BPN Sumba Barat Daya dorong ranperda pengaturan wilayah pesisir

Anda di sini

Depan / BPN Sumba Barat Daya dorong ranperda pengaturan wilayah pesisir

BPN Sumba Barat Daya dorong ranperda pengaturan wilayah pesisir

BPN SBD dorong ranperda pengaturan wilayah pesisir
Jumat, 26 Februari 2016 19:40 WIB
Pewarta: Darwin Fatir

Tambolaka, NTT (ANTARA Sulsel) - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur mendorong Pemerintah Daerah segera membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang pengaturan wilayah pesisir terkait 80 persen lahan pesisir sudah dikuasai investor.

"Harus ada Perda tentang Izin Pengaturan Perubahan Status Tanah, karena dalam Undang undang dikategorikan ada lahan pertanian maupun non pertanian," kata Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Kabupaten SBD Edward N.Y.Tuka di Tambolaka, NTT, Sabtu.

Menurut dia meski hampir sebagian lahan pesisir dikuasai atas kepemilikan investor baik lokal maupun asing, namun peruntukan lahan masih menjadi masalah besar mengingat ada aturan dalam pelaksanaan pembangunan khususnya pengembangan kepariwisataan.

"Perda itu berfungsi mengatur syarat dan investasi yang harus dilakukan pemerintah sebagai solusi sekaligus menumbuhkan investasi serta pembangunan dan peningkatan ekonomi daerah melalui pihak swasta," harapnya.

Edward menyebut banyaknya warga menjual tanah mereka kepada investor melalui tangan para makelar, tidak menjadi soal karena itu hak masyarakat, namun disisi lain investor itu tidak akan bisa membangun tanpa legasiltas atau aturan main yang diberikan Pemda.

"Setiap warga yang bermohon untuk sertifikasi kami laksanakan, asalkan ada surat legalitas maupun surat pernyataan bahwa memang tanah itu miliknya dan tidak bermasalah maka diterbitkan sertifikat, karena kami tahu itu hak mereka. Kalaupun dijual itu masih hak mereka juga," papar dia.

Salah satu contoh kasus dari investor mengatasnamakan perusahaan PT Kahale Mustika Kencana sebelumnya telah menguasai lahan di wilayah pesisir seluas 200 hektare pada tahun 1982 dengan alas hak Hak Guna Bangunan, kata dia, pihak BPN juga punya versi lain dari pemerintah.

"Dari aturan Pemda berhak mengambil alih lahan tersebut namun dari sisi hak-hak keperdataan perusahaan tersebut masih melekat karena mereka juga membeli dari pemilik lahan. Persoalan ini masih tumpang tindih karena tidak adanya aturan main," beber dia.

Meski demikian BPN terus melakukan pencegahan agar masyarakat tidak harus menjual seluruh lahannya kepada investor karena akan tinggal dimana masyarakat bila menjual keseluruhan. Selain itu mendorong pemerintah segera membuat aturan tentang pengaturan perubahan status lahan untuk menghidari konflik.

Terkait adanya tanah adat disertifikatkan, Edward menegaskan sampai saat ini tanah di SBD belum ada disertifikatkan melainkan hanya individu-individu yang bermohon kepada BPN untuk penerbitan sertifikat sesuai aturan yang ada.

"Kami sudah mengidentifikasi mana saja lahan suku adat yang diklaim milik adat, tetapi faktanya di lapangan tidak ada satupun tanah dikuasi adat melainkan individu. Tanah adat atau hak ulayat belum pernah kami terbitkan karena tidak jelas batasan dan luasannya. Ini selalu menjadi soal disini," ungkap dia.

Edward mengakui banyak makelar tanah di Sumba serta mempunyai jaringan lintas provinsi dan negara. Makelar ini mengincar tanah yang tidak bertuan lalu memasarkan kepada pembeli dan akhirnya bermasalah.

Secara terpisah pemilik lahan pesisir juga merupakan kepala kampung Iru Kawango, Desa Tanjung Karoso Yohanes Ra Mone mengungkapkan dirinya tidak tahu selama ini dibodohi para makeler tanah atas perintah Mrs Andreas dan Tang Warga Negara Asing, alhasil lahan sudah habis terjual tanpa bisa dikelola kembali.

Luas lahan yang diklaim sekitar 32 hektare berada di sepanjang pesisir, kemudian dari kesepakatan melalui cara `Siri Pinang` (uang ikatan) hanya diberikan 16 hektere dengan per satu hektare Rp50 juta pada 2010, belakang pihak makelar dan investor mengkalim lahannya seluas 32 hektare sudah menjadi miliknya sehingga muncul persoalan baru.

"Dulu mereka datang katanya mau membeli tanah, kami kemudian diberikan uang `Siri Pinang` dengan alasan akan membangun tempat wisata , itupun uangnya dicicil dan belum lunas. Kami tidak tahu kalau itu akal-akal mereka sampai sekarang belum dibangun, kami disini terkatung-katung. Kami berharap pemerintah membantu kami," harapnya.

Sebelumnya, Millenium Challenge Account Indonesia (MCA Indonesia) menyebutkan pengembangan potensi pesisir di Pulau Sumba mengalami tantangan yang cukup besar. Beralihnya status kepemilihkan lahan pesisir dari penduduk lokal ke investor lokal maupun asing di pulau sumba khususnya di Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi momok.

Selain itu beberapa program pembangunan Pemerintah Kabupaten, khususnya program terkait pelestarian lingkungan, terkendala minimnya dukungan dari masyarakat pesisir yang kini lahannya telah beralih kepemilikan.

Sementara masalah lainnya, investor sudah terlanjur memiliki dan menguasai kawasan pesisir perlu diberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai hal-hal praktis yang bisa dilakukan dengan pola-pola pembangunan rendah emisi di pesisir.

Guna mendorong perubahan kebijakan publik, MCA Indoensia mendorong mitra-mitranya untuk terus melakukan upaya dengan memberikan pendidikan ke masyarakat untuk mengembangkan potensi sumber daya pesisir sumba agar pembangunan Indonesia dilakukan dengan cara berkelanjutan.

Sumber : http://www.antarasulsel.com/berita/72402/bpn-sbd-dorong-ranperda-pengatu...

Feedback
Share This:

Kirim komentar

Plain text

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Alamat web dan email otomatis akan diubah menjadi link.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.
CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.