Mewujudkan Harapan, Memerangi 'Aliran Sesat' dalam Dunia Pertanian
Pembukaan Sekolah lapang yang dikemas dalam sebuah diskusi bersama tiga wilayah di Wewewa yakni Wewewa Timur, Wewewa Barat dan Wewewa Tengah dengan tema “Petani Kakao Berdaya Dalam Sistem Pemeliharaan Kakao Yang Berstandar Melalui Intervensi P3S+R” berlangsung pada hari Selasa, 7 Maret 2017. Kegiatan yang dilakukan di Aula Paroki Elopada Wewewa Timur kabupaten Sumba Barat Daya – NTT ini melibatkan 19 kelompok tani kakao yang berada dalam dampingan tiga wilyah tersebut serta para pendamping lapangannya. Peserta yang hadir sebanyak 88 orang yang terdiri dari 76 anggota petani kakao dan 12 orang lainnya adalah staf pendamping kelompok tani.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program kerja Konsorsium Wee Padalu yang bertujuan untuk membuka sekolah lapang di empat titik lokasi dampingan wilayah Wewewa. Dalam sapaan pembukanya ibu Sulistiawati Seda selaku Manager Program Konsorsium Wee Padalu Sumba Barat Daya mengajak semua petani untuk tetap bergiat di lahan mereka. Konsorsium Wee Padalu tetap berusaha mendatangkan bibit yang berkualitas walaupun memiliki keterbatasan jumah bibit dalam setiap periode kedatangan bibit. Pada droping tahap pertama, bibit akan tiba hingga akhir Maret dan selanjutnya tahap kedua akan terjadi pada bulan November mendatang. Untuk mencegah kekosongan lahan karena bibit yang belum tiba tersebut maka lahan yang sudah dipersiapkan akan diisi dengan jagung, kacang-kacangan, sayur dan lain-lain sesuai dengan apa yang telah disediakan. Karena itu setiap kelompok harus segera mengambil persediaan bibit yang sudah ada agar lahan tidak dibiarkan kosong selama proses menunggu droping bibit kakao.
Pada kesempatan yang sama Ibu Sulistiawati juga menegaskan kembali bahwa Konsorsium Wee Padalu hadir untuk meningkatkan sumber daya manusia, dalam hal ini para petani kakao, melalui berbagai pelatihan dan perorganisasian termasuk praktek sekolah lapang yang akan terjadi nanti. Beliau juga berharap melalui pendampingan ini para petani bisa berpartisipasi aktif agar terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani, lahirnya kader-kader baru dalam kelompok, mengetahui cara memproduksi kakao yang ramah lingkungan dan juga memahami cara memasarkan hasil produksi oleh kelompok masing-masing.
Dalam kegiatan ini juga, Mario Umbu Raza selaku Staf admin dan keuangan untuk sekwil Wewewa Barat memaparkan kegiatan serta pencapaian yang telah dilakukan melalui pendampingan terhadap kelompok tani kakao serta memperkenalkan kembali para pendamping-pendamping lapangan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan meliputi Penyiapan/Pembersihan Lahan, Pemasangan Ajir, Pembuatan Lubang Tanam Kakao, Pembuatan MOL (F0,F1 dan F2), Pembuatan Pupuk Organik Padat dan Cair, Pembuatan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh), Pembuatan PPCBB (Pupuk Pelengkap Cair Bunga dan Buah) serta Praktek P3S (Pemangkasan,Pemupukan dan Sanitasi).
Melalui pendampingan, kelompok tani kakao telah melakukan praktek pembuatan pupuk organik cair, pupuk organik padat, dan Mol. Pupuk organik padat terbanyak dihasilkan oleh kelompok tani Pabei Doba di desa Gollu Sapi yakni sebanyak 5 ton di bawah dampingan Joseph Edu Bha. Pupuk organik cair terbanyak dibuat oleh kelompok Dua Awa di desa Sangu Ate dan kelompok Ole Dewa di desa Mene Ate. Masing-masing kelompok tersebut telah membuat pupuk cair sebanyak 200 liter dan keduanya merupakan kelompok tani kakao dampingan Marselinus G. A. Leksono. Sementara produksi mol terbanyak adalah kelompok tani kakao Lolo Ana di Desa Matapyawu yang merupakan wilayah dampingan Rahmat Adinata. Kelompok ini sudah memproduksi 200 liter mol. Selain memproduksi pupuk organik, sebagai bentuk kesiapan untuk menanam kakao, para petani dalam kelompok tani kakao juga telah menyiapkan sejumlah lubang tanam. Persiapan lubang tanam terbanyak adalah di kelompok tani kakao dampingan Frans Minggu yakni kelompok Kabola Ate di Desa Weekombaka yakni sebayak 27.850 lubang tanam.
Harapan yang melapangkan jalan menuju mimpi yang kuat
Awal maret 2017 yang lalu diadakan sebuah Diskui hijau yang difasilitasi oleh Yayasan BaKTI dan melibatkan Konsorsium Wee Padalu, Konsorsium Petuah, Pemerintah dan ketua-ketua kelompok tani kakao di Sumba Barat Daya. Secara umum diskusi tersebut membicarakan mimpi-mimpi para petani kakao untuk meningkatkan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas ligkungan menjadi lebih baik. Harapan itu masih terus hidup dalam diri petani kakao yang ada dalam aula tempat kegiatan diskusi dan pembukaan sekolah lapang di wilayah Wewewa berlangsung. Para petani kakao yang hadir datang membawa harapan agar dapat terus dibimbing untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam hal pengelolaan tanaman kakao.
Untuk mewujudkan mimpi itu, maka akan dibentuk Sekolah lapang di wilayah Wewewa Timur, Wewewa Barat, dan Wewewa Tengah yang akan berada di empat titik. Sebagai wujud pembentukan sekolah lapang, hadir pula pak Jaya Purba dari Pertanian Alternatif Nusantara Sumatra Utara (pansu) Medan yang akan mendampingi kelompok-kelompok tani. Pendampingan akan dilakukan mulai tanggal 10 Maret 2017 selama dua bulan yakni Maret dan April di empat titik yang memenuhi syarat seperti dalam satu hamparan terdapat minimal 200 pohon kakao yang sudah berbuah. Tempat sekolah lapang ini akan di diskusikan dan disurvei besama para pendamping di masing-masing kelompok.
Dalam pelaksanaan sekolah lapang nanti, peserta akan diajarkan satu siklus praktek yang berkelanjutan, dimulai dengan pengataman tanaman, menganalisis masalah yang ditemukan, menarik kesimpulan, lalu mengambil tindakan lanjutan. Setelah mengambil tindakan lanjutan, para petani akan kembali pada tahap pertama yakni kembali pengamati perkembangan yang terjadi pasca tindakan lanjutan diberikan.
Untuk memotivasi para petani yang hadir, pak Jaya Purba yang telah lama menggeluti dunia pertanian organik mengajak semua peserta untuk mengenal tanaman mereka. Mengenali tanaman merupakan satu bentuk hubungan batin antara petani dengan tanaman. Dari kedekatan hubungan itulah insting petani dituntun untuk melakukan perawatan terhadap tanaman kakao. Seperti merawat seorang bayi, tumbuhan pun perlu dirawat dengan baik untuk membuatnya bertumbuh dengat sehat dan memberikan hasil yang memuaskan. Bagaiman pun juga, perawatan yang baik akan membuat tanaman terhindar dari penyakit.
Dalam sekolah lapang mendatang, petani kakao akan diberikan pelatihan langsung terkait tanaman kakao itu sendiri seperti cara memangkas, cara memetik buahnya, serta cara merawat tanaman dari penyakit-penyakit yang akan menyerang tanaman kakao. Salah satu cara merawat kakao yang akan diajarkan adalah memanfaatkan pupuk organik yang telah dibuat oleh kelompok masing-masing.
Setiap petani harus mulai membangun kesadaran dalam dirinya bahwa menggunakan pupuk kimia merupakan sebuah kesalahan berpikir yang perlu diubah mulai dari diri sendiri, dimulai dari perlakuan terhadap tanaman yang ada di kebun masing-masing. Sehubungan dengan hal ini, pak Rahmat Adinata juga tidak henti-hentinya mengajak masyarakat untuk menyerukan perlawanan terhadap ‘aliran sesat’ di dunia pertanian. Yang dimaksud dengan ‘aliran sesat’ ini adalah penggunaan bahan-bahan kimia dalam proses bertani. Bahan-bahan kimia ini dipercaya memiliki kandungan-kandungan kimia yang mampu mempengaruhi kualitas tanah menjadi lebih rendah, karena itulah sistem pertanian yang menggunakan bahan kimia dianggap merupakan ‘aliran sesat’ di bidang pertanian yang perlu dilawan dengan mengubah pola pikir para petani kakao yang sudah terlanjur terlena dengan kenyamanan dan kemudahan alat-alat berat dan bahan kimia dalam proses pengolahan lahan serta perawatan tanaman. Padahal tanpa mereka sadari, semakin sering mereka menggunakan bahan kimia maka kualitas tanah akan semakin rendah dan memberikan pengaruh yang buruk untuk hasil pertanian baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.
Diskusi sekaligus pembukaan sekolah lapang tersebut membuka cakrawala berpikir para petani kakao yang hadir sekaligus makin memperbesar harapan mereka untuk mendapatkan hasil yang baik melalui pertanian organik serta menjaga lingkungan. Semua peserta yang hadir menyadari pentingnya penggunaan bahan-bahan organik, meski sesungguhnya masih banyak para petani di luar sana termasuk yang tidak sempat hadir bersama mereka dalam diskusi tersebut yang masih pesimis dengan pertanian organik. Hal ini juga dikeluhkan oleh pendamping, namun dengan strategi pendampingan yang maksimal terhadap petani yang benar-benar berniat mempelajari pertanian organik diharapkan dapat membantu mempengaruhi para petani lainnya.
Sekolah lapang yang akan hadir di tengah masyarakat juga akan melibatkan sebanyak 50% perempuan. Melalui Partisipasi aktif dari para petani untuk menyerap setiap pembelaran yang ada di sekolah lapang diharapkan mampu mengubah pemikiran dan tindakan mereka untuk membendung ‘aliran sesat’ dalam dunia pertanian. Karena itu setiap peserta yang terlibat dalam sekolah lapang wajib membagikan ilmu yag didapat pada petani lainnya. Kekompakan pengelolaan lahan dalam satu wilayah sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Bapak Yeremias Nono dari kelompok tani Usaha Tani di desa Kanelu sangat antusias dengan sistem pertanian organik yang dikenalkan oleh para pendamping. “Kalau kita menggunakan pupuk kimia, sebenarnya kita sedang merusak anak cucu kita, karena yang kita wariskan kepada mereka adalah tanah yang telah rusak” kata pak Yeremias. Pendapat ini juga disepakati oleh bapak Yusuf Lelu Bulu dari kelompok tani Karya Elu Indah di desa Kanelu. Beliau berharap pendampingan yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kebunnya.
Sebelum kegiatan berakhir, peserta juga menonton beberapa film dokumenter terkait pendampingan pertanian organik yang sudah dirintis sejak beberapa tahun lalu di beberapa wilayah di Sumba. Beberapa video secara khusus merekam jejak pertanian organik di Sumba Barat Daya yang merupakan dampingan Konsorsium Wee Padalu, baik itu proses pelatihan mau pun praktek pembuatan pupuk oranik dan MOL. Penayangan video tersebut memberikan pengaruh positif terhadap semangat bertani para peserta seperti yang diungkap ibu Marlince Ballu bahwa penayangan video tersebut membuat ia makin termotivasi untuk menjadi petani organik.
Memerangi ‘aliran sesat’ dunia pertanian memang bukan hal yang mudah namun bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Seperti yang diyakini setiap pendamping “Harus dimulai dari diri kita sendri, harus dimulai dari kebun kita sendiri”. Para petani ini pun telah menyiapkan ‘senjata’ dan ‘strategi’. Mereka memutuskan untuk memerangi ‘aliran sesat’ pertanian di tanah mereka, tanah warisan dari leluhur mereka dan kelak akan diwariskan kepada anak cucu mereka. Mereka telah siap untuk ‘berperang’, bagaimana dengan kalian? **