Meningkatkan Produktifitas Petani Lewat Berbagi Pengetahuan

You are here

Home / Meningkatkan Produktifitas Petani Lewat Berbagi Pengetahuan

Meningkatkan Produktifitas Petani Lewat Berbagi Pengetahuan

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Sejak kemerdekaan, sektor pertanian domestik mengalami pasang surut. Dalam perkembangan ekonomi domestik tersebut, sektor pertanian seringkali diarahkan untuk mampu mendukung sektor industri yang diupayakan agar menjadi sektor tangguh. Salah satu dukungan sektor pertanian kepada sektor industri misalnya dalam hal penyediaan bahan baku. Karena adanya keterkaitan antarsektor pertanian dan industri, pengembangan industri hasil-hasil pertanian (agroindustri) diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan memperluas penciptaan lapangan kerja. Selain itu, agroindustri akan menjadikan produk-produk pertanian menjadi lebih beragam kegunaannya (Soekartawi, 1993).
Saat ini semua pihak baik pemerintah, BUMN, swasta, dan masyarakat harus mampu memikul tanggung jawab bersama agar produk pertanian tidak hanya dijual/diekspor secara langsung melainkan dapat diolah terlebih dahulu sehingga memberikan nilai tambah. Pengertian nilai tambah (value added) di sini adalah suatu komoditas yang bertambah nilainya karena melalui proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dari pengertian ini definisi nilai tambah adalah selisih lebih antara nilai produk dengan nilai biaya input, tidak termasuk upah tenaga kerja.

Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang adalah salah satu penerima hibah Pengelolaan Sumberdaya alam Berbasis Masyarakat dari Millenium Challenge Acount Indonesia (MCA-Indonesia) dengan judul program “Pengembangan Wanatani dan Tata Kelola DAS (Daerah Aliran Sungai) Kadahang di Sumba Timur” yang mulai bekerja sejak bulan Juli 2016. Konsorsium ini beranggotakan 5 lembaga yakni Yayasan Bumi Manir - Studio Driya Media sebagai lead consortium, Yayasan Kuda Putih Sejahtera, Marada, Maaster dan Pahadang Manjoru, dengan wilayah kerja mencakup wilayah Sumba Timur dan Sumba Tengah. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh konsorsium ini adalah peningkatan nilai tambah produk, khususnya produk pertanian untuk peningkatan pendapatan petani.

 

 

Pada tanggal 14 Maret 2017 bertempat di rumah Bapak Bernardus Misa di Desa Kambuhapang Kecamatan Lewa Sumba Timur, Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang melaksanakan kegiatan “Pelatihan Pengolahan Produk Pertanian”. Halaman rumah Bapak Bernardus dipenuhi berbagai macam tanaman mulai dari tanaman umur panjang, tanaman buah, bunga, sayuran, bumbu dapur sampai obat-obatan. Pada tahun 2016, Badan Lingkungan Hidup Sumba Timur memberikan penghargaan kepada beliau karena memenangkan lomba “Isi Tanaman di Kebun” dengan sekitar 1001 macam tanaman yang ada di kebun tersebut. Disamping rumah beliau, dibuatkan semacam saung kecil semi permanen untuk tempat diskusi dan disinilah kegiatan pelatihan berlangsung.

“Peserta dalam kegiatan ini ada 20 orang terdiri dari 10 perempuan dan 10 laki-laki dimana semuanya merupakan pasangan suami istri yang berasal dari Kelompok Tani Watu Otur di Desa Kambuhapang”, jelas Ibu Helda Tukan selaku Gender and Indigenous People Specialist dari Konsorsium Subur Makmur DAS Kadahang. Kelompok Tani Watu Otur berdiri sejak tahun 2006 dan telah menerima kunjungan untuk mendapatkan informasi, kerjasama maupun belajar dari berbagai pihak dari dalam maupun luar negeri, misalnya dari Dinas Pertanian Kabupaten untuk program rumah pangan desa, dari MCA-Indonesia untuk pelatihan pupuk organik dan pakan ternak, dari FAO (Food and Agriculture Organization) untuk pertanian konservasi, dari Hivos Belanda untuk biogas dan dari Filipina untuk budidaya kelor. Di kelompok ini kita bisa belajar banyak hal mulai dari pertanian ramah lingkungan sampai pemanfaatan energi baru terbarukan.

 

 

Dalam pelatihan ini mereka diajarkan membuat kripik rasa balado dari ubi kayu/singkong, ubi keladi dan ubi petatas/ubi jalar ungu (mulai dari pengolahan sampai pengemasan sederhananya) yang memang selama ini ada di lahan mereka. Saat ini, untuk bumbu balado masih didatangkan dari Jawa tetapi kelompok ini juga sedang terus berinovasi dengan bahan-bahan lokal agar nantinya bisa memproduksi sendiri bumbu balado atau perasa yang lain.

“Setelah kegiatan ini, saya akan buat keripik untuk dijual di sekolah tempat saya mengajar. Selain menambah penghasilan, ini dapat mengurangi pembelian snack yang menggunakan pewarna dan pengawet yang berbahaya bagi anak” ujar salah seorang Mama peserta pelatihan yang juga adalah guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).

 

 

Selanjutnya pada tanggal 15 Maret 2017, kegiatan dilanjutkan dengan “Diskusi Berbagi Praktik Baik Antar Petani” dimana tujuan kegiatan ini adalah untuk mempertukarkan pengetahuan juga hal-hal baik yang telah dikerjakan oleh masing-masing petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya yang terkait informasi dan teknologi pertanian dan lain-lain. Beberapa hal yang didiskusikan adalah tentang  perlindungan tanaman dengan model  pagar anyam, tanaman produktif (kelor dan katuk) untuk penguat terasering dan pengairan tanaman dengan sistem tetes.
Setelah kegiatan ini ada beberapa hal yang akan dikerjakan oleh kelompok tani Watu Otur yaitu menanam jagung manis dengan sistem lubang permanen, menanam bawang merah di polybag dengan sistem infus/tetes, menanam petatas ungu. Dimana untuk semua aktifitas ini, mereka juga akan membuat semacam pengamatan sederhana untuk membandingkan hasil dari penerapan masing-masing sistem tanam ini yang nantinya akan dicatat dan dibagikan sebagai pembelajaran bersama.

 

 

“Petani kita punya semangat kerja yang tinggi, sedikit informasi saja kita bagikan mereka langsung mempraktekkannya. Misalnya Pak Bernardus yang merupakan mitra Yayasan Rumah Energi (YRE) selaku pengguna biogas yang sudah punya pengalaman memanfaatkan limbah biogas/bioslurry di sawahnya. Bahkan sampai menghitung perbandingan biaya jika menggunakan pupuk dan pestisida kimia dengan pupuk dan pestisida alami (bioslurry) ketika informasi itu dibagikan beberapa waktu yang lalu. Saat ini semua anggota sudah juga memanfaatkan bioslurry. Dalam waktu dekat Bapak Bernardus juga akan diminta untuk melatih petani di Desa Napu Kecamatan Hahar Sumba Timur tentang pembuatan pupuk organik (bokashi)” ungkap Ibu Helda Tukan.
Ada banyak cara petani belajar, diskusi bertukar praktek baik ini menjadi salah satu ruangnya. Kiranya dengan semangat berbagi pengetahuan ini, petani Sumba akan semakin produktif. **

Contact
Share This: