Workshop Ahli Perubahan Iklim di Mataram, Nusa Tenggara Barat
Perubahan iklim telah menjadi sebuah isu yang paling sering dibincangkan dalam rentang waktu dua dasawarsa terakhir ini. Kenaikan suhu permukaan bumi memengaruhi banyak hal, bukan hanya dari sisi lingkungan hidup tapi sampai kepada perubahan sosial dan ekonomi masyarakat, terutama di sektor ketahanan lingkungan, energi dan pangan.
Perubahan iklim dan dampaknya itulah yang menjadi tema utama dalam Workshop Regional Peningkatan Kapasitas Ahli Perubahan Iklim Regional Bali dan Nusa Tenggara. Workshop ini diadakan di hotel Golden Tulip, Mataram, Nusa Tenggara Barat tanggal 28 Juli 2016.
Workshop ini diadakan oleh APIK Indonesia Regional Bali Nusra bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, CoE CLEAR (Climate-resilience Agriculture) Konsorsium Petuah MCA Indonesia, dan Universitas Mataram yang didasari oleh inisiatif untuk mempertemukan para ahli dan pemerhati perubahan iklim di wilayah Bali Nusra dalam sebuah kegiatan workshop di Mataram.
APIK Indonesia adalah sebuah jejaring yang terdiri dari para akademisi, peneliti, dan para pihak yang berasal dari Perguruan Tinggi, Pemerintah, Swasta dan LSM yang memiliki perhatian pada perubahan iklim dan masalah lingkungan di Indonesia. Sementara CoE CLEAR adalah Pusat Unggulan Iptek anggota Konsorsium PETUAH (Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau) yang merupakan salah satu penerima hibah Aktifitas Pengetahuan Hijau – Proyek Kemakmuran Hijau MCA Indonesia. Workshop ini dimaksudkan sebagai sarana berbagi informasi dan merumuskan pemikiran strategis ke depan dalam melangkah menuju Indonesia yang lebih baik.
Dalam sambutannya, panitia yang diwakili oleh DR. Ir. Markum, M.Sc mengungkapkan bahwa sesungguhnya regional Bali dan Nusa Tenggara punya banyak sekali potensi wisata, tapi sekaligus juga punya banyak sekali potensi masalah dengan lingkungan hidup. Kasus kegagalan panen, krisis sumber daya air, krisis energi bahan bakar dan kerentanan kerusakan sumber daya hutan, lahan, dan kawasan pesisir adalah tantangan yang sering dialami di regional ini terutama di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Merespon kondisi yang demikian, pada dasarnya setiap wilayah telah melakukan beragam inisiasi khususnya terkait dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang bermuara pada upaya perbaikan kualitas lingkungandan peningkatan sumber daya manusia untuk mendorong ketangguhan daerah dalam menghadapi berbagai kerentanan tersebut.
Adapun maksud dari diadakannya workshop ini adalah; [1] Mendesiminasi hasil-hasil penelitian, kajian dan pemikiran dalam rangka penanganan perubahan iklim di regional Bali Nusra. [2] Melakukan identifikasi permasalahan utama pembangunan rendah emisi untuk antisipasi perubahan iklim di Bali Nusra. [3] Merumuskan gagasan-gagasan strategis mewujudkan ketangguhan daerah dalam perspektif ketahanan lingkungan, pangan dan energi dan [4] Melakukan konsolidasi organisasi APIK Indonesia Regional Bali Nusra dan pengembangan jejaring kerjasama CoE CLEAR di tingkat nasional dan regional.
Sementara itu, MCA Indonesia yang diwakili oleh DR. Poppy Ismalina yang juga adalah Associate Director Green Knowledge MCA – Indonesia dalam sambutannya menceritakan berbagai upaya dan peran yang dilakukan oleh MCA – Indonesia dalam isu perubahan iklim tersebut. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan beragam praktik cerdas dan inisiatif-inisiatif menahan laju perubahan iklim melalui konsorsium Perguruan Tinggi Untuk Indonesia Hijau (PETUAH).
Acara yang dibuka oleh Wakil Rektor IV Universitas Mataram, Prof. Suwardi ini diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai latar belakang. Di antaranya para akademisi dari berbagai perguruan tinggi, pihak swasta, perwakilan dari pihak pemerintah hingga masyakarat.
Workshop ini dibagi dalam tiga sesi utama dengan satu sesi penutupan berupa pemaparan hasil rumusan. Di sesi pertama, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, DR. Ir. Nur Masripatin, M. For. Sc memaparkan beragam data dan fakta terkait Protokol Kyoto dan pertemuan COP 21 di Paris, Desember 2015. Indonesia sendiri menurutnya, telah memiliki kebijakan nasional untuk menahan laju kenaikan suhu bumi di bawah 2°.
Perjanjian COP 21 Paris yang diadopsi oleh 195 negara – 176 negara menandatangai dan 19 negara meratifikasi- menurutnya sesuai dengan amanat konstitusi Republik Indonesia untuk menyediakan lingkungan yang bersih dan nyaman bagi seluruh warga negara. Target Indonesia sendiri adalah meratifikasi perjanjian tersebut tahun 2016 dan saat ini sedang dalam tahap koordinasi dengan semua pemangku kepentingan.
Acara workshop peningkatan kapasitas ahli perubahan iklim tersebut berlangsung hingga pukul 20:00 WITA, ditutup dengan pertemuan internal pengurus APIK Regional Bali dan Nusa Tenggara.