Kilau GADING Dari Tanah Sumba
Suasana dingin langsung terasa begitu kami tiba di Desa Pogo Tena Kecamatan Laura, Sumba Barat Daya. Hari itu, Rabu 1 Februari 2017 hujan baru saja mengguyur hampir seluruh kota Waitabula namun tidak menyurutkan niat kami untuk bertemu dengan Bapak Lukas Dendo Ngara yang merupakan salah satu mitra dalam program GADING yang dilaksanakan oleh Yayasan Rumah Energi (YRE), anggota Konsorsium Hivos, salah satu penerima hibah Pengetahuan Hijau dalam proyek Kemakmuran Hijau dukungan Millenium Challenge Account - Indonesia (MCA Indonesia).
Mendengar kata gading maka kita pasti akan langsung teringat pada sesuatu yang ada hubungannya dengan gajah, yang mana dalam lingkungan sosial budaya masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) gading ini bisa menjadi mas kawin/mahar untuk masyarakat di daratan Flores. GADING yang dimaksudkan disini tentu saja lain. GADING adalah akronim dari "Gathering and Dissemination of Information and Green Knowledge for A Sustainable Integrated Farming Workforce in Indonesia” atau Penghimpunan dan Penyebarluasan Informasi Pengetahuan Ramah Lingkungan Untuk Tenaga Kerja Terintegrasi Yang Berkelanjutan di Indonesia. Tujuan utamanya adalah meningkatkan penggunaan ampas biogas dan memperkenalkan tanaman dukcweed atau Lemna sp.
Halaman rumah Bapak Lukas saat itu sedang ditanam jagung pulut, jagung berwarna putih yang bertekstur legit, lembut dan manis ketika dimakan. “Saya pakai bioslurry cair untuk jagung juga padi dengan cara disemprotkan, bahkan karena sudah terlalu banyak bioslurry yang keluar dari biogas, saya kirimkan juga untuk keluarga di kampung dan setiap satu kali pengiriman mencapai 20 jerigen bervolume 5 liter/jerigen atau sekitar 100 liter” jelas Pak Lukas penuh semangat. Dalam sehari produksi bioslurry cair dari biogas Pak Lukas mencapai 200 liter atau sebanyak 10 jerigen bervolume 20 liter, dengan bahan utama kotoran babi dan kerbau.
Pria yang telah memiliki 3 orang anak ini, adalah seorang Pegawai Negeri Sipil yang sehari-hari bekerja sebagai guru ekonomi di SMAN I Laura, Sumba Barat Daya. Pak Lukas telah memiliki biogas bervolume 4 kubik sejak tahun 2015, yang dibangun oleh YRE lewat program Biogas Rumah (BIRU). Beliau juga telah 3 kali mendapatkan penguatan kapasitas oleh YRE lewat program GADING sejak bulan April 2016 yaitu Pelatihan pakan ternak berbasis lemna sp, Pelatihan pengolahan bioslurry padat dan cair serta Pelatihan pakan ikan.
Menurut Pak Lukas, sekitar 3-4 tahun lalu dalam sekali musim tanam jagung untuk lahan seluas 20 x 50 meter, beliau menggunakan pupuk urea sebanyak 10 kilogram seharga Rp.5000/kg dengan hasil sekali panen mencapai 300-350 kilogram jagung pipil. Sedangkan sejak tahun 2015 ketika mulai memiliki biogas dan menggunakan limbahnya (padat dan cair) untuk pupuk beliau tidak lagi membeli pupuk urea dan hasilnya meningkat menjadi 600 kilogram jagung pipil. Jika harga jagung pada musimnya sebesar Rp 2000/kilogram maka keuntungan Pak Lukas sebelum menggunakan bioslurry hanya Rp 600.000 – 700.000 dan setelah menggunakan bioslurry meningkat menjadi Rp 1.200.000 dalam sekali tanam. Selain itu juga beliau menghemat biaya pupuk sebesar Rp 50.000.
Saat ini, jagung yang diproduksi memang belum untuk dijual dan hanya untuk konsumsi sendiri juga sebagai pakan ternak. Bisa dibayangkan jika diluar musim jagung, ketika harga jagung mencapai Rp 5000/kilogram, berapa banyak keuntungan Pak Lukas dengan memanfaatkan biolurry pada pekarangan rumahnya.
Tidak hanya itu, Pak Lukas juga akhirnya bisa menekan biaya pembelian pakan ternak (dedak) untuk babi karena saat ini beliau juga mengembangkan lemna sp yang kemudian bisa dicampurkan ke makanan babi sehingga mengurangi penggunaan dedak. Saat kami berkunjung ada dua ekor babi yang sementara dipelihara, yang diberi makan campuran tepung dedak, ubi kayu dan sedikit lemna sp (sekitar 40% dari campuran pakan). Kolam lemna sp yang dimiliki Pak Lukas berukuran 2 x 3 meter, atas dukungan 11 sak semen dari YRE dan sisa material lainnya seperti tambahan semen, pasir dan batu disediakan swadaya. Lemna sp dikembangkan dalam kolam dengan memanfaatkan bioslurry cair dan di dalam kolam tersebut juga dikembangbiakkan ikan lele. Kolam tersebut dilindungi dengan paranet untuk menjaga agar tidak terlalu panas yang dapat menyebabkan matinya lemna sp.
Pak Lukas adalah salah satu dari sekitar 40 wirausaha bio slurry yang saat ini sedang didampingi YRE di Sumba. Beliau telah menjual bioslurry dengan harga Rp 10.000/liter. Bahkan beberapa waktu yang lalu, untuk program penanam tanaman hias di sekolahnya pihak sekolah membeli bioslurry padat sebanyak 50 kilogram dan bioslurry cair sebanyak 80 liter atau total seharga Rp 300.000.
“ Kami sangat senang melihat apa yang sudah dikerjakan oleh keluarga Pak Lukas dan berharap ada catatan-catatan kecil yang bisa dibuat oleh Pak Lukas sendiri maupun semua mitra YRE sebagai bagian dari mendokumentasikan pengetahuan juga pembelajaran dari setiap proses yang sudah dilewati sehingga ini bisa dibagikan dengan banyak pihak di luar sana” tegas Bapak Andreas Suwito, selaku Green Knowledge Manager dari MCA Indonesia menutup kunjungan pagi itu.
Hari beranjak siang dan kami bergerak menuju Desa Weerame, Kecamatan Wewewa Tengah – Sumba Barat Daya, menuju rumah Bapak Dionisus Dora yang biasa disapa Bapak Dion. Beliau adalah seorang tenaga kontrak penyuluh pertanian pada lingkup Dinas Pertanian Sumba Barat Daya yang saat ini juga sedang menjadi mitra YRE. Seperti Bapak Lukas, Bapak Dion juga telah mengikuti Pelatihan pakan ternak berbasis lemna sp, Pelatihan pengolahan bioslurry padat dan cair serta Pelatihan pakan ikan.
Senyum manis Mama Ester (istri Bapak Dion) menyambut kami ketika tiba di Kanelu, nama daerah tempat rumah Bapak Dion berada. Beliau nampak sibuk mengangkat pakaian dari jemuran karena sudah beberapa hari hujan tetapi dengan cekatan menyempatkan diri menyiapkan kopi untuk kami. Obrolan kami saat itu dibuka oleh Bapak Andreas Suwito dengan memperkenalkan tim yang berkunjung sekaligus menjelaskan maksud kunjungan.
Di rumah Bapak Dion telah dibangun biogas berukuran 6 kubik sejak tahun 2015 oleh YRE lewat program BIRU. “Saya memang seorang penyuluh pertanian, tetapi dengan kegiatan dari YRE ilmu saya tentang pertanian makin banyak. Saya jadi paham bahwa tanah kita di Sumba ini semakin kurus, jika tidak menggunakan bioslurry maka apa lagi yang bisa dihasilkan petani? Bahkan saya minta teman-teman penyuluh untuk promosikan ini pada petani untuk membantu lahan-lahan mereka lebih produktif” ungkap pria berdarah Flores itu.
Dari diskusi itu, ada hal menarik yang kami dapatkan bahwa Bapak Dion adalah orang yang sangat terbuka untuk membagi pengetahuannya. Buktinya dalam setiap kegiatan bukan saja petani yang menjadi anggota kelompok atau tetangga dekat yang dilibatkan tetapi juga petani dari desa lain bahkan teman-teman penyuluh lainnya. Bahkan lebih dari itu, informasi tentang kegiatan bersama YRE khususnya pupuk organik dari bioslurry ini juga dibagikan dengan lingkungan tempat beliau bekerja sehingga ke depannya beliau berharap bisa ambil bagian untuk ikut menyiapkan kebutuhan pupuk organik padat sekitar 90 ton yang telah dialokasikan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk pengembangan tanaman sayuran dalam program revolusi pertanian oleh Dinas Pertanian Sumba Barat Daya.
Untuk pemanfaatan limbah biogas cair, sekitar 33 jerigen volume 5 liter atau setara 165 liter bioslurry cair seharga Rp 10.000/liter telah terjual di awal tahun 2017 ini. Sedangkan untuk pemanfaatan lemna sp yang diberikan pupuk cair bioslurry, Bapak Dion mengaku menghemat pengeluaran untuk pakan babi ketika bahan ini dicampur dengan dedak apalagi kandungan proteinnya sangat baik. Selain itu juga Bapak Dion berencana mengembangbiakkan sekitar 1500 benih lele dalam kolam lemna sp. Kolam itu berukuran 6 x 4 meter juga didukung oleh YRE dengan 11 sak semen sedangkan bahan sisanya ditanggung sendiri.
Tidak terasa hari semakin siang, kami harus berpindah lokasi ke Sumba Barat. Bapak Anthony dari MCC (Millenium Challenge Corporate) ikut menyampaikan apresiasinya pada kerja keras Bapak Dion sebagai bagian dari gerakan meningkatkan ekonomi dengan menjaga keberlanjutan lingkungan. Apapun cara yang dipakai Bapak Dion untuk terus menyebarkan pengetahuan baik pada banyak orang, hari ini kami bertemu lagi satu sahabat bumi.
Kamis 2 Februari 2017, kami kembali menempuh jalanan basah dari Sumba Barat ke Sumba Timur. Hujan yang cukup intens cukup membuat banyak genangan tetapi kami tahu bahwa ribuan syukur petani telah dipanjatkan untuk musim tanam yang kembali datang
Lokasi berikut yang kami kunjungi bertempat di Desa Kambahapang, Kecamatan Lewa- Sumba Timur. Rumah Bapak Bernardus Nisa, pria berkulit hitam yang selalu tersenyum ramah. Sebuah bak permanen berukuran 4x6 meter dengan tulisan “Program GADING” dan papan kecil bertuliskan “olah limbah jadi berkah” menyambut kami. Hamparan berbagai tanaman sayur, buah bahkan tanaman hias memanjakan mata berada di sepanjang jalan kecil menuju rumah.
Bapak Nadus (begitu kami menyapanya) bersama istri menyambut kami dengan hangat. Bapak Nadus adalah seorang petani tetapi juga aktif melayani di gereja. Lewat pendampingan YRE saat ini aktif menjalankan bisnis bioslurry. Reaktor biogas yang dimiliki Pak Nadus berukuran 4 kubik , juga merupakan biogas yang dibangun YRE lewat program BIRU.
Dalam sebuah catatan penjualan bioslurry milik Pak Nadus, yang berlangsung sejak bulan Januari 2017 kami melihat ada 185 liter bioslurry cair yang terjual dengan harga Rp10.000/liter dan dari sana beliau mendapatkan penghasilan sebesar Rp 1.850.000. “Harga 10ribu/liter ini lebih dari harga bensin dan setara dengan harga beras, luar biasa sekali” komentar Pak Andreas saat melihat buku catatan itu.
“Kami memang telah membangun kesepakatan tidak tertulis diantara para pengguna biogas di seluruh Sumba yang mengolah limbahnya atau bioslurry cair untuk dijual, bahwa itu harus dijual dengan harga Rp 10.000/liter supaya ada keseragaman harga. Dan penentuan ini juga sudah didasari dengan analisis bisnisnya” demikian penjelasan Ibu Arina Rupa Rada selaku Koordinator NTT dari YRE pada kami.
Menurut Bapak Nadus pembelian bisa sebanyak itu karena sudah mulai masa tanam padi dan setelah masa panen kebutuhannya mulai menurun karena hanya khusus untuk sayur-sayuran. Pembelinya rata-rata yang memiliki lahan mulai 1 hektar bahkan ada yang lebih. Untuk 1 hektar lahan itu dibutuhkan 50 liter bioslurry cair yang diaplikasikan saat awal tanam sampai dengan panen dengan cara disemprot dan fase pemupukan 2 minggu setelah tanam, 4 minggu setelah tanam. Dimana bioslurry biasanya diencerkan lagi dengan air, untuk 1 tangki semprot ukuran 15 liter diperlukan 3 gelas aqua bioslurry cair.
Berdasarkan pengalaman Pak Nadus, dalam satu kali masa tanam untuk lahan seluas 1 hektar membutuhkan pupuk kimia seharga Rp 1.500.000 untuk NPK dan Urea, itupun masih ditambah dengan biaya untuk obat-obatan lain, misalnya anti hama. Namun dengan memakai bioslurry cair cukup menghabiskan Rp 500.000 (50 liter x Rp 10.000) karena bioslurry cair juga sudah mengandung anti hama.
Pengalaman lain yang juga dibagikan saat itu adalah hasil pengamatan terhadap penggunaan bioslurry selama 3 tahun untuk lahan sawah. Sebelum menggunakan bioslurry cair pada tanaman padi varietas Ciheran, lahan seluas 15 are ataus setara dengan 1500m² hasil panennya sebanyak 500 kilogram gabah dan setelah menggunakan bioslurry cair hasilnya mencapai 1500 kilogram gabah, meningkat sebanyak 3 kali lipat. Selain itu juga kualitas gabah yang dihasilkan sangat baik, dimana gabah itu nampak besar, mulus dan sehat sehingga beberapa petani datang untuk menukar benihnya dengan benih padi milik Pak Nadus sekaligus membeli bioslurry cair untuk digunakan.
Berbeda dengan pengguna biogas lainnya, di rumah Pak Nadus bukan hanya kotoran ternak yang dimasukkan dalam reaktor tetapi juga kotoran manusia, dimana toilet didesain agar kotoran yang ditampung langsung dapat diolah menjadi gas untuk kompor dan limbahnya untuk pupuk cair. Seperti Pak Lukas dan Pak Dion, Pak Nadus juga giat untuk berbagi pengetahuannya dengan banyak petani. Ilmu yang telah didapat dari YRE sejak Januari 2016 terus disebarluaskan. Beliau sering menjadi instruktur untuk kegiatan-kegiatan pelatihan tentang bioslurry lintas Kabupaten di Sumba. Saat ini ada kerjasama dengan pihak desa untuk memanfaatkan lahan sawah milik Kepala Desa seluas 5 hektar sebagai demoplot untuk aplikasi bioslurry cair pada tanaman padi dan Bapak Nadus sudah mulai mengirimkan 40 liter bioslurry cair untuk dipakai disana.
Selain itu tahun lalu beliau mengadvokasi ke pihak desa dan berhasil mendapatkan 3 unit biogas dari desa untuk dibangun bagi warga lainnya dan untuk tahun ini desa berkomitmen untuk membangun 30 unit biogas bagi warganya dari dana desa dan semua proses ini akan bekerjasama dengan YRE. Bapak Nadus juga memanfaatkan lemna sp sebagai pakan ternak untuk babi dan itu juga membantu untuk mengurangi pengeluaran untuk membeli dedak. Bahkan ketika lemna sp itu diberikan pada ayam, telurnya mencapai 15 butir dalam sekali bertelur.
“Kami pernah punya pengalaman ketika suhu terlalu panas tahun lalu semua lemna sp yang kami kembangkan di semua Kabupaten mati dan kami mendapati itu juga disebabkan kurangnya oksigen pada air sehingga kami sarankan untuk sesering mungkin mengaduk kolam lemna sp agar air terus mengalir dan tidak diam” jelas Pak Kornelis selaku Organic Fertilizer Officer (OFO) dari YRE.
Menanggapi ini Pak Andreas menyarankan untuk memanfaatkan aerator. Aerator adalah sebuah mesin penghasil gelembung udara yang gunanya adalah menggerakkan air di dalam akuarium / kolam agar airnya kaya akan oksigen terlarut yang mana sangat dibutuhkan oleh semua ikan air tawar dan air laut, kecuali beberapa jenis ikan, seperti cupang , gurami , dll tidak memerlukannya. Tetapi untuk ini mesti juga dibutuhkan tenaga lsitrik, dimana untuk lokasi dampingan YRE belum semuanya mengakses listrik termasuk di rumah Pak Nadus.
“Saya pernah diusulkan untuk membuat aerator dan menggerakkannya dengan memanfaatkan baling-baling yang dibuat dari botol/gelas aqua yang natinya akan ditiup oleh angin tapi saya belum mencobanya karena di tempat saya ini anginnya juga tidak cukup kencang. Tetapi saya yakin pasti ada solusinya. Yang penting, stok lemna sp di sawah atau genangan lainnya tetap tersedia kami akan kembangkan terus” tanggap Pak Nadus dengan pasti.
Mimpi lainnya adalah menambah jumlah babi yang saat ini tersisa 2 ekor menjadi 3 ekor dan jika memungkinkan gas yang dihasilkan biogas bisa dimanfaatkan untuk penerangan karena itu yang paling dibutuhkan anak-anak saat malam hari, untuk belajar. Saat ini rumah Pak Nadus memanfaatkan 3 mata lampu tenaga surya. Apa yang dikerjakan Pak Nadus menjadi isnpirasi bagi ke empat anaknya. Salah seorang anaknya yang saat ini bersekolah di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Pertanian berniat untuk melanjutkan apa yang telah dikerjakan ayahnya di bidang pertanian ramah lingkungan dan untuk itu sudah ada mimpi Pak Nadus untuk membeli lahan lain untuk dikerjakan.
Kegiatan-kegiatan pertanian rendah emisi adalah salah satu mimpi besar MCA Indonesia yang terus dikerjakan di seluruh pelosok negeri. Semangat Pak Nadus dan keluarganya semoga menjadi semangat bagi lebih banyak orang diluar sana. Kami kembali bergerak, mengunjugi tangan-tangan terampil yang terus setia mengelola kekayaan alam untuk kehidupan yang lebih baik tetapi juga terus memikirkan masa depan bumi bagi generasi mendatang.
Kunjungan lapangan kami berakhir di wilayah kota tepatnya di Kelurahan Mau Hau. Adalah Bapak Jhon Lukas Ludji, salah seorang petani mitra YRE yang merupakan ketua kelompok tani Lima Sejahtera. Beliau adalah salah satu petani sekaligus user biogas berukuran 6 kubik yang dibangun oleh YRE sejak tahun 2015 silam yang juga telah mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik bioslurry, pakan ternak berbahan lemna sp dan pelatihan pakan ikan.
Hamparan lahan yang luas telah dimanfaatkan untuk pertanian yang terintegrasi dengan peternakan, dimana selain memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan bakar (dalam bentuk gas) untuk kegiatan memasak sehari-hari sehingga dapat menghemat pemakaian minyak tanah, beliau juga menanam beberapa tanaman keras/umur panjang seperti mahoni dan jati juga palawija seperti jagung, ubi, pisang juga sayuran dengan memanfaatkan limbah biogas/bioslury untuk sumber utama pupuk serta mengembangkan budidaya lele dalam kolam lemna sp dengan media air yang dicampur dengan bioslury untuk menyuburkan pertumbuhan lemna sp (kandungan protein tinggi) yang merupakan makanan ikan.
Menurut Bapak Jhon, sudah hampir dua tahun beliau memanfaatkan pupuk organik dan tidak lagi menggunakan pupuk kimia. Ada perbedaan menyolok pada tanaman yang menggunakan bioslurry dan pupuk kimia. Untuk yang menggunakan bioslurry cair dan padat, tanaman lebih tahan penyakit juga daun/buahnya tidak cepat rusak walaupun tidak dimasukkan ke dalam lemari pendingin, hasil lebih banyak dan usia tanaman lebih panjang.
Menurut pengalaman Pak Jhon, sebelum menggunakan bioslurry dalam satu kali musim tanam jumlah pupuk urea yang digunakan sebanyak 200 kilogram/hektar dan 250 kilogram NPK/hektar atau senilai Rp 935.000, untuk pupuk subsidi, jika tidak menggunakan pupuk subsidi maka biayanya bisa dua kali lipat. Itupun masih harus ditambah dengan biaya untuk pestisida dan obat-obatan lainnya. Dengan biaya sebesar itu, hasil panen mencapai 5-6 ton gabah atau sekitar 3 ton. Jika harga beras dijual Rp 8000/kilogram maka penghasilan Pak Jhon bisa mencapai sekitar Rp. 24.000.000/ sekali panen atau dalam kurun waktu 4 bulan dari persemaian sampai panen dan tetapi tentu saja ini masih akan dikurangi dengan biaya tenaga kerja, makan minum, dan lain-lain. Tetapi tahun-tahun belakangan ini dengan semakin menurunnya kualitas tanah dan serangan tungro yang menyerang tanaman padi dari akarnya, panen hanya mencapai 2-3 ton. Bisa dibayangkan kadang yang terjadi petani malah merugi karena hasil panen sedikit tetapi biaya operasionalnya besar, bisa mencapai 40 persen dari penjualan.
Sejauh ini memang Pak Jhon baru memanfaatkan bioslurry untuk tanaman holtikultura karena beberapa waktu yang lalu ketika ada petani yang mencoba mengaplikasi bioslurry pada padi terjadi serangan tungro besar-besaran. Tetapi kedepannya tentu saja beliau akan mencoba pada tanaman padi dengan membuat semacam demoplot untuk mencatat seberapa besar perbandingan biaya dan penghasilannya ketika memanfaatkan bioslurry bahkan mencatat hasil-hasil lain yang ditemukan dari proses itu yang dapat dijadikan pembelajaran bagi petani di tempat lain.
“Bagus sekali jika dicatat Pak Jhon, anggap saja Bapak adalah seorang peneliti yang sedang melakukan penelitian di lahan Bapak sendiri dan teman-teman YRE akan bantu buatkan format sederhananya. Dengan demikian akan terlihat bagaimana proses Pak Jhon mengelola pengetahuan dari pelatihan-pelatihan yang sudah diberikan sebelumnya karena saya berharap disini bisa jadi pusat unggulan ataupun pusat informasi untuk mendesiminasikan hasil-hasil baik dari petani kita” imbau Pak Andreas Suwito menanggapi cerita Pak Jhon.
Pagi itu juga hadir istri Pak Jhon, Ibu Anita yang merupakan ketua kelompok wanita tani (KWT) Harapan Baru. “Sayuran dan buah hasil kebun kami tidak kami bawa ke pasar, karena pembelinya selalu datang sendiri kesini. Sudah banyak orang yang mau sehat, itu sebabnya mereka datang cari sayur dan buah yang organik, bahkan kami belum mampu penuhi semua permintaan pembeli” begitu ungkap Ibu Anita sambil terus melayani pembeli lewat telepon.
Hal menarik lainnya adalah Pak Jhon dan Ibu Anita yang tekun dengan pertanian organik ini, telah membuka kesempatan kerja bagi orang lain dengan mempekerjakan dua orang pekerja untuk menggarap lahan dan digaji setiap bulan. Mereka juga meminjamkan lahannya pada anggota kelompok untuk digarap. Bahkan saat ini mereka telah bekerja sama dengan salah satu bank untuk menjadi jaminan bagi pemberian KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk anggota kelompoknya.
Dari buku tamu yang sempat kami isi, ternyata ada banyak pihak yang telah berkunjung ke kelompok Pak Jhon baik dari SKPD Kabupaten maupun Propinsi, LSM, kelompok tani dari wilayan lain bahkan dari SMK Pertanian dari wilayah Sumba Tengah. Di kelompok ini terjadi juga proses pertukaran pengetahuan dengan berbagai pihak yang tidak saja memperkaya kelompok tetapi juga membantu banyak orang untuk belajar dari pengalaman-pengalaman sederhana mereka untuk bisa melakukan sebaik atau bahkan lebih baik dari yang pernah dilakukan.
Semangat kecil yang berorientasi untuk menciptakan peluang bagi orang lain atau semangat mereka untuk “create job” itulah semangat seorang wirausaha yang mampu melihat pertanian sebagai sektor yang sangat menjanjikan tetapi dengan tetap berorientasi rendah emisi. Selamat terus bekerja Pak Jhon, Ibu Anita dan teman-teman YRE. Terimakasih telah memanjakan kami dengan kilau GADING selama dua hari ini.*