Membenahi Koordinasi Untuk Pembangunan Berkelanjutan
Koordinasi merupakan kata yang sering dan selalu kita dengar. Tidak hanya dalam melaksanakan suatu program saja melainkan juga sangat akrab di telinga kita saat melaksanakan aktivitas sehari-hari. Namun, apakah melaksanakan kata tersebut semudah kita menyebutkannya? Jawabannya tidak. Koordinasi tidak sesederhana penyebutannya. Dari sisi Definisi, koordinasi menurut Ndraha dalam bukunya yang berjudul Kybernology (2003:291), diartikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain.
Dalam konteks pembangunan rendah emisi karbon yang dilaksanakan oleh grantee yang mengelola dana hibah dari Millenium Challenges Account Indonesia (MCAI), koordinasi menjadi hal yang sangat penting. Dimana koordinasi pada hakikatnya merupakan perwujudan dari sebuah kerjasama. Dengan demikian, maka komunikasi menjadi kata kuncinya. Sehingga bentuk-bentuk komunikasi yang efektif perlu disepakati oleh berbagai pihak, baik MCAI, pemerintah daerah serta grantee. Untuk itu, MCA Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat berinisiatif untuk melaksanakan Rapat Koordinasi di Tingkat Kabupaten sebagai kelanjutan dari Rapat Koordinasi Provinsi yang sudah dilaksanakan beberapa bulan yang lalu. Rapat koordinasi ini dilaksanakan di masing-masing kabupaten. Untuk Kabupaten Lombok Utara dilaksanakan pada tanggal 23 November 2016, Kabupaten Lombok Timur pada tanggal 26 November 2016 dan Kabupaten Lombok Tengah pada tanggal 28 November 2016. Kegiatan ini dihadiri oleh grantee yang bekerja di masing-masing kabupaten serta SKPD terkait.
Rapat koordinasi yang dilaksanakan tersebut menjadi wadah interaksi formal antara grantee dengan pemerintah daerah. Dimana grantee diberikan kesempatan untuk menyampaikan perkembangan kegiatan serta workplan grantee pada kuartal berikutnya yang terangkum dalam Proyek Kemakmuran Hijau di NTB. Selain itu, dilakukan juga pemetaan peluang-peluang sinergi program yang dikembangkan oleh grantee MCA-Indonesia dengan Pemda/SKPD terkait di masing-masing kabupaten pada tahun 2016-2017. Sehingga, semua pihak yang terlibat dalam program ini memiliki pengetahuan yang sama terkait perkembangan program yang dilaksanakan di masing-masing kabupaten.
Kegiatan di setiap kabupaten didesain untuk mencapai kesepakatan yang sama yakni bagaimana mekanisme koordinasi yang akan dilakukan selanjutnya serta sistem pelaporan yang akan dilakukan oleh grantee kepada pemerintah daerah selain laporan ke MCAI tentunya, serta penetapan monitoring bersama dan kunjungan ke lokasi-lokasi implementasi program. Berdasarkan hasil diskusi yang dilaksanakan telah disepakati bahwa grantee berkewajiban menyerahkan laporan perkembangan program kepada pemerintah daerah, dalam hal ini Bappeda setiap bulannya yang berisi mengenai aktivitas apa saja yang telah dilaksanakan. Struktur laporan akan disusun oleh pemerintah daerah untuk disesuaikan dengan informasi yang diharapkan dari masing-masing grantee.
Selain itu, untuk mengefektifkan koodinasi antara Grantee dengan SKPD terkait maka akan dibentuk pokja (kelompok kerja) sesuai dengan isu program yang dilaksanakan oleh grantee. Telah teridentifikasi enam isu yang dilaksanakan grantee. Diantaranya isu Perhutanan Sosial, Pertanian Berkelanjutan, Pemberdayaan Perempuan dan Sumberdaya alam, Pembangunan Kawasan Pesisir, Energi Terbarukan, dan pengelolaan Ruang. Pertemuan Pokja akan diatur sesuai kebutuhan masing-masing isu. Selanjutnya hasil-hasil dari pertemuan tersebut akan dibawa pada pertemuan koordinasi yang akan dilaksanakan setiap empat bulan sekali. Di tahun 2017 diagendakan pada pertengahan Februari, Mei, Agustus dan November. Nantinya pertemuan koordinasi ini menjadi masukan untuk penyusunan RPJMD di setiap kabupaten. Hal ini untuk menghindari tumpeng tindihnya program pada satu bidang dan menumpuk di satu lokasi. Selain itu, akan terus terpantau perkembangan setiap program untuk melihat seberapa besar dampak pelaksanaan kegiatan selama kurun waktu tertentu atau selama project dilaksanakan. Informasi ini tentu akan semakin penting sebagai acuan pemerintah menentukan program pembangunan di daerah selanjutnya. Dengan demikian akan terbangun sinergi dari setiap pelaku pembangunan sebagai modal keberlanjutan program, terutama pembangunan rendah emisi karbon.