Rapat Koordinasi Teknis : Perumusan Indikator Penganggaran Hijau di Indonesia pada Tingkat Daerah
Menyadari bahwa Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK) yang diakibatkan terutama dari perubahan guna lahan dan deforestasi, Indonesia berkomitmen untuk mencapai pengurangan emisi karbon yang signifikan (26 persen dari BAU) pada tahun 2020 dan kemudian dalam COP21 di Paris Indonesia kembali mengutarakan komitmen untuk menurunkan GRK sampai 29 persen pada tahun 2030. Untuk mencapai komitmen tersebut, transisi ke ekonomi rendah karbon menjadi tantangan yang tak terelakkan dan mendesak dengan implikasi jangka panjang bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Untuk mendukung tindakan pengurangan emisi karbon, pembahasan mengenai pentingnya kerangka kelembagaan untuk pembangunan berkelanjutan sangat diperlukan. Dalam hal ini, pelaku pada tingkat lokal seperti pemerintah daerah dan badan-badan lokal di tingkat perkotaan dan pedesaan perlu memainkan peran yang lebih pro-aktif dalam menangani kelestarian lingkungan. Untuk hal itu, pemerintah daerah perlu melembagakan pemikiran ramah lingkungan (green thinking) di ruang fiskal yang ada yaitu dalam proses APBD tahunan. Langkah ini akan mempengaruhi peraturan yang akan mengubah tindakan agen lain dalam perekonomian. Dengan dimasukannya perspektif lingkungan ke dalam prioritas perencanaan yang mengarah ke integrasi biaya dan manfaat terkait lingkungan hidup ke dalam dokumen siklus fiskal pemerintah, maka perlu dibentuk suatu penilaian dan atau pengevaluasian program pembelanjaan dan instrumen pendapatan disebut sebagai "penganggaran hijau" (green budgeting).
Untuk itu LPEM FEB UI bekerjasama dengan MCA-Indonesia dalam Green Knowledge Grants melakukan studi mengenai "Mendukung dan Mempertahankan Perencanaan Mitigasi Karbon Indonesia melalui Penganggaran Hijau: Memperluas Pengetahuan dan Implementasi di Pemerintah Tingkat Daerah". Secara keseluruhan studi ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan memperluas energi terbarukan dan mengurangi emisi gas rumah kaca berbasis lahan dengan memperbaiki kualitas praktik penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam.
Studi ini telah dimulai sejak bulan Oktober 2015 dan akan berlangsung sampai dengan 2017. Hingga saat ini studi ini telah melakukan rangkaian kegiatan di tingkat Pusat (Jakarta) maupun di daerah yaitu di 4 provinsi (Jambi, Sulawesi Barat, NTB dan NTT) dan 13 kabupaten untuk mendapatkan gambaran isu implementasi penganggaran hijau di daerah (output 1). Secara umum berdasarkan rangkaian kegiatan tersebut didapat beberapa temuan yang bisa menjadi materi dalam peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam implementasi penganggaran hijau dimana peningkatan kasitas ini dapat diikuti oleh para pelaksana perencanaan dan penganggaran di tingkat daerah beserta seluruh stakeholder lokal yaitu akademisi di universitas lokal dan LSM lokal.
Dalam rangkaian kegiatan penelitian dan peningkatan kapasitas, penyelenggaraan Rapat Koordinasi Teknis atau MSF (Multi Stakeholder Forum) menjadi suatu kesatuan. MSF ini telah dilakukan selama 3 tahap, tahap pertama dilaksanakan di Jakarta yang bertujuan untuk berbagi pendapat mengenai masalah yang relevan dalam implementasi penganggaran hijau di Indonesia yang dihadiri instansi pemerintah pusat terkait, CSO dan akademisi. Untuk tahap kedua, MSF dilakukan di 4 provinsi yang dihadiri stakeholder di tingkat provinsi. MSF tahap ketiga dilakukan di Jakarta pada 14 April 2016 yang secara umum berisi materi temuan sementara dan perumusan materi untuk peningkatan kapasitas. Rapat Koordinasi Teknis atau MSF kali ini merupakan tahap keempat dan diperuntukkan untuk pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten di keempat provinsi yang menjadi wilayah studi.
Di Propinsi NTT, dimana ada 4 Kabupaten di Pulau Sumba yang menjadi wilayah kerja LPEM FEB UI, kegiatan MSF diselenggarakan di Kabupaten Sumba Barat Daya pada tanggal 9 Mei 2016.
Kegiatan yang bertempat di Aula Hotel Sinar Tambolaka ini, dimulai sejak pukul 12.30 – 16.30 Wita dan melibatkan sekitar 26 peserta yang berasal dari unsur LSM, Peneliti/Akademisi, DPRD dan SKPD tingkat Propinsi maupun Kabupaten, antara lain Bappeda, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Perhubungan, Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan, Badan Lingkungan Hidup.
Adapun tujuan kegiatan ini adalah untuk menyampaikan temuan sementara implementasi penganggaran hijau di empat provinsi sampel (Jambi, Sulbar, NTB dan NTT); Menyampaikan usulan indikator dan instrumen untuk penganggaran hijau di tingkat Daerah; dan Mendapatkan masukan indikator penganggaran hijau yang bisa diterapkan di tingkat Daerah.
Dalam sambutannya ketika membuka kegiatan, Bapak William Enga yang mewakili Kepala Bappeda Propinsi NTT menegaskan bahwa dalam proses pembangunan di NTT harus diakui masih terdapat banyak kegiatan yang menyumbang pada peningkatan emisi rumah kaca, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tetapi juga sejauh ini telah ada upaya pemerintah (yang tentunya bekerjasama dengan multistakeholder) untuk menurunkan emisi rumah kaca ini, antara lain:
• di bidang pertambangan dan energi misalnya pemanfaatan energi baru terbarukan, seperti PLTS, Mikro Hidro, Tenaga Bayu dan Biothermal
• di bidang pertanian dan perkebunan misalnya pengembangan pertanian holtikultura khususnya tanaman-tanaman yang dapat mengikat nitrogen, penananam tanaman yang dapat menyerap karbondioksida dan penggunaaan pupuk organik/pupuk kandang yang mampu mengurangi emisi karbondioksida
• di bidang peternakan misalnya pemanfaaatan biogas untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak/energi yang bersumber dari fosil
• di bidang lingkungan hidup misalnya pembuatan ruang terbuka hijau dan pengolahan/daur ulang sampah. Sampah yang semakin banyak dan tidak didaur ulang akan dikirimkan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dimana TPA memiliki banyak kandungan metana (CH4) yang tinggi dan merupakan salah satu sumber emisi rumah kaca.
Dengan adanya kegiatan Rakor Teknis yang diselenggarakan oleh LPEM FEB UI ini, diharapkan semua pihak dapat memberikan masukan sesuai tugas dan peran masing-masing sehingga target penurunan emisi rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dapat tercapai.
Selain pemaparan hasil studi oleh Ibu Cita Wigjoseptina dari LPEM FEB UI, dibuka juga sesi diskusi untuk menggali hal-hal seperti target dan indikator yang diusulkan daerah terkait penganggaran hijau, kemungkinan implementasi target dan indikator penganggaran hijau serta tantangan dan keunggulan yang dimiliki Pemda untuk implementasi penganggaran hijau.
Menurut beberapa peserta sebenarnya sudah banyak kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas-dinas untuk menurunkan emisi rumah kaca, hanya saja perlu diakui bahwa indikator dan targetnya masih mengambang. Masih sulit untuk menentukan indikator kegiatan yang dapat menurunkan langsung emisi rumah kaca sehingga dibutuhkan pemahaman (baik pengetahuan dan ketrampilan) yang benar tentang indikator dalam penganggaran hijau serta bagaimana menurunkan indikator-indikator tersebut dalam perhitungan anggaran.
Kegiatan ini diakhiri dengan penyampaian informasi kegiatan selanjutnya oleh LPEM FEB UI berupa ToT (Training of Trainer) untuk Pemda tingkat Propinsi, Kabupaten serta Akademisi pada bulan Mei – Juli 2016 dan Technical Assistance sebagai media untuk implementasi pengangggaran hijau.