Mengapa Rinjani harus di Selamatkan ?

You are here

Home / Mengapa Rinjani harus di Selamatkan ?

Mengapa Rinjani harus di Selamatkan ?

Hingga awal tahun 1990, Orang Sembalun tidak mengenal debu dan tidak mengetahui  apa itu kekeringan, bahkan banyak sawah yang seperti rawa karena  air yang menggenang sepanjang tahun. Namun sekarang,   setiap musim kemarau datang,  para petani berebut air, masjid dan rumah tangga kadang tidak terdapat air untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus), tanah-tanahpun berdebu (Islahul wathan 40 tahun, Perangkat Desa Sembalun, orang asli Sembalun)  

Cerita di atas menunjukkan drastisnya perubahan lingkungan di sekitar Rinjani.  Setidaknya berdasar data dan pemetaan satelit telah terjadi deforestrasi  yang mengakibatkan degradasi lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Putik dan Menanga menjadi lahan kritis. Kritisnya 2 (dua) DAS tersebut menjadi penyebab terjadinya banjir bandang di Kecamatan Sambelia pada tahun 2006 dan 2013. Disisi lain, akibat deforestrasi ini sekitar 206 mata air yang berada dalam kawasan hutan mengalami penurunan debit dari 89,76 liter/detik pada tahun 2010 menjadi 78,45 liter/detik (2011) turun lagi 72,38 liter/detik (2012) menjadi 67,32 liter/detik (2013).
Sembalun sendiri adalah salah satu dari 13 desa tertua yang ada di pulau Lombok selain dari desa Bayan, Bebekeq, Medayin, Kedaro, Batudengdeng, Selaparang, Suradadai, Benoa, Pejaggik, Jerowaru, Langko dan Peraya. Kata Sembalun sesungguhnya berasal dari bahasa jawa kuno yang terdiri dari dua suku kata yakni kata “ SEMBAH” dan “ULUN” kata Sembah mengandung makna menyembah/menyerah diri/mematuhi/taat, dan Ulun , dari kata dasar Ulu yang berarti kepala / atas / atasan / pemimpin. Makna lain yang terkandung dari kata sembahulun. Filosofi nama desa ini juga sekaligus merujuk kepada letak geografisnya yang berada di ketinggian, persis di  di kaki rinjani. Oleh karena itu, apapun yang terjadi di rinjani,  desa ini langsung merasakan dampaknya.

Tapi Kenapa rinjani  harus di selamatkan ?. Penyelamatan Rinjani, bukan hanya melindungi Sembalun semata, namun Lombok secara umum, karena lebih dari ¾ wilayah dan peradaban Lombok terkoneksi dengan Rinjani.  Tanpa Rinjani, peradaban manusia Sasak di  Lombok Ini tidak akan pernah ada. Ia adalah jantung yang memompa kehidupan di pulau ini.  Taman Nasional Rinjani merupakan satu-satunya taman nasional di Pulau Lombok. Di tetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No 280/Kpts-II/1997, Seluas  41.330,00    Ha, terletak  antara 116°21’30” - 116°34’15” BT dan 8°18’18” - 8°32’19”  LS . Merupakan daerah bergunung-gunung dengan ketinggian mulai 500 – 3726 m dpl (Puncak Rinjani). Tersebar di 4 kabupaten; Kabupaten Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Barat dan Lombok Timur (± 22.152,88 Ha).  Hasil inventarisasi FAO (1981) terdapat 66 jenis flora dan 126 jenis fauna di kawasan TNGR.  TNGR memiliki kedudukan sangat vital dan dapat di katakan sebagai jantung bagi kehidupan masyarakat pulau Lombok.  90%  sungai  di  pulau Lombok  berhulu  di  TNGR, seperti Sungai  Kaliputih  yang mengalir  ke arah utara, Amor-Amor, Lekok Reak, dan Jurit yang bermuara ke arah Laut Jawa.  Dari sisi sosial budaya, peradaban etnis sasak yang mendiami pulau Lombok, di kembangkan berdasarkan potensi dan spirit yang berpusat di Gunung Rinjani.  Hingga kini,  secara spiritual beberapa aliran etnis Sasak percaya bahwa kawasan ini di huni oleh Dewi Anjani dari bangsa Jin yang menjadi penjaga kelanggengan dan kedamaiaan etnis Sasak, perjalanan ke situs situs tertentu seperti gunung Baru jari, Air Terjun Segara muncar yang berada di sisi utara danau Segara anak, oleh sekelompok aliran kepercayaan tradisional di anggap sebagai sebagai perjalanan suci.

Dan baru-baru ini,TNGR di usulkan untuk menjadi salah satu situs dunia, Geopark. Dan itulah tantangannya, Semakin  terkenal  Rinjani, semakin ramai pengunjung, semakin terbuka askes, maka potensi kerusakan semakin membesar.  Memiliki nilai ekonomi Rinjani memang mencengangkan,  beberapa pengembangan jasa lingkungan yang memiliki potensi yang besar dan menjadi arah pengelolaan  khususnya  KPHL Rinjani Timur dimasa mendatang adalah pengembangan jasa lingkungan wisata alam.  Hutan lindung di KPHL Rinjani Timur dapat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama hutan lindung yang berada di bagian utara yang merupakan bagian dari Gunung Rinjani.  Menawarkan lingkungan hutan yang masih baik dengan berbagai flora dan fauna di dalamnya. Pemanfaatan jasa ingkungan lain yang menjadi masih di eksplorasi adalah fokus pengelolaan di KPHL Rinjani Timur adalah perdagangan karbon. Hasil studi evaluasi ekonomi sumberdaya alam kawasan Gunung Rinjani oleh WWF Indonesia tahun 2008 menyebutkan angka Rp. 5,178 triliun rupiah per tahun. Nilai ini diestimasi dari sumberdaya ekonomi utama, yaitu sumberdaya air, hutan produksi, pertanian, pariwisata, pengontrol erosi, dan nilai contingent (lingkungan kawasan). Untuk mendapatkan net benefit (keuntungan bersih) kawasan Rinjani maka dimasukkan juga nilai komponen biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan kawasan Rinjani  dengan rincian :
a.    Air. Pemanfaatan sumberdaya air Kawasan Rinjani dibagi berdasarkan beberapa fungsi: Air untuk kepentingan rumah tangga, pertanian, kegiatan industri, dan kegiatan lainnya. Potensi air yang ada di Pulau Lombok baru dimanfaatkan sekitar 6.742,71 mcm atau hanya sekitar 8,3 persen dari nilai aktualnya sebesar 46, 364,62 mcm. Keuntungan bersih per tahun yang bisa diperoleh dari pengelolaan sumberdaya air kawasan Rinjani mencapai 4,7 Milyar Rupiah. Alokasi terbesar dari pemanfaatan air kawasan Rinjani diperuntukan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan, perikanan dan peternakan, yang menggunakan sebesar 83,50 persen dari total air yang dimanfaatkan. Nilai benefit bersih (net benefit) yang dihasilkan dari sektor pertanian di kawasan Rinjani mencapai nilai sebesar Rp. 386 milyar per tahun. Sedangkan nilai ekonomi untuk Pulau Lombok secara keseluruhan bisa mencapai Rp. 940 milyar/tahun.
b.    Hutan. Hasil hutan kayu maupun bukan kayu di kawasan Rinjani memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya hutan menghitung nilai kayu pada hutan produksi dengan nilai mencapai 37,3 milyar Rupiah per tahun. Nilai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) kawasan Rinjani jauh lebih besar dibandingkan nilai hasil hutan kayu, diatas 80%.
c.    Pariwisata. Rinjani sebagai ikon pulau Lombok menjadi salah satu daerah tujuan wisata favorit para wisatawan, baik domestik maupun internasional. Estimasi nilai ekonomi yang diperoleh dari kunjungan wisatawan ke Rinjani mencapai 171,6 milyar rupiah per tahun. Nilai ini sangat berpotensi untuk terus mengalami peningkatan sejalan dengan semakin gencarnya promosi pariwisata Rinjani sebagai  Geopark.

Untuk menjaga Rinjani sendiri sebenarnya sudah terdapat modal berupa sesuatu yang memang sudah exist secara nature (alami) dan juga berupa kebijakan pemerintah, di  antaranya :

  1. Beberapa kegiatan rehabilitasi yang dapat dihimpun pada wilayah KPHL Rinjani Timur seluas + 3.784 Ha antara lain: (a) Gerhana 2002 s/d 2007 seluas 1.810 Ha, (b) JIFPRO seluas 480 Ha, (c) SOCFOR 2005 seluas 300 Ha, (d) PHTUL 2002 seluas 80 Ha, (e) HKm OECF seluas 250 Ha, (f) Kegiatan Reboisasi lainnya 864 Ha.
  2. Di awal reformasi, merupakan awal peralihan pengelolaan  dari KSDA ke unit Taman Nasional Gunung Rinjani sehingga  tidak  terurus  dengan  baik.  Namun  pada  periode  berikutnya  (2002  –2006)  setelah  dilakukan  penataan  dan  peningkatan  pengelolaan,  luas  hutan primer  maupun  sekunder  mengalami  peningkatan  yang  cukup  besar. Peningkatan luas hutan ini sebagai akibat dari berbagai kegiatan rehabilitasi dan penanaman  di beberapa  tempat  yang  dimulai  sejak  tahun  2000,  yaitu  melalui pembinaan daerah penyangga dan tanggkapan air. Menurut informasi dari kantor Balai TNGR, ada 3 (tiga) program utama yang dilakukan berkenaan dengan peningkatan jumlah vegetasi hutan TNGR, yaitu: (1) pengembangan jalur hijau di wilayah Pesugulan sampai dengan Pancor Manis (bagian Selatan TNGR) yang dimulai sejak tahun 2000, (2) penanaman pohon di wilayah Kembang Sri (Resort Kembang   Kuning)   dan   Resort   Joben   yang   dimulai   tahun   2000,   dan   (3) penanaman dan rehabilitasi, yaitu di wilayah Aikmel sampai dengan Srijata (zona rehabilitasi – bagian Selatan TNGR) yang dilakukan tahun 2000 serta pada tahun 2003 dilakukan penanaman di wilayah zona rehabilitasi Aik Berik
  3. Penetapan wilayah KPHL Model Rinjani Timur dengan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.225/Menhut-II/2012 tanggal 4 Mei 2012 dengan luas  ± 37.589 ha terdiri dari HL ± 31.987 ha dan HP ± 5.602 ha. Di tindaklanjuti Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2012 tanggal 5 Maret 2012.
  4. Ada keinginan masyarakat dan investor untuk mengelola hutan produksi di KPHL Rinjani Timur sangat besar dibuktikan dengan banyaknya usulan pencadangan lokasi HKm dan ijin usaha pemanfaatan hutan tanaman industri sehingga bila dikalkulasikan akan mencakup hampir seluruh areal kawasan hutan produksi.
  5. Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota
  6. Pengakuan masyarakat terhadap kawasan hutan cukup kuat untuk kawasan hutan KPH Rinjani Timur.  Secara Tata Ruang keberadaan kawasan hutan juga diakui secara defakto dan dejure oleh semua elemen sehingga permasalahan status kawasan relatif tidak terjadi bahkan dalam penyusunan tata ruang baik di kabupaten maupun provinsi batas hutan yang tertuang dalam TGHK dijadikan sebagai acuan penyusunan tata ruang wilayah.
  7. Pemerintah Lombok Timur telah  menetapkan kebijakan terkait kawasan ini, melalui PERDA Nomor 1 Tahun 2014 tentang RPJMD Kabupaten Lombok Timur 2013-2018, menetapkan Hutan Konservasi (Taman Nasional Gunung Rinjani/TNGR) seluas 27.445 Ha (42,54%) & Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Timur seluas 37.063,67 Ha (57,46%).  KPH Rinjani Timur terdiri dari Hutan Lindung seluas 31.498,67 Ha (84,99%) dan Hutan Produksi seluas 5.565 Ha (15,01%).  Selanjutnya PERDA No 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012-2032 mengatur bahwa Kawasan Hutan Lindung di Lombok Timur terdapat pada dataran tinggi dibagian utara dengan luas 28.664,47 Ha (91,00%) dan 2.834,20 Ha (9,00%) pada dataran rendah di bagian selatan, tersebar di 7 (tujuh) wilayah kecamatan, yaitu: Sembalun, Sambelia, Suela, Pringgabaya, Aikmel, Pringgasela dan Montong Gading. Sementara, kawasan hutan lindung di Lombok Timur bagian selatan, yakni Kawasan Hutan Lindung Sekaroh termasuk dalam wilayah Kecamatan Jerowaru. Areal pemanfaatan Kawasan Hutan seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm) pada 7 (tujuh) kecamatan tersebut di Lombok Timur bagian utara mencapai 10.702,11 Ha (37,34%).
  8. Potensi perlindungan lainnya adalah telah dan sedang berjalnnya Beberapa program yang berkaitan dengan mitigasi bencana & konservasi  baik di dalam kawasan TNGR maupun desa-desa yang berbatasan dengannya.
  9. Stock Karbon. Secara administratif TNGR yang termasuk dalam Kabupaten Lombok Timur ± 22.152,88ha. Dengan luas tersebut 45,11 % adalah hutan primer, 15,8% hutan sekunder, 25,2 % savana, 7% tanah tandus dan  6,89% hutan tanaman. Dari vegetasi tersebut dapat diketahui stok karbon yang terkandung pada masing-masing tipe vegetasi tersebut berdasarkan sumber dari Tim Badan Litbang Kehutanan pada tahun 2010 yang melakukan perhitungan berdasarkan skema REDD (Reducing Emission from Degradartion and Deforestation).

Mencari Sosok  Misterius Kemiskinan :
Kemiskinan yang sejatinya di pengaruhi oleh beberapa faktor ; tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi,  tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar . Terdapat empat bentuk kemiskinan yang memiliki beragam pengertian.Keempat bentuk tersebut adalah kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif yang melihat kemiskinan dari segi pendapatan, sementara kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan dari segi penyebabnya . Kemiskinan absolut adalah apabila tingkat pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimun, antara lain kebutuhan pangan, sandang,kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas agar bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif adalah kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya.

Dalam konteks terkini, tantangan  yang langsung di hadapi oleh program dan pelaku pemberdayaan lainnya  adalah menemukan  target group yang benar (siapa sebenarnya yang benar benar miskin), hal ini di sebabkan oleh berubahnya mentalitas masyarakat sebagai dampak dari kesalahan kebijakan pembangunan sebelumnya.  Pendekatan charity, bantuan langsung, pembagian beras miskin  telah merusakan nilai-nilai lokal manusia Sasak yang Lombok buak (lurus dan jujur apa adanya laksana pohon pinang). Simak beberapa penggalan  dialog-dilaog yang biasa kita dengar dalam pelayanan publik ini ; “Silakan bagi beras itu untuk mereka (orang miskin) itu, tapi jangan harap kami akan keluar untuk gotong royong” dalam pembagian beras  Beras Miskin, atau  protes dari keluarga  pemegang kartu Jaminan kesehatan Untuk Orang Miskin kepada petugas untuk mendapatkan pelayanan ekstra sambil memegang kartu dan tangannya yang lain penuh dengan  perhiasan emas serta memegang handphone harga jutaan.

Dari contoh kasus diatas, tampak bahwa mentalitas ekonomi masyarakat Indonesia lebih senang diakui miskin dari pada makmur. Bagaimana tidak,orang rela memiskinkan dirinya demi mendapat 100 ribu secara cuma-cuma tanpa perlu bersusah payah. Pada kenyataannya di lapangan, nominal tersebut tidak seberapa dalam memenuhi kebutuhan di zaman sekarang. Bagi orang-orang yang menengah ke bawah, 100 ribu merupakan nominal yang sangat membantu. Namun bagaimana mereka yang cukup mampu, lalu mengaku miskin demi mendapat secuil bantuan pemerintah baik itu BLT, raskin, bahkan beasiswa. Kemiskinan secara mental, secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Teori “kemiskinan  budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas,mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumber daya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi  bukan dikarenakan “ketidakmauan” si miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.Kemiskinan mental meliputi dimensi moral, etika, akhlak, dan mental yangkemudian memperlemah daya saing sumber daya manusia Indonesia. Mental inilah yang sebenarnya faktor dominan dalam melakukan perubahan, yang kian lama justru kian luruh.

Mentalitas miskin  juga terlihat terjadi di desa-desa program ini. Salah satunya adalah di pengaruhi oleh perubahan  gaya dan standard Hidup. Bagaimana  gaya dan standar ini bekerja dalam mempengaruhi persepinya tentang kemiskinan dapat diilustrasikan sebagai berikut ; Si Y  yang baru saja mulai  bekerja di Perusahaan X, menerima Gaji Rp. 1 Juta rupiah per bulan dalam tahun pertamannya. Jarak Perusahaan dan rumah tinggalnya hanya  3 KM, dan ia sanggup tempuh dengan jalan kaki, ia bangun dan berangkat lebih pagi sehingga dapat tepat waktu sampai di perusahaan. Untuk menghemat pengeluaran, Ia memasak di rumah dan membawa bekal ke  tempat kerja. Pada tahun kedua, Manajer melihat kedisiplinan dan keterampilan kerjanya yang meningkat seiring jam terbang akhirnya memutuskan Gaji si Y naik menjadi Rp. 2 Juta di tahun kedua kerjanya. Pasca Kenaikan gaji, lokasi kerja masih sama, namun jabaatannya berubah. Si Y membeli motor dengan pertimbangan, ia bisa lebih cepat sampai perusahaan dan tidak perlu berkeringat lagi dan ia juga merasa Membawa bekal cukup merepotkan, sementara ia mampu untuk makan di warung dengan penghasilannya yang sekarang.  Pada tahun ketiga, Manajernya puas dengan kinerja Y memutuskan  kenaikan gajinya lagi menjadi Rp. 3 Juta. Si Y, menaikkan standardnya, bahwa saat ini dia harus tampil lebih parlente, membeli dasi dan jas, makan di warung juga di rasa sudah tidak terlalu cocok untuk dirinya, ia merasa saat ini waktunya bagi dia untuk menikamti hasil kerja, makan di restaurant yang menggunakan AC dan mempertimbangkan untuk kredit Mobil supaya dapat ke kantor meski dalam keadaan panas maupun hujan dan baju serta dasinya tidak kusut terkena debu. Dan demikian seterusnya, setiap ada penambahan pendapatan maka standard kehidupannya di naikkan. Maka Si Y tetap merasa tidak atau belum cukup dengan apa yang sudah di peroleh sebelumnya. Syndrome ini ,banyak menghinggapi warga kita, mampu  mengaku miskin namun menggenggam gadget dengan harga di  atas Rp. 2 Juta.

Melalui sejumlah kegiatan berseri;  pembangunan database dari door to door dengan melibatkan warga, diskusi komunitas dan lokakarya desa. Program mencoba menemukan indikator kemiskinan versi masyarakat, karena senyatanya, ada juga warga desa yang meskipuun tidak punya asset  produksi yang di miliki sendiri namun dapat memiliki penghasilan  hingga Rp.  1 juta hanya dari satu aktivitas, mencari dan menjual pakis di dalam kawasan hutan. Untuk itu, tidak ingin mengulangi kesalahan pendekatan beberapa prorgam, Konsorsium ADBMI hati-hati dalam menemukan mereka yang betul-betul menghayati dan mereprsentasikan kemiskinan

Melalui kegiatan program Konsorsium ADBMI & FRIENDS ini diharapkan efek berantai.   Dengan meningkatnya kemampuan dalam mengolah  potensi alam yang ada ; pisang, tomat, bambu, ubi dan lainnya menjadi produk baru yang mempunyai nilai ekonomi lebih, di harapakan akan menjadi alternatif bisnis yang menambah produktivitas dan pendapatan ekonomi keluarga Miskin. Hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya ketahanan ekonomi warga di lingkar TNGR, maka ketergantungannya untuk menjadi buruh migrant dan pada aktivitas eksploitasi sumber daya yang ada dalam kawasan TNGR juga berkurang, sehingga deforestrasi dapat dicegah karena warga  yang telah keluar dari perangkap kemiskinan tidak lagi masuk kedalam kawasan hutan melakukan pembalakan liar (illegal loging ataupun perburuan). Dengan dapat dicegahnya deforestrasi, maka emisi  Gas Rumah Kaca juga dapat diturunkan.

7200 Warga miskin yang akan di jangkau oleh proyek ini, merupakan sekitar 0.8 % dari total warga yang tinggal di sekitar hutan. Dengan asumsi, 62 % dari mereka yang terlibat dalam program ini dapat menerapkan Pengetahuan dan keterampilan yang di dapat , dan akan menyebabkan naiknya pendapatan rata-rata per hari Rp. 25 ribu saja , maka akan ada uang beredar di desa dalam satu bulan 30 x Rp. 25.000 x 7200  x 0.62= Rp.3.348.000.000 dan dalam satu tahun Sebesar  Rp. 40.734.000.000 . Dana ini , hampir Pendapatan Asli Daerah APBD Lombok Timur dalam satu tahun. Dan bagi keluarga, ada tambahan pendapatan sebesar Rp. 750 ribu per bulan, itu ¾ dari Upah Minimum Kabupaten. Dengan adanya tambahan pendapatan dari sumber-sumber penghidupan yang sudah ada sebelum program masuk, maka tambahan bagi keluarga ini  diharapkan mampu menghentikan tindakan eksploitasi warga miskin ke dalam terhadap sumber daya alam yang ada dalam kawasan TNGR.  Jika di hitung ERR dalam satu tahun pertama setelah program sebesar 16%.

Contact
Share This: