Inisiatif Sosialisasi Program Mitra MCA-Indonesia Penerima Hibah Window 2
Terhitung sejak 1 Juli 2016 sampai 31 Desember 2017 MCA-Indonesia mulai mendukung beberapa mitranya untuk bekerja di wilayah Sumba, khususnya Sumba Timur lewat salah satu komponen yaitu Window 2 dalam Fasilitas Kemakmuran Hijau – Program Kemakmuran Hijau. Hibah dari Window 2 ini mendukung proyek kolaboratif skala kecil berbasis masyarakat, yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung keberlangsungan proyek yang didanai oleh Fasilitas Kemakmuran Hijau. Hibah ini diperuntukkan bagi NGO/LSM (lokal dan luar Sumba dalam lingkup nasional), organisasi masyarakat sipil (OMS), dan lembaga ekonomi lokal (misalnya koperasi).
Pada tanggal 5 Agustus pukul 09.00-13.00 Wita sekitar 32 peserta yang berasal dari unsur perwakilan MCA-Indonesia, SKPD dan LSM berkumpul di Aula Bappeda Sumba Timur untuk mengikuti kegiatan “Inisiatif Sosialisasi Program Mitra MCA Indonesia – Penerima Hibah Window 2: Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat dengan Pemda Sumba Timur”. Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan sejumlah program kegiatan para penerima hibah yang telah didesain kepada Pemda sehingga tidak terjadi tumpah tindih program di satu wilayah sekaligus mengidentifikasi dukungan nyata Pemda, baik dalam bentuk alokasi dana maupun sumber daya manusia berupa tenaga ahli dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Kegiatan diawali dengan arahan dari Bapak Umbu Ndamu selaku perwakilan MCA Indonesia yang menegaskan bahwa sejatinya program yang dilaksanakan oleh para penerima hibah ini sejalan dengan program pemerintah, minimal sejalan dan selaras dengan target pembangunan yang telah ditetapkan dalam dokumen RPJMD. Harapannya pada penghujung program yakni di tahun 2018 kegiatan MCA Indonesia dapat memperkuat kinerja dan pencapaian indikator pembangunan Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah karena penerima hibah yang ada akan fokus di wilayah tersebut. Hal penting lainnya adalah terkait komunikasi dan koordinasi antara pemerima hibah dengan pemerintah setempat dimana peran serta SKPD terkait sebagai tim Koordinasi pada Kabupaten yang bersangkutan haruslah juga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para penerima hibah untuk mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan program kegiatan yang dijalankan.
Harapan yang sama disampaikan juga oleh Bapak Arto Anapaku, Kabid Ekonomi Bappeda Sumba Timur yang mewakili Kepala Bappeda sekaligus memfasilitasi proses diskusi. Menurut beliau dengan komposisi 70% mata pencaharian penduduk Sumba Timur adalah petani, diharapkan program Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat dapat meningkatkan ekonomi juga kapasitas masyarakat lewat sinergitas yang baik antara pemerintah, kelompok masyarakat termasuk LSM penerima hibah di dalamnya dan dunia usaha/swasta.
Kegiatan dilanjutkan dengan presentasi program oleh para penerima hibah terdiri atas perwakilan Konsorsium Sumba Hijau yang beranggotakan 6 LSM yaitu Burung Indonesia, Yayasan Bahtera, Yayasan Wahana Komunikasi Wanita, Yayasan Foremba, Pelita Sumba dan Forum Jamatada. Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan NTT yang beranggotakan 9 LSM yaitu CIS Timor, Bengkel Apek, Waimaringi, Pelita Sumba, Yayasan Pakta, Koppesda, Satu Visi, Yayasan Harapan Sumba dan Yayasan Wali Ati. Konsorsium Kemitraan yang beranggotakan 5 LSM yaitu Kemitraan, Lapak, Samanta, Pelita Sumba dan Koppesda. Dan Konsorsium Bumi Manira yang beranggotakan 5 LSM yaitu SDM, YKPS, Marada, YPM dan Maaster. Kegiatan ini juga disertai tanya jawab antara penerima hibah dengan SKPD yang hadir, antara lain Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Distamben, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perkebunan dan Badan Lingkungan Hidup.
Dari proses diskusi ada beberapa hal yang menjadi masukan Pemda bagi para penerima hibah berdasarkan berbagai pengalaman kolaborasi antara Pemda dan LSM maupun masyarakat, antara lain terkait strategi keberlanjutan setelah berakhirnya program, pemberian teknologi baru bagi masyarakat harus diikuti dengan peningkatan kapasitas untuk memanfaatkan juga merawatnya sehingga tidak mubazir, pendekatan program juga harus bertumpu pada nilai-nilai lokal yang ada, pendampingan kontinyu pada petani untuk proses pra dan pasca panen serta sinergitas yang baik terhadap implementasi progran di satu wilayah.