Membangun Kolaborasi untuk Pemulihan Lahan Gambut Terdegradasi di Jambi

Anda di sini

Depan / Membangun Kolaborasi untuk Pemulihan Lahan Gambut Terdegradasi di Jambi

Membangun Kolaborasi untuk Pemulihan Lahan Gambut Terdegradasi di Jambi

Indonesia adalah negara urutan keempat dalam hal luas lahan gambut. Diperkirakan, Indonesia memiliki 20,6 juta Ha lahan gambut. Sumatera menjadi pulau dengan luas lahan gambut terbesar di Indonesia atau kira-kira 6.436.649 ha dengan kedalaman dangkal yaitu sekitar 50-100 cm hingga sangat dalam yaitu lebih dari 300 cm.
Gambut sendiri adalah sebutan untuk jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi dan bisa menjadi bahan energi. Gambut yang dikeringkan bisa digunakan sebagai bahan bakar. Semakin rendahnya kadar air di beberapa lahan gambut di Indonesia dituding sebagai penyebab kebakaran hutan parah di tahun 2015. Kebakaran hutan ini menjadi sebuah bencana nasional yang sangat buruk.

Bencana itu pula yang menjadi salah satu pertimbangan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk menerbitkan Keppres Perpres nomor 1 tahun 2016 bertanggal 6 Januari 2016. Isinya adalah pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG), sebuah lembaga non struktural yang berada dan bertanggungjawab penuh kepada presiden.

Tugas utama BRG adalah mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronisasikan dan   memfasilitasi semua pihak yang melakukan upaya restorasi gambut pada Provinsidi 7 provinsi target yaitu Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Papua. Targetnya hingga 2020, BRG bisa merestorari merestorasi 20 juta hektar lahan gambut di tujuh provinsi tersebut. Saat ini luas gambut di Indonesia tersisa 12,9 juta ha, yang berada pada 408 kesatuan hidrologis gambut seluas 22 juta ha.  Khusus provinsi Jambi, kawasan yang bergambut seluas 617.000 ha, sayangnya 65 rb ha terbakar di tahun 2015 dan ditahun sebelumnya. 243rb ha dari kawasan gambut ini berada pada kubah/gambut dalam yang sudah terlanjur dibuat jaringan kanal. Di kawasan ini ada berada di kawasan peruntukan untuk budidaya dan ada juga kawasan untuk kawasan lindung. Berita yang cukup menggembirakan dari Jambi adalah 208rb ha gambut yang masih utuh, diharapkan untuk tidak dibuka lagi. 

Target kabupaten restorasi di 5 Kabupaten di Jambi: Muaro jambi, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Sarolangin dan Merangin. Komposisinya terdapat 26.000 ha di kawasan lindung, dan sebagian kawasan lindung yang menjadi target tersebut yang dulunya mengalami kebakaran, ada 100.000 ha berada pada lahan konsesi atau lahan budidaya yang berijin baik itu IUPHHK maupun kebun dan 26.000 ha berada pada kawasan yang belum ada izin diatasnya. Pada kawasan konsesi itu, upaya restorasi memerintahkan kepada pemegang konsesi untuk melakukan upaya restorasi. Sedangkan pada kawasan yang belum ada izin, tugas restorasi diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah.

Deputi I Perencanaan dan Kerjasama BRG, Budi Wardhana mengakui, target BRG tersebut tidak mungkin bisa dicapai dengan bekerja sendiri. BRG, menurut Budi Wardhana perlu bantuan semua pihak, baik dari pemerintah daerah, warga maupun pihak lain tidak terkecuali mitra-mitra penerima hibah dari MCA-Indonesia. Hal itu diungkapkan Budi Wardhana dalam pembukaan Workshop Membangun Upaya Kolaborasi dalam Pemulihan Lahan Gambut Terdegradasi di Provinsi Jambi di ruang rapat Dharma Wanita BAPPEDA Provinsi Jambi, Senin (27/2).

Pertemuan tersebut dimaksudkan sebagai sarana berbagi informasi, sinkronisasi program, harmonisasi program untuk saling mendukung satu sama lain, sehingga tidak ada tumpang tindih program, berkoordinasi antar beberapa pihak yang punya kepentingan dengan kegiatan restorasi gambut di Provinsi Jambi. Selain itu, yang ingin dicapai dalam pertemuan ini adalah  persyarataran dan aturan pelaksanaan restorasi gambut di daerah, pihak yang berwenang dan bertanggung jawab dari Pemerintah Daerah untuk melancarkan upaya restorasi ini. Workshop ini juga bertujuan ada hubungan yang real dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat yang terlibat dalam kegiatan, perlu ada koordinasi yang terus menerus dan terjadwal, di akhir melalui pertemuan-pertemuan koordinasi di tingkat daerah, baik itu pertemuan koordinasi kebijakan maupun koordinasi teknis yang dapat membantu mempercepat proses pelaksanaan kegiatan restorasi di lapangan. Keterlibatan Tim Restorasi Gambut Daerah menjadi perpanjangan tangan BRG di daerah, meskipun sifatnya adhoc dan koordinatif. Terakhir, percepatan proses perijinan dan kejelasan izin apa saja yang diperlukan untuk kegiatan di lapangan juga menjadi agenda penting yang dibahas pada workshop ini.

Selain itu beberapa perwakilan dari BRG, rapat hari itu juga diikuti oleh perwakilan dari Millenium Challenge Account Indonesia (MCA-Indonesia) serta beberapa mitra lembaga dan konsorsium seperti WWF Rimba, Gita Buana, Yayasan Belantara, konsorsium EMM Kehijau Berbak, perwakilan dari dinas kehutanan Provinsi Jambi, Dinas Lingkungan Hidup, dan unsur pemerintah terkait lainnya.

MCA-Indonesia memang ikut terlibat dalam usaha restorasi lahan gambut melalui bantuan hibah Kemakmuran Hijau. Hibah tersebut disalurkan lewat beberapa mitra lembaga dan konsorsium. Mengingat durasi program yang akan berakhir di April tahun 2018, sehingga koordinasi menjadi sangat penting dan mendesak unuk dilakukan guna mempercepat kegiatan di lapangan. Koordinasi multipihak yang terlibat mulai dari pemerintah pusat siapa saja yang terlibat begitupun di pemerintah daerah baik level provinsi maupun kabupaten/kota, mitra penerima hibah, stakeholder lainnya serta masyarakat lokal. Untuk itu, perlu diidentifikasi lebih detail lagi pelaku-pelaku restorasi lainnya yang berada pada satu kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), melibatkan UPTD baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seperti UPTD Tahura dan tim Restorasi Gambut Daerah.

Dalam acara yang sama, Deputi Konstruksi, Pembasahan, Operasional, dan Pemeliharaan BRG Alue Dohong memaparkan rencana kerja BRG dalam usaha merestorasi lahan gambut sesuai rencana dan target mereka. Menurutnya, usaha merestorasi tersebut didasarkan pada 3P yaitu: Pembasahan Kembali, Penanaman Kembali dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Waktu yang tepat untuk melakukan konstruksi kanal blocking adalah saat musim kemarau (Juli – Agustus).

BAPPEDA Provinsi Jambi yang diwakili oleh Plt. Kepala BAPPEDA, Agus Sanusi menyambut positif workshop tersebut. Menurutnya, usaha merestorasi lahan gambut di Provinsi Jambi yang mengalami degradasi memang sudah seharusnya menjadi perhatian banyak pihak. Agus Sanusi juga menyampaikan harapannya agar workshop hari itu ini bisa dimanfaatkan untuk mengerucutkan diskusi, sekaligus memfasilitasi berbagai pihak yang dianggap bisa memberi kontribusi besar bagi usaha merestorasi lahan gambut.

Upaya Restorasi Lahan Gambut
Acara yang dimulai pukul 09:00 WIB itu dibagi dalam dua sesi. Di sesi pertama, Susilo, Kepala Kelompok Kerja BRG wilayah Sumatera memaparkan berbagai usaha yang akan dilakukan oleh BRG dalam mencapai target mereka.
Secara singkat, Susilo menjelaskan teknis pelaksanaan 3P yang merupakan bagian dari usaha restorasi lahan gambut. Pembasahan kembali, intinya bagaimana air di lahan gambut bisa bertahan lebih lama dan lebih luas sehingga lahan gambut tetap lembab sehingga tidak mudah terbakar. Apa yang dilakukan untuk mempertahankan air dalam gambut adalah dengan membuat sekat kanal (canal blocking), penimbunan kanal (kanal backfilling) serta pembuatan sumur bor. Penanaman kembali melalui persemaian dan pembibitan, penanaman dan regenerasi alami. Ketiga melalui Penguatan Kesejahteraan Masyarakat Lokal melalui Paludiculture tanaman sagu, jelantung , selain itu perikanan dan ekoturisme.  Setelah pemaparan dari Bapak Susilo, nya giliran mitra penerima hibah MCA Indonesia yang memaparkan kegiatan mereka.

WWF Rimba yang diwakili oleh Zainuddin, mempresentasikan apa yang sudah dilakukan oleh WWF Rimba di Jambi, utamanya di daerah Hutan Lindung Gambut (HLG) Londerang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi (cluster 2) luasnya 64.500 ha.  Ada 10 desa yang mengelilingi HLG Londerang, ada hutan desa juga di dalamnya, 5 HGU (Hak Guna Usaha), 2 HTI (Hutan Tanaman Industri) ada hutan desa dan ada hutan lindung juga. Target program ini bloking kanal 70 DAM (10 besar diatas 6 meter, 60 kecil dibawah 6 meter), reforestasi 200 ha, serta instalasi Monitoring Api dan GWL (Ground Water Level).  Di akhir presentasinya, Zainuddin juga kembali menegaskan perlunya dukungan perijinan dari pemerintah daerah untuk mempercepat proses kegiatan restorasi gambut yang dilakukan oleh WWF Rimba.

Selepas itu giliran Konsorsium MME EMM (Euroconsult Mott MacDonald) yang ikut mempresentasikan rencana kegiatan mereka di lapangan. Berbeda dengan WWF Rimba yang sudah melaksanakan kegiatan sejak lama, konsorsium MME EMM baru berada pada tahap rencana restorasi lahan gambut di daerah TAHURA (Taman Hutan Raya) Berbak. EMM bermitra dengan Universitas Jambi, Yayasan Mitra Aksi, Perkumpulan Gita Buana, Perkumpulan Walestra selaku mitra pelaksana . Lokasi kegiatan di Tahura Berbak terdiri dari hutan lindung dan HPH Berbak. Dalam upaya restorasi gambut dalam hal teknis sama seperti WWF Rimba, juga akan membangun sekat kanal.

Setelah pemaparan dari kedua mitra ini, dilanjutkan dengan tanggapan dari Ibu Wahyu Indra Ningsih Direktur PKG (Pengendalian Kerusakan Gambut) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK). Beberapa Peraturan Menteri dan Peraturan Presiden terkait perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut telah dikeluarkan oleh pemerintah. Peraturan yang masih dalam tahap koordinasi dengan khususnya perkebunan kelapa sawit, dimana fungsi hutan lindung secara tegas menyebutkan no drainase/tidak boleh ada kanal.  Ibu Ning juga menambahkan perlunya mekanisme kerjasama yang jelas (kelembagaan dan manajemen administrasi), siapa melakukan apa, what next setelah proyek selesai. Selanjutnya kolaborasi menjadi penting, dalam hal ini kewenangan tanggung jawab pengelolaan dan pemeliharaan kawasan yang telah direstorasi ini akan berada di mana setelah proyek ini selesai, apakah ini termasuk aset yang diberikan kepada masyarakat atau pemerintah.  Ini harus dijawab segera.

Berbagai pemaparan dan sedikit tanya-jawab antar peserta cukup memperkaya pengetahuan dan sekaligus juga menyatukan persepsi dari para pemangku kepentingan. Berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi di lapangan juga sempat dibahas di sesi pertama ini.

Salah satunya adalah soal perijinan. Bagaimanapun, pekerjaan di lapangan nanti akan beririsan dengan berbagai kepentingan lain seperti hutan lindung, taman nasional maupun taman hutan rakyatraya. Melakukan kegiatan restorasi gambut di lahan-lahan tersebut pasti membutuhkan ijin. Pertanyaan tentang ijin itulah yang sempat muncul di permukaan. Bagaimana langkah pengurusannya? Apa saja yang perlu dipersiapkan? Dan lain sebagainya. Pertanyaan ini menjadi penting mengingat durasi waktu pelaksanaan pekerjaan para penerima hibah MCA-Indonesia hanya sampai awal tahun 2018, padahal pengurusan ijin bisa saja memakan waktu berbulan-bulan.

Rencana Keberlanjutan
Selepas istirahat makan siang, sesi kedua workshop kembali dilanjutkan. Di sesi kedua ini, pembahasan dan diskusi semakin mengerucut. Kalau di sesi sebelumnya pembahasan lebih banyak tentang rencana dan pemaparan teknis restorasi lahan gambut, maka di sesi kedua pembahasan lebih kepada soal administrasi dan keberlanjutan usaha restorasi lahan gambut.
Perihal ijin restorasi, mencuat usulan untuk membuat surat edaran atau surat keputusan tentang ijin restorasi. Pihak-pihak pengambil keputusan diharap bisa memotong jalur birokrasi atau menyederhanakan urutan pembuatan ijin restorasi, termasuk pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan yang dibutuhkan di dalam area restorasi lahan gambut. Disepakati dalam pertemuan ini, Badan Restorasi Gambut akan berkoordinasi dengan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan untuk mengeluarkan surat edaran untuk perijinan restorasi dan secara paralel UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) di daerah agar tetap berjalan.

Hal lain yang dibahas adalah tentang keberlanjutan usaha restorasi lahan gambut selepas selesainya program. Usulan yang dimunculkan adalah pelimpahan aset pekerjaan restorasi lahan gambut ke pemilik kawasan. Contohnya, lahan gambut yang berada di dalam hutan lindung bisa dimasukkan ke dalam rencana penanggungjawab hutan lindung, begitu juga dengan lahan restorasi yang masuk dalam wilayah taman hutan rakyat raya (TAHURA). Sementara lahan restorasi yang kecil bisa dijaga lewat kerjasama dengan masyarakat.
Diskusi di sesi kedua menjadi lebih menarik karena beberapa pihak, baik dari BRG, mitra MCA-Indonesia, MCA-Indonesia sendiri maupun dari pihak pemerintah bergantian mengeluarkan usulan. Usulan-usulan tersebut menjadi penting untuk dicatat dan ditindaklanjuti, karena bagaimanapun usaha restorasi lahan gambut adalah usaha yang melibatkan lintas sektor. Lintas sektor berarti lintas kebijakan dan lintas kepentingan, sehingga perlu ada koordinasi terus menerus antar beragam pemangku kepentingan.
Selain itu, pertemuan-pertemuan rutin di daerah akan dilaksanakan setiap dua minggu, dengan melibatkan mitra penerima hibah, SKPD terkait dan diharapkan Tim Restorasi Gambut Daerah dibawah koordinasi Dinas Kehutanan Provinsi bisa me lead pertemuan ini.
Dalam waktu dekat ini pula, tanggal 6 Maret mendatang MCA Indonesia akan menandatangani  Perjanjian Kerjasama Implementasi dengan BRG dengan poin-poin kerjasama sebagai berikut:

  1. Capacity Building : Pelatihan ke BRG dan TRGD untuk  proses Perijinan dan cost benefit
  2. Knowledge Management: MCA-Indonesia akan membuat sebuah portal pengetahuan tentang gambut yang bisa diakses oleh semua pihak. Isinya adalah beragam pengetahuan tentang lahan gambut yang dikumpulkan dari aksi lapangan mitra-mitra MCA-Indonesia yang bekerja di isu restorasi lahan gambut.
  3. 10 Proposal penelitian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan kajian ilmiah. Dalam hal ini kerjasama dengan Universitas Jambi
  4. Engineering Part : mengembangkan engineering design di Kabupaten Pulau Pisang (Kalteng), Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin (Sumsel), serta Meranti di Riau
  5. Develop water system
  6. Field Laboratory

Menjelang akhir acara, Aditya dari MCA-Indonesia mengungkapkan beberapa rencana dari MCA-Indonesia. Menurutnya, MCA-Indonesia akan membuat sebuah portal pengetahuan tentang gambut. Isinya adalah beragam pengetahuan tentang lahan gambut yang dikumpulkan dari aksi lapangan mitra-mitra MCA-Indonesia yang bekerja di isu restorasi lahan gambut.
Selain itu MCA-Indonesia juga berencana melakukan pengembangan 10 proposal penelitian yang berkaitan dengan lahan gambut, pengembangan detail engineering lahan gambut dan membangun sebuah laboratorium lapangan yang fokus pada restorasi lahan gambut.
Workshop hari itu ditutup sekitar pukul 15:30 WIB. Diskusi di sesi kedua ini memang dikerucutkan pada beberapa usaha untuk mengefektifkan kerja lapangan, utamanya di sisi birokrasi dan perijinan serta rencana keberlanjutan restorasi lahan gambut. Pihak BRG merasa perlu untuk melakukan pertemuan sesering mungkin dengan beragam pemangku kepentingan sebagai usaha untuk melancarkan rencana restorasi lahan gambut di Indonesia.
 

 

Feedback
Share This: