Mendorong Percepatan Pembangunan Daerah Melalui SIDa
World Economic Forum (WEF) setiap tahunnya telah mempublikasikan daya saing global (Global Competitive Index) semua negara di dunia. Untuk tahun 2015-2016, Indonesia berada pada peringkat 37 dari 140 negara. Sebelumnya pada tahun 2015 Indonesia sempat menempati posisi 34, namun tahun berikutnya kembali menurun. Sedangkan di kawasan ASEAN jika diukur berdasarkan ketimpangan produk domestik bruto per kapita (GDP Per Capita) Indonesia berada pada peringkat 5 persis setelah Thailand. Perhitungan daya saing global ini dilakukan dengan menggabungkan data kuantitatif dan survei, yang didasarkan pada 113 indikator yang dikelompokkan dalam 12 pilar daya saing. Kedua belas pilar tersebut yaitu institusi, infrastruktur, kondisi dan situasi ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar finansial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.
Dengan demikian, jelaslah bahwa daya saing global ditentukan oleh kuatnya faktor-faktor lokalitas yang ada dan upaya peningkatannya, diiringi penguatan kohesi sosial masyarakat yang maju. Sehingga diperlukan strategi yang tepat, salah satunya adalah dengan mendorong percepatan pembangunan daerah dengan meningkatkan berbagai inovasi yang bisa dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Pengembangan inovasi daerah tentunya harus disertai dengan pengembangan teknologi. Sehingga Penguatan Inovasi tersebut harus dimulai pada level nasional yang tentunya sesuai dengan arah kebijakan pembangunan nasional. Mendukung hal tersebut Pemerintah telah menetapkan Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang diterapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2015-2025). Dalam agenda pembangunan melalui SINas ini diharapkan akan menurunkan angka ketergantungan dalam negeri atas barang Impor yang saat ini masih cukup tinggi serta meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan IPTEK sehingga akan meningkatkan daya saing global. Lima agenda utama dalam penguatan SINas adalah pertama, Flagship program dan konsorsium inovasi. Kedua, harmonisasi kebijakan dan program. Ketiga, pengembngan instrumen kebijakan (innovation support). Keempat, Diseminasi dan Intermediasi. Serta kelima adalah Kerjasama Internasional.
Penguatan SINas menjadi wahana utama dalam meningkatkan daya saing dan kohesi sosial demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, maju, mandiri, dan beradab. Implikasinya, pembangunan daerah makin diarahkan pada penguatan potensi lokal yang menjadi pendukung utama pelaksanaan pembangunan economic-based knowledge. Untuk mendukung pelaksanaan SINas di daerah Pemerintah melalui Menteri Negara Riset daan Teknologi Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bersama No.03 tahun 2012 dan No.36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah. Penguatan Inovasi ini diharapkan menjadi sumber keunggulan kompetitif daerah. Karena, pertama, Inovasi yang berhasil akan meningkatkan nilai pasar dari barang dan jasa yang dihasilkan inovator tersebut, dalam hal ini adalah daerah. Kedua, berdasarkan Theory Resource-Based View (RBV), dengan adanya kemampuan untuk melakukan inovasi, produk akan semakin sulit untuk ditiru.
Daya Saing Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang saat ini berada pada peringkat 19 nasional (berdasarkan data yang dipublikasi oleh Asia Competitiveness Institute dan National University of Singapore) telah mendorong penerapan SIDa pada program pembangunan daerah dan telah melakukan Launching pelaksanaan SIDa pada tanggal 25 Februari tahun 2012. Penerapan SIDa di NTB sendiri di fokuskan pada bidang peternakan yakni melalui Kebijakan Pembangunan Bumi Sejuta Sapi (BSS). Pelaksanaan SIDa di NTB dipusatkan di Banyumulek Kabupaten Lombok Barat. Di lokasi pengembangan Sapi Potong tersebut dilengkapi dengan Rumah Potong Hewan, Pabrik PAkan Ternak, Teknologi Pembibitan dan Penggemukan Sapi, Industri Pengolahan serta Industri Pupuk Organik.
Pengembangan Sapi Potong di NTB yang ditetapkan oleh Menteri Riset dan Teknologi pada saat Itu didasarkan pada 4 F yakni food, feed, fertilizer, dan fuel. Selain itu, SIDa juga telah memberikan nilai tambah yakni bidang keilmuan (Paten dan Publikasi), pendapatan ekonomi dari hasil litbang, dan meningkatnya jumlah peternak sapi sekaligus pemanfaatan limbah sapi oleh masyarakat sekitar. SIDa dikelola oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB dengan unit pelaksana teknis (UPT) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang terletak di Desa Banyumulek Kabupaten Lombok Barat. Untuk itu infrastruktur penunjang seperti alat pemotong rumput gajah, gudang penyimpan pakan ternak, alat produksi pakan ternak, dan teknologi alat pemotong hewan juga sudah disiapkan.
Akan tetapi setelah beberapa tahun SIDa berjalan, bukan berarti tanpa hambatan dan permasalahan. Kurangnya sosialisasi mengakibatkan masyarakat banyak yang tidak mengetahui lokasi tersebut terlebih agi sebagai sentra penggemukan sapi. Terlebih lagi masyarakat juga masih sangat asing dengan istilah SIDa. Sehingga SIDa di Banyumulek terkesan program pemerintah daerah yang hanya melibatkan Kemenristek dan BPPT (termasuk instansi pemerintah lain), akan tetapi sangat minim melibatkan peran dan partisipasi masyarakat sekitar. Bahkan, wacana SIDa di NTB hanya didengar di kalangan pemerintah provinsi khususnya di Bappeda. Sementara itu, Disnakeswan NTB justru kurang paham dengan program SIDa secara utuh, akan tetapi mereka tahu bahwa program tersebut berasal dari kerjasama Pemprov NTB dengan Kemenristek. Maka tak heran jika masyarakat yang berada di sekitar Banyumulek tidak mengenal apa itu SIDa, selain istilah sebatas “kegiatan peternakan sapi” yang dilakukan pemerintah daerah NTB.
Berangkat dari kondisi tersebut maka Pemerintah Provinsi NTB (Bappeda) bersama Konsorsium Petuah-Universitas Mataram mencoba untuk merevitalisasi SIDa yang sudah ada di NTB untuk dapat memaksimalkan fungsi serta mengembangkannya pada bidang pembangunan atau komoditas lainnya. Menghidupkan serta menggerakkan kembali semua perangkat pendukung SIDa. Untuk itu, pada tanggal 27 Desember 2016 telah dilaksanakan diskusi penguatan SIDa di Kantor Bappeda NTB. Penguatan SIDa ini tentunya menjadi “PR” besar bagi kita semua. Penataan SIDa harus dilakukan secara sistemik menyangkut kerangka kerja, hubungan kelembagaan iptek dan linkages antar berbagai pihak. Budaya inovasi juga harus didorong agar keunggulan-keunggulan daerah mampu berkembang sesuai dengan potensi terbaik yang dimiliki. Hal-hal inilah yang harus diperkuat dalam mengembangkan sistem inovasi di daerah
Tidak hanya pemerintah daerah saja tetapi bagi Universitas Mataram sebagai salah satu Perguruan Tinggi di NTB juga dituntut agar menjadi CoE (Center Of Excellent) tidak hanya untuk satu komoditas saja melainkan juga untuk bidang lainnya. Sehingga Perguruan Tinggi, Litbang atau lembaga terkait lainnya bukan lagi sekedar pengembang teknologi tetapi juga harus bisa membawa teknologi itu lebih bermanfaat bagi masyarakat. Termasuk membantu stakeholders menentukan pilihan teknologi terbaik, membantu proses penerapannya, mengembangkan dan berinovasi.