Melestarikan Embung Dengan Tradisi Bekerase dan Nyelametan
Desa Aik Bual, Kabupaten Lombok Tengah memang desa yang kaya akan sumber daya alam, tidak hanya kehutanan dan perkebunan dengan keanekaragaman hayati yang cukup kompleks namun juga air yang menjadi tumpuan pertanian tidak hanya untuk Desa Aik Bual saja tetapi juga beberapa desa tetangga. Air tersebut tertampung dalam satu lokasi yang disebut dengan Embung. Karena terletak di Dusun Bual, maka embung tersebut dinamakan Embung Bual. Di Pulau Lombok, keberadaan embung merupakan salah satu sistem irigasi yang dikembangkan, dimana embung tersebut berfungsi untuk menampung air selama musim penghujan berlangsung. manfaatnya sangat terasa jika musim kemarau tiba, di mana sawah-sawah masih bisa diairi oleh aliran air embung tersebut.
Selain sebagai irigasi, Embung juga dipergunakan untuk budidaya ikan. Selama ini ikan yang ada di Embung Bual bisa dinikmati oleh siapa saja bahkan tidak jarang ada yang berasal dari Lombok Timur datang untuk memancing. Perkembangbiakan ikan di Embung Bual cukup cepat namun disertai juga dengan pertumbuhan ganggang di dasar embung yang juga cepat. Sehingga akan menutup permukaan embung. Melihat kondisi tersebut perlu dilakukan bersih embung. Kegiatan tersebut dilakukan sejak beberapa generasi sebelumnya. Hingga kini, bersih-bersih embung tersebut tetap dilakukan dan berkembang menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat Aik Bual yang mereka sebut sebagai “bekerase” .
Bekerase menurut bahasa berarti mengambil ikan baik di waduk, kolam atau embung yang dilakukan beramai-ramai tanpa menggunakan alat bantu pancing atau lainnya. Berangkat dari Bekerase, tradisi ini mengajak seluruh warga desa untuk berkumpul dan menangkap ikan bersama-sama sebagai perwujudan bahwa ikan yang berkembang biak di dalamnya memang dihajatkan untuk seluruh warga desa. Tradisi turun ke dalam embung ini dilakukan pada akhir musim kemarau atau menjelang musim hujan biasanya di bulan Oktober, di mana debit air embung sudah mulai berkurang. Tradisi Bekerise ini tentunya memiliki aturan di mana sebelumnya dilakukan doa bersama dan tidak satupun warga boleh turun ke embung sebelum Agan (Pemangku Adat) turun ke dalam embung tersebut. Dalam tradisi ini mayarakat tidak hanya diajak untuk menangkap ikan saja, lebih dari itu tradisi ini sebenarnya bertujuan untuk mengajak seluruh warga untuk membersihkan dan menata embung (dikenal dengan istilah Bekerise). Baik dari sampah dan juga berbagai jenis ganggang yang tumbuh subur selama musim hujan lalu, sehingga pada musim penghujan berikutnya embung dalam kodisi baik, mampu menampung air yang cukup banyak. Sehingga “Tradisi Bekerase dan Bekerise” menjadi satu kesatuan, selanjutnya para Pekasih (juru air) masing-masing dusun akan menjadi pemandu dalam proses bekerise.
Tidak hanya sampai disitu, setelah tradisi bekerase akan dilanjutkan dengan Prosesi Nyelematan yang dilaksanakan beberapa pekan berikutnya. Biasanya dilakukan setiap awal musim penghujan. Nyelametan biasanya dibuka dengan Selakaran (doa bersama) dilanjutkan dengan ritual potong ayam oleh warga. Setelah acara makan bersama biasanya akan ada ceramah yang disampaikan oleh tokoh agama tentang bagaimana pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan dan ditutup dengan melepas bibit ikan ke dalam Embung.
Baik Bekerase maupun Nyelametan merupakan suatu tradisi yang berkembang di masyarakat sebagai wujud syukur atas segala nikmat dan anugerah yang sudah diperoleh selama setahun, dan berharap pada tahun berikutnya semakin bertambah.