FGD Lesson Learned Best Practice – Archipelagic Dryland Agriculture (ALRIC)

Anda di sini

Depan / FGD Lesson Learned Best Practice – Archipelagic Dryland Agriculture (ALRIC)

FGD Lesson Learned Best Practice – Archipelagic Dryland Agriculture (ALRIC)

LPIU-PETUAH  Undana melakukan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) tanggal 18 Mei 2016 lalu  dalam rangka penjaringan pengetahuan hijau, terutama yang terkait dengan praktik-praktik terbaik (best practices) dalam pengelolaan sumberdaya alam (natural resource management, NRM) dan produksi pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture, SA) di lahan kering, yang diselenggarakan dalam beberapa tahap dalam Q3 program PETUAH-MCA-Indonesia. FGD ini dilakukan bersama dengan tiga orang pakar dari Fakultas Pertanian Undana (Dr. Muhamad Kasim, Dr. Damianus Adar, Prof. Dr. Herianuas Lalel ) dan dari satu pakar dari BPTP NTT, Dr. Effert Hosang.

Dr. Muhamad Kasim membawakan materi dengan topik Pengaruh Kombinasi Tanaman Inang Cendana terhadap Kemampuan Tumbuh dan Kemampuan Hidup Cendana. Cendana merupakan tanaman ikon NTT namun saat ini populasinya makin menurun karena eksploitasi yang jauh melebihi upaya penanaman kembali. Salah satu kendala utama dalam pengembangan tanaman cendana adalah kematian cendana yang cukup tinggi, baik pada fase perkecambahan maupun pertumbuhan di lapang, akibat sifat hemi-parasit cendana yang membutuhkan tanaman inang untuk menopang kehidupannya. Oleh karena itu perlu diketahui jenis-jenis tanaman inang yang paling baik agar tanaman cendana dapat tumbuh dengan baik dan cepat di pembibitan dan di lapang. Hasil kajian menunjukkan bahwa kombinasi inang sementara/inang antara di pembibitan seperti Chromolena odorata (kirinyu) dengan inang jangka panjang seperti pohon turi(Sesbania grandiflora) dan akasia (Acacia filosa) memberikan pertambahan tinggi terbaik di pembibitan dan di lapang serta memberikan prosentase hidup tanaman tertinggi di lapang pada umur 7 bulan setelah penanaman. Dengan demkian maka kombinasi inang: kirinyu+turi dan atau kirinyu+akasia  dapat digunakan sebagai inang sementara /inang antara  dan inang permanen bagi cendana di pembibitan dan di lapang.

 Dr. Effert Hosang menyajikan materi tentang Budidaya dan Keanekaragaman Plasma Nutfah Sorgum di NTT. Dengan tipe iklim yang  semi-arid, yang dicirikan oleh musim hujan yang singkat dan musim kemarau yang panjang, maka Provinsi NTT lebih cocok ditanami tanaman yang tahan kering seperti sorgum. Namun, hingga saat ini keberadaan sorgum di daerah ini makin berkurang karena kurangnya perhatian dari semua pihak. Padahal NTT memiliki kekayaan genetik sorgum yang dapat diseleksi untuk mendapatkan jenis-jensi sorgum yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Hasil kajian Dr. Effert Hosang menunjukkan bahwa di NTT terdapat lebih dari 300 aksesi sorgum, masing-masing memiliki keunikan morfologis dan komponen hasil gabah. Dengan keanekaragaman yang tinggi ini dapat dimanfaatkan sebagai pangan alternatif pengganti jagung dan beras. Hanya saja, perlu dicari jenis yang sesuai dan mampu beradaptasi dengan kondisi kering, tahan hama, serta memiliki rasa yang disukai konsumen. Sifat-sifat ini kemungkinan besar dapat ditemukan pada koleksi plasma nutfah tersebut namun diperlukan kajian yang lebih dalam untuk mengidentifikasi aksesi-aksesi yang memiliki keunggulan-keunggulan tersebut. Kajian yang tidak kalah penting yang perlu dilakukan segera adalah paskapanen sorgum, terutama aspek pengolahan beras dan jenis-jenis makanan turunannya.

Dr. Daminaus Adar menyajikan materi berjudul Strategi Pengembangan Kakao di NTT, dengan fokus utama pada aspek pemasaran. Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan utama di NTT, terutama di Flores, namun sejauh ini sumbamgan kakao terhadap ekonomi petani dan daerah masih kurang. Hal ini terjadi karena nilai jual kakao di tingkat petani cukup rendah akibat rendahnya kualitas/mutu biji kakao yang dihasilkan oleh petani. Rendahnya kualitas biji kakao tersebut terjadi karena petani tidak menerapkan praktek pertanian yang baik; sejak pembibitan, teknik budidaya, hingga penanganan paskapanen.  Oleh karena itu, agar kakao dapat memberi kontribusi pada ekonomi petani dan juga ekonomi daerah, maka strategi pengembangan tidak saja difokuskan pada perluasan areal, tetapi lebih memperhatikan aspek teknik budidaya dan pemasaran pada eksisting perkebunan kakao.  Strategi pada tataran ini dapat dilakukan melalui  perbaikan mutu benih, teknik budidaya seperti emupukan, pemangkasan, disertai penanganan paskapanen yang baik agar mutu produknya tinggi dan memiliki jilai jual yang tinggi pula. Pemateri juga menyarankan agar perlu adanya informasi pasar yang dapat diakses oleh petani sehingga mereka tidak dirugikan oleh permainan harga oleh pedagang perantara atau tengkulak, yang selama ini menguasai informasi pasar dan menentukan harga produk kakao di tingkat petani.

 Prof. Dr. Herianus Lalel menyajikan materi tentang Teknologi Paskapanen Buah Mangga Untuk Eksport. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki jenis-jenis mangga yang unggul dengan ukuran buah yang cukup besar, rasanya enak serta teksturnya bagus. Namun, hingga saat ini produk buah mangga tersebut  belum dapat diekspor, baik karena masih kurangnya ketersediaan maupun karena kurangnya teknologi penyimpanan/paskanen yang tepat sehingga mutu produk cepat rusak. Pemateri menyajikan cara penanganan paskapanen buah mangga yang tepat agar dapat bertahan lama dan dapat diekspor dengan memenuhi standar mutu baku yang berlaku. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan atmsofir ruang simpan, termasuk pengaturan kelembaban, pengaturan suhu, dan pengaturan kandungan gas-gas dalam ruang simpan seperti CO2 dan O2. Dengan pengaturan ruang simpan yang tepat maka buah mangga tidak cepat masak, dapat bertahan lama dan dapat diekspor pada saat dibutuhkan. 

Feedback
Share This:

Kirim komentar

Plain text

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Alamat web dan email otomatis akan diubah menjadi link.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.
CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.