Meningkatkan Kualitas Garam Rakyat melalui Iodisasi
Sekali lagi saya mendapatkan kesempatan bertemu dengan perempuan-perempuan tangguh di ujung selatan Lombok Tengah, tepatnya di Desa Bilelando. Mereka adalah perempuan petani garam yang tidak mengenal kata menyerah, meski panas menyengat mereka dengan cekatan menyelesaikan semua pekerjaan di sawah garam. Tak terlihat ada perbedaan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Meski selama ini harga garam yang mereka produksi dinilai dengan harga yang sangat rendah. “ Seumur-umur te gaweq sie itoh, nane ne wah bau mahel ajin. Berkah petani aran jak” (sepanjang umur saya mengerjakan sawah garam, baru kali ini harganya mahal. Ini suatu berkah untuk kami petani garam” ungkap salah satu petani garam. Memang kita akui bahwa baru kali ini garam yang dihasilkan petani mengalami kenaikan harga dan berlangsung lama. Garam yang dikemas dalam karung dengan bobot 50Kg dihargakan hanya Rp.80.000, kini sejak bulan juli lalu dengan bobot yang sama petani mendapatkan harga Rp. 250.000 per karungnya. Kenaikan harga ini tentu sangar dipengaruhi cuaca yang berdampak pada pengurangan stok garam.
Harus kita akui, garam yang dihasilkan melalui garam rakyat masih perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Meski untuk itu diperlukan langkah-langkah strategis tanpa meninggalkan kearifan lokal masyarakat. Tentu kita harus mengambil langkah cepat agar garam rakyat mendapat posisi pasar yang lebih baik. Selama ini, permasalahan yang dihadapi selain produksi yang masih rendah adalah rendahnya kualitas yang ditentukan dengan rendahnya kandungan iodium dalam garam yang dihasilkan. Iodisasi sebenarnya sudah dilakukan oleh beberapa kelompok petani garam, namun takaran iodium dan jumlah garam belum sesuai dengan standar nasional. Ditambah lagi cara penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik pasca iodisasi berakibat pada rendahnya kandungan iodium yang diterima oleh konsumen.
Proses pembuatan garam rakyat melalui suatu proses menguapkan air laut dalam petak-petak tambak garam di pinggir pantai. Air laut yang diuapkan sampai kering mengandung setiap liternya 7 mineral yaitu CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air dengan berat total 1025,68 gram. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya maka akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75–28,5 o Be setara dengan 23,3576 gram (Warniati, 1997). Sampai proses ini, garam tersebut sudah dapat dikonsumsi untuk keperluan konsumsi rumah tangga dan industri makanan serta untuk keperluan pengawetan ikan. Namun mengkonsumsi garam tersebut telah berdampak buruk pada kesehatan masyarakat terutama pada ibu hamil dan anak-anak. Ironisnya, Bilelando yang notabene sentra garam justeru menjadi salah satu desa rawan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium).
Berangkat dari fakta tersebut, Perkumpulan Panca Karsa dan Annisa bergerak cepat untuk dapat menggugah pikiran kritis masyarakat khususnya produsen garam untuk dapat menyadari pentingnya melakukan iodisasi serta mengkonsumsi garam ber-iodium. Melalui Program Peningkatan Ekonomi Dan Sosial Perempuan Petani Garam Melalui Pengembangan Usaha Garam Rakyat yang Ramah Lingkungan dan Hemat Energi yang didukung penuh oleh Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia , dilaksanakan Pelatihan Iodisasi dan Pengemasan Garam di Koperasi Barokah Maju Desa Bilelando pada tanggal 25-27 Agustus 2017. Pelatihan ini diikuti oleh pengurus koperasi, petani garam serta kelompok pengemas dengan jumlah 30 orang.
Tujuan dari pelatihan tersebut adalah pertama, peserta memahami pentingnya Iodisasi Garam untuk meningkatkan gizi masyarakat, meningkatkan kecerdasan anak, mengurangi resiko gondok. Kedua, peserta mengetahui campuran bahan yang akan di gunakan untuk menghasilkan Kadar Yodium sesuai dengan ketentuan Pemerintah yaitu antara 30 – 80 PPM. Ketiga, peserta memahami kebijakan Pemerintah terkait dengan penggunaan garam beryodium serta memahami tentang sistem atau mekanisme pengawasan yang dilakukan untuk pengawasan melekat terhadap hasil olahan produk masyarakat. Keempat, peserta memiliki keterampilan di dalam menggunakan dan merawat bahan dan alat Iodisasi sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Serta kelima, peserta memiliki kemampuan serta keterampilan di dalam mendesign bahan kemasan atau packaging yang ramah lingkungan
Pada pelatihan tersebut, baik pengurus maupun petani garam mendapatkan pengetahuan tentang perbandingan garam dengan KIO3 (Kalium Iodat) untuk selanjutnya di fortifokasi. Baik menggunakan mesin ( bagi pengurus koperasi) ataupun dengan cara manual (bagi produsen garam rakyat). “eakt doang, te bani ndek. Laun tepolisiangt” (pasti kami lakukan iodisasi, gak berani nanti kami ditangkap polisi),ungkap salah satu peserta seraya menunjuk ke layar yang sedang menampilkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01–3556 tahun 1994 dan Kepmen No. 77/1995 garam yang digunakan harus mengandung yodium sebesar 30 – 80 ppm dan Kepres No. 69 Tahun 1994 tentang garam beryodium. Iodisasi pada garam penting dilakukan untuk meningkatkan zat gizi yang dibutuhkan penduduk dalam jumlah yang cukup. Peningkatan zat gizi dilakukan dengan penambahan kalium iodida (KI) atau kalium iodat (KIO3) ke dalam garam dengan komposisi 40-80 ppm. Kalium iodat (KIO3) lebih sering digunakan dalam proses iodisasi karena sifatnya yang lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan yang baik, dan tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam
Bagi kelompok pengemas Koperasi Barokah Maju, pelatihan ini pun tentu memberikan pengetahuan bagaimana melakukan pengemasan yang baik. Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam packaging diantaranya plastik yang digunakan untuk pengemasan, banyaknya garam yang dikemas untuk setiap plastiknya dan design dari kemasan itu sendiri. Plastik yang digunakan untuk mengemas garam pun harus yang agak tebal dibanding plastik biasa dan berwarna agak gelap karena garam dapat dengan mudah menguap apabila dalam kondisi terlalu panas. Untuk setiap plastiknya, berat garam yang dikemas adalah sebanyak 250 gram dengan kandungan iodat (KIO3) sebanyak 40 ppm. Desain yang dirancang adalah desain yang diharapkan dapat menarik minat konsumen untuk membeli garam tersebut dan tentunya harus disesuaikan dengan segmen pasar yang akan menjadi sasaran pemasaran produk.
Melalui dua pelatihan tersebut diharapkan akan meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan oleh masyarakat sehingga mampu masuk ke pasar yang lebih luas. Demikian pula untuk Koperasi Barokah Maju yang saat ini tengah mengurus segala persyaratan untuk mendapatkan label SNI.