian berbagai bantuan dari pemerintah yang harus berbasis kelompok maka untuk kelompok-kelompok petani yang sudah siap secara adminstrasi dan butuh dikukuhkan oleh instansinya maka hal itu akan segera dilakukan untuk legalitas kelompok.
Pada kesempatan ini juga ada diskusi terkait upaya membangun kesepakatan awal untuk pembentukan forum kakao Sumba yang dipandu oleh Bapak Rony Malelak. Forum ini nantinya diharapkan dapat berfungsi untuk memperkuat kapasitas kelembagaan ekonomi petani berbasis agribisnis kakao serta meningkatkan kemampuan mengelola usahatani melalui pengembangan akses pasar dan jejaring usaha dan kemitraan dengan pelaku usaha (lokal-internasional). Beberapa petani ikut ambil bagian menyatakan gagasan mengapa forum ini harus menjadi bagian penting, misalnya forum dapat membantu untuk advokasi soal produksi maupun harga kakao, menjadi ruang untuk bersinergi dengan banyak pihak, forum dapat menjadi cikal bakal koperasi petani kakao, ruang sharing informasi dan pengetahuan serta forum dapat juga mengakomodir kepentingan kelompok petani perempuan.
Kegiatan yang berlangsung sehari ini berhasil merangkum beberapa poin penting yaitu Pemda berkomitmen mendukung program ini karena mendukung pertanian berkelanjutan; Membangun kooordinasi lintas sektor dengan mengoptimalkan sekretariat bersama; Pemda dan DPRD telah merancang perda tata ruang yang mendukung tata ruang bagi lahan-lahan pertanian guna menjamin pertanian berkelanjutan serta komitmen Konsorsium Wee Padalu dan konsorsium lainnya atas dukungan MCA-I untuk bekerjasama dengan Pemda dan mitra.