Makmur Dan Cerdas Di Sekolah Lapang

Anda di sini

Depan / Makmur Dan Cerdas Di Sekolah Lapang

Makmur Dan Cerdas Di Sekolah Lapang

Siang itu di sebuah bangunan di antara pepohonan di tepi sawah dalam kawasan Desa Kota Karang, Kecamatan Kumpeh Hulu, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Tanah basah selepas hujan, lumpur di mana-mana, membuat orang sulit berjalan. Bangunan itu dari kayu, serupa rumah panggung dengan bagian bawah yang  lapang. Sebuah balai-balai kayu menempel ke dua tiang. Belasan orang duduk melingkar di atas papan di bawah rumah panggung itu. Sebagian besar adalah perempuan, tua dan muda.
Salah satu dari mereka adalah seorang perempuan muda bernama Anis Purwaty. Perempuan berkulit cokelat dan berhijab merah muda itu tampak jadi pusat perhatian. Semua yang hadir menghadapkan mukanya ke Anis-demikian dia biasa disapa.
Anis adalah salah satu personil dari Yayasan Mitra Aksi, Jambi. Hari itu dia sedang berbagi tentang agency hayati. Agency hayati adalah sebuah mekanisme kontrol terhadap hama penyakit tanaman atau organisme pengganggu dengan memelihara musuh alamiahnya. Hari itu Anis sedang membagikan teknik mengembangbiakkan trikoderma (trichoderma sp), sejenis cendawan atau fungi yang berfungsi untuk menyuburkan tanaman dan melawan penyakit tanaman.
Apa yang dilakukan oleh Anis adalah bagian dari kegiatan Yayasan Mitra Aksi, Jambi. Yayasan yang sudah berdiri sejak 5 Februari 2000 salah satu fokus kegiatannya adalah pada pendampingan petani, khususnya di lahan gambut.
Salah satu bentuk pendampingan yang dilakukan adalah membuat sekolah lapang. Sebuah kegiatan di lapangan yang dilakukan dengan melibatkan petani dampingan. Sekolah lapang bukan hanya sebuah kegiatan belajar teori, tapi lebih banyak kepada praktik langsung di lapangan.


Di sekolah lapang, petani didampingi untuk mengembangkan kapasitas mereka. Mulai dari melakukan riset ekologi sederhana seperti mengecek tingkat kesuburan tanah atau mengecek kondisi tanah, mengecek kondisi air yang digunakan, mencari tahu spesies yang adaptif dan cocok untuk lahan mereka sampai mengembangkan pupuk atau anti hama yang alamiah.
“Kadang-kadang petani tidak sadar kalau tanah mereka sudah mengalami perubahan. Apa yang mereka lakukan dua puluh tahun lalu mungkin tidak bisa lagi dilakukan sekarang karena kondisinya sudah berubah,” kata Nilawaty, direktur Yayasan Mitra Aksi yang ditemui di kantornya di Muaro Jambi.
Nilawaty kemudian melanjutkan, “Nah, di sekolah lapang kami mendampingi mereka untuk mencari tahu kondisi yang riil saat ini, setelahnya kita bisa menentukan apa yang harus kita lakukan.”
Dengan sekolah lapang, petani diajak untuk mencari tahu apa akar masalah mereka sebenarnya. Selama ini petani kadang hanya tahu kalau produksi mereka menurun, tapi mereka tidak tahu apa penyebabnya. Apakah tanah yang berubah? Air yang tidak cocok? Jenis tanaman yang tidak sesuai? Penggunaan pestisida yang terlalu banyak? Atau mungkin masalah lainnya?
Riset-riset yang diajarkan kepada para petani dilakukan dengan sederhana dan memanfaatkan benda-benda yang gampang ditemukan. Salah satunya adalah ketika melakukan riset ekologi tanah, petani hanya diajarkan cara melakukan riset ekologi tanah dengan menggunakan plastik biasa. Dengan cara sederhana dan alat sederhana pula petani bisa tahu dengan pasti kondisi tanahnya.

Menularkan Pengetahuan
Sekolah lapang yang digelar Yayasan Mitra Aksi saat ini ada di tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Kerinci, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi. Total ada 14 desa yang berada di ketiga kabupaten tersebut.
Sekolah lapang ada dua macam; sekolah lapang untuk pertanian pangan seperti padi dan sekolah lapang untuk agro forestry seperti sayur-sayuran atau tanaman lain yang sesuai dengan potensi lokal. Pemilihan tanaman ini dilakukan dengan melibatkan petani dan melalui proses riset sederhana untuk tahu apa jenis tanaman yang cocok di lahan mereka. Pemilihan benih diutamakan benih lokal yang sudah terbukti punya daya tahan lebih tinggi daripada benih dari luar.
Karena namanya sekolah lapang, maka tentu saja semua proses belajar mengajar dilakukan di lapangan, bukan di dalam ruangan. Di satu desa, Yayasan Mitra Aksi akan memilih satu lahan yang dijadikan demonstration plot atau demplot. Di lahan inilah semua proses belajar mengajar dilakukan langsung oleh petani.
“Untuk satu sekolah lapang, kita menargetkan minimal 50 peserta dengan target perempuan minimal 30%” kata Nilawaty. Jumlah 50 orang itu diambil dari anggota kelompok-kelompok tani dalam sebuah desa.
Sebelum memulai sekolah lapang, Yayasan Mitra Aksi akan bermusyawarah terlebih dahulu dengan warga desa dan perangkat desa, musyarawah itu akan menyepakati siapa saja wakil kelompok tani yang akan menjadi anggota sekolah lapang dan di mana lokasi demplot sekolah lapang tersebut. Pelibatan ini disertai dengan surat keputusan dari pemerintah desa.
Para peserta sekolah lapang diharapkan nantinya akan menularkan pengetahuan mereka ke teman-teman petani lainnya di dalam kelompok taninya.
Untuk mengubah pola pikir petani, khususnya dalam hal pertanian organik, Yayasan Mitra Aksi langsung memberikan contoh. Terkadang mereka dengan sengaja membandingkan dua demplot, satu dengan menggunakan bahan-bahan kimia dan satu dengan menggunakan bahan-bahan organik.
Setelah masa panen petani akan melihat sendiri mana yang hasilnya lebih maksimal dan bernilai ekonomi lebih tinggi. Dari bukti nyata itu maka perlahan pola pikir petani yang sebelumnya lebih memilih bahan-bahan kimia yang dirasa lebih efisien, akan berpindah menggunakan bahan-bahan organik.
“Selama ini petani juga kadang menganggap kalau kotoran hewan itu sudah termasuk pupuk organik, padahal kan ada prosesnya lagi,” kata Trasno Yuli, koordinator Yayasan Mitra Aksi di Kabupaten Muaro Jambi.
Dengan lancar Trasno menceritakan proses pendampingan petani untuk membuat pupuk organik dengan teknik sederhana, juga beberapa teknik riset untuk mengetahui kondisi tanah. Untuk mendukung kegiatan sekolah lapang, Trasno dan semua anggota Yayasan Mitra Aksi tinggal di lapangan. Mereka tinggal langsung bersama petani sehingga bisa mendampingi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
“Kalau mau mendampingi ya begitu, kita tidak bisa hanya datang sesekali,” kata Nilawaty.

Pengujian Melewati Dua Musim Panen
Beberapa bedengan berderet rapi di atas tanah yang basah. Bersama Nilawaty dan dua pendamping lapangan dari Yayasan Mitra Aksi, kami diajak melihat langsung sekolah lapang di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi.
Lahan seluas lebih dari 1 hektar itu adalah milik Pungut Heri Susanto, salah satu warga yang menyediakan lahannya menjadi lokasi sekolah lapang. Selama ini lahan milik Pungut Heri Susanto sudah mulai mengalami penurunan produksi. Beberapa tanaman yang dikembangkannya sudah tidak subur lagi, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ketika dikunjungi di bulan Desember 2016, lahan milik Pungut Heri Susanto memang masih kosong. Lahan tersebut baru saja dibersihkan dan siap untuk ditanami. Rencananya di atas lahan itu akan ditanam beberapa tanaman holtikultura seperti jagung, cabai dan kacang panjang. Proses penelitian ekologi tanah dan pemilihan benih sudah dilewati, saatnya menanam.
Lahan Pungut Heri Susanto bukan hanya akan dijadikan demplot yang diisi tanaman, tapi juga beberapa kolam ikan. Kolam-kolam ikan itu rencananya akan diisi dengan benih ikan patin dan gurami.
Untuk satu demplot, pengujiannya minimal harus melewati dua musim atau sebaiknya tiga musim. Dari pengujian itu bisa ditemukan apa saja yang harus diperbaiki atau apa saja kekurangannya. Kalaupun terjadi kesalahan, risikonya lebih kecil karena berada di lokasi yang juga tidak seberapa besar. Setelah masa uji tersebut, barulah metode yang ditemukan akan disebarkan ke lahan yang lebih luas.

Bermula Dari Kesehatan Reproduksi
Apa yang dilakukan oleh Yayasan Mitra Aksi saat ini sejatinya adalah buah dari perjalanan panjang. Di awal pembentukannya, Yayasan Mitra Aksi malah fokus pada kesehatan reproduksi yang lingkup kerjanya ada di beberapa daerah Indonesia. Saat itu mereka mendampingi para bidan desa yang berasal dari desa-desa terpencil.
“Dari proses perjalanan itu muncul pertanyaan; fasilitas dan layanan kesehatan semakin membaik, tapi kenapa tingkat kematian ibu dan anak masih tinggi? Dari situ kami sadar bahwa masalah utama ada di sisi asupan gizi,” kata Drs. Hambali S,Sos, salah satu anggota Badan Pembina Yayasan Mitra Aksi.
Kesadaran itu kemudian memunculkan ide untuk memperbaiki hal paling mendasar bagi kesehatan yaitu asupan makanan bergizi. Perbaikan asupan itupun tidak langsung berbicara tentang tanaman, tapi dimulai dari pengetahuan dan teknologi tentang tanah tempat tanaman itu hidup. Petani harus tahu betul tentang karakter tanahnya, apalagi tanah di lahan gambut yang punya tingkat kesulitan lebih tinggi.
Menurut Drs. Hambali S,Sos, selama ini petani yang bertani gambut banyak yang tidak mengerti karakter lahan mereka. Selama bertahun-tahun mereka hanya tahu bertani atau bercocoktanam di atas lahan gambut, tapi mereka tidak sadar kalau ada yang berubah dari lahan gambut.
Bila dulu mereka bisa membuka lahan dengan cara membakar lahan gambut dan tidak ada masalah, itu karena dulu ketinggian air tanah gambut masih tinggi. Sekarang, berbagai faktor telah menyebabkan air tanah di lahan gambut semakin menyusut. Akibatnya, api sekecil apapun bisa menyebabkan kebakaran yang luas.
Selama bertahun-tahun, Yayasan Mitra Aksi kemudian fokus pada berbagai metode pertanian berkelanjutan khususnya di lahan gambut. Dari riset ekologi, pemilihan benih yang cocok, menciptakan pupuk dan pestisida organik dan sebagainya. Semua pengalaman itu lalu dirangkum ke dalam beberapa metode yang disebut metode riset aksi. Salah satu bagiannya adalah sekolah lapang yang terus dikembangkan sampai saat ini.
Sesuai dengan namanya, sekolah lapang memang menjadi sebuah sekolah yang sangat pas untuk para petani khususnya yang bertani di lahan gambut. Para petani bukan hanya diajarkan cara bertani, tapi juga ditambah wawasan dan pengetahuannya. Pada akhirnya mereka bukan hanya meningkatkan kesejahteraan, tapi juga meningkatkan pengetahuan tentang cara bercocok tanam yang benar dan sesuai dengan lahan mereka.
Sekolah lapang yang dikembangkan Yayasan Mitra Aksi adalah cara tepat untuk memakmurkan dan mencerdaskan para petani.

 

 

Feedback
Share This: