Bahasa Penumbuh Budi Pekerti
“Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.”
Ki Hajar Dewantara
Penampilannya yang segar dan cara penyampaian materi yang menarik membuat peserta antusias pagi itu di aula pertemuan SMK Negeri 1 Kuripan Lombok Barat pada tanggal 19 Desember 2016 lalu. Nur Widyani namanya, beliau adalah perwakilan dari Direktorat Pembinaan SMK, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah –Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan. Materi yang disampaikan adalah tentang Gerakan Literasi Sekolah yang sengaja diminta oleh peserta Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Teknologi Energi Terbarukan. Materi ini tentu cukup penting bagi peserta karena setiap komponen sekolah perlu mendapatkan pemahaman yang sama tentang program tersebut.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang bertajuk “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti” didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Lalu mengapa Literasi? Hal inilah yang dijelaskan oleh Ibu Nur Widyani pada pemaparan singkatnya, bahwa melalui beberapa komponen literasi ini akan menumbuhkan kemampuan untuk mendengarkan dan menyimak, berbicara dan menulis serta memahami informasi yang mereka dapatkan ketika sedang menyelesaikan masalah atau pekerjaan. Dalam konteks GLS, literasi merupakan kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara cerdas. Oleh karena itu, GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literate sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Dimana GLS bertujuan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Mengacu pada Permendikbud no. 23 tahun 2015 tersebut, sekolah harus menjadi tempat inspiratif yang nyaman serta pembiasaan-pembiasaan perilaku positif di sekolah merupakan cerminan dari nilai-nilai Pancasila. Namun demikian, pendidikan karakter ini harus menjadi gerakan bersama. Dimana, keterlibatan warga, pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, penerbit, media massa, masyarakat sangat diperlukan untuk ikut serta dalam pendidikan karakter sebagai suatu kegiatan yang bersifat partisipatif. Sehingga sangat penting bagi sekolah dalam arti luas serta guru secara individu memberikan stimulan penumbuhan budi pekerti melalui sistem pendidikan dengan pembiasaan budi pekerti sehingga peserta didik akan terbiasa. Dari sini segala bentuk kebiasaan tutur kata dan budi pekerti baik ini akan membudaya dalam peserta didik menjadi modal sosial mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Hari beranjak siang, angin di bulan Desember bertiup cukup kencang namun tidak mengurangi semangat peserta untuk terus mengikuti diskusi. Suasana semakin semarak ketika Ibu Nur Widyani memutarkan salah satu lagu daerah asal NTT dan mengajak seluruh peserta untuk bergoyang dan menari. Tidak cukup sampai disitu, usai bergoyang peserta disuguhkan minuman herbal berupa Serbat Jahe, sangat pas diminum pada kondisi cuaca yang tidak menentu beberapa bulan terakhir. Serbat Jahe merupakan minuman khas masyarakat Lombok Barat yang biasanya dijadikan sebagai minuman pembuka saat acara keagamaan seperti Pengajian, tahlil ataupun srakalan/berzanji. Minuman ini diracik langsung oleh Ibu-ibu, mulai dari pengupasan jahe, pencacahan hingga perebusan. Diperlukan proses yang cukup lama. Hal inilah yang dilihat oleh siswa SMKN 1 Kuripan jurusan Pengolahan Hasil Pertanian sebagai sebuah peluang usaha, dengan ide kretaif minuman tersebut kini sudah tersedia dalam bentuk kemasan instan dan cukup laris di pasaran.
Tidak hanya mahir membuat dan memasarkan Serbat Instansi, beberapa prestasi lainnya juga diraih oleh siswa pada ajang nasional seperti pengelolaan usaha ternak unggas yang dilombakan di Banten serta Budidaya Tanaman Pepaya dengan sistem Cangkok yang meraih juara Harapan I di tingkat Nasional. Selain itu, di sekitar Green House berjejer beraneka ragam buah yang ditanam dalam media pot (Tabulampot) yang dihasilkan oleh siswa, tanaman tersebut dijual dengan kisaran harga Rp.20.000-75.000 tergantung pada ukuran serta jenis tanamannya. Tabulampot ini dikelola oleh siswa, hasilnya pun diserahkan kembali kepada siswa.
Sembari menikmati hangatnya serbat jahe, Bapak H. Makbullah, Kepala Sekolah SMKN 1 Kuripan menceritakan bahwa SMK yang berdiri sejak tahun 1998 ini memang lebih terfokus pada bidang pertanian dan peternakan dan kini telah memiliki lima keahlian yakni Budidaya Pertanian, Budidaya Peternakan, Pengolahan Hasil Pertanian Pangan, Teknik Mekanika Otomotif serta Komputer dan Jaringan. Demikian pula pada project Peka Sinergi ini, SMKN 1 Kuripan tidak ingin meninggalkan identitasnya sebagai SMK Pertanian sehingga pada TET akan mengembangkan Teknologi Energi Terbarukan Biogas dengan mengkombinasikan sumber energi dari kotoran sapi dan kotoran unggas. Hal tentu juga untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh sekolah pada demoplot budidaya ternak yaitu sapi dan unggas.
“Sekolah ini Ahamdulillah sudah mendapat banyak prestasi baik di tingkat daerah maupun nasional. Namun prestasi bukanlah modal dasar untuk dapat menjalani kehidupan sosial dengan lebih baik. Sehingga gerakan Penumbuhan Budi Pekerti bagi siswa sebagai gerakan partisipatif akan sangat membantu kami pihak sekolah untuk mempersiapkan generasi penerus yang berkarakter pancasila”, ungkap Beliau mengakhiri obrolan kami.