Fokuslah Pada Berapa Besar Dukungan Dimanfaatkan Untuk Kesejahteraan Bersama

You are here

Home / Fokuslah Pada Berapa Besar Dukungan Dimanfaatkan Untuk Kesejahteraan Bersama

Fokuslah Pada Berapa Besar Dukungan Dimanfaatkan Untuk Kesejahteraan Bersama

Mendekati penghujung impementasi Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia, isu keberlanjutan semakin gencar dan urgen didorong dan diangkat menjadi tema pembahasan dalam berbagai forum pertemuan formal dan informal, khususnya di internal Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia. Keberlanjutan menjadi isu urgen dan strategis untuk diperjuangkan dengan tujuan menjamin investasi Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia dapat dilanjutkan, bahkan dikembangkan dan diadopsi/direplikasi lebih luas pada lokasi dan komunitas di luar target proyek-proyek Kemakmuran Hijau MCA-ndonesia.  Pihak yang paling potensial melanjutkan kegiatan-kegiatan Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia adalah pemerintah daerah melalui Bappeda dan instansi-instansi teknis terkait yakni Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kesatuan Pengelolaan Hutan.

Dengan alokasi Dana desa yang besar saat ini, pemerintah desa potensial untuk mendukung keberlanjutan, khususnya untuk kegiatan-kegiatan di sektor kemakmuran yang tidak membutuhkan dana besar (kegiatan skala kecil). Di sisi lain, advokasi pada pemerintah desa lebih mudah dan sebagian desa berada dalam situasi kesulitan memanfaatkan/menyerap dana desa secara optimal (ini menjadi peluang baik untuk mengarahkan dana desa untuk mendukung keberlanjutan. Dalam hal ini peran Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa cukup penting, baik dalam mendorong desa untuk merencanakan dan menganggarkan maupun dalam proses asistensi.

Pada tanggal 22 Agustus 2017, Kabupaten Sumba Barat telah melakukan Rakor Proyek KH MCA-Indonesia. pada kesempatan itu, seluruh penerima hibah telah menyampaikan laporan kegiatannya sekaligus dibahas secara khusus potensi/peluang integrasi, sinergi dan adopsi serta replikasi kegiatan. Untuk menunjang dan mengoptimalkan hal-hal tersebut, maka penting dilakukan untuk diadakan joint monitoring antara Pemda (khususnya instansi teknis terkait), para Grantee dan MCA-Indonesia (DRM).  

 

Kegiatan joint monitoring (site visit) ini penting dan strategis untuk mencapai tujuan di atas (melakukan integrasi dan sinergi kegiatan dalam rangka keberlanjutan) dengan pertimbangan, (1) melihat langsung hasil lapangan punya efek lebih besar dibanding mendapat laporan, (2) persoalan dan kebutuhan kongkrit untuk keberlanjutan dapat langsung diamati dan dirasakan langsung oleh Pemkab Sumba Barat, dan (3) beneficiaries (Kepala Desa dan Kelompok Tani) (dan Grantee) dapat secara langsung menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya kepada Pemda/instansi terkait untuk menindaklanjuti dan mengembangkan hasil-hasil lapangan paska proyek (hal ini penting agar tidak terkesan bahwa isu keberlanjutan hanya kepentingan MCA-Indonesia).

Rakor kabupaten yang sudah dilakukan, didukung dengan kegiatan joint monitoring ini akan memberikan informasi dalam rangka melakukan identifikasi potensi dan peluang integrasi dan sinergi untuk keberlanjutan. Hasil identifikasi potensi dan peluang integrasi dan sinergi ini akan menjadi bahan pembahasan yang lebih mendalam untuk membangun komitmen kongkrit para pihak khususnya pemerintah dalam mendukung keberlanjutan. Secara khusus, kegiatan-kegiatan yang ada di joint monitoring ini seperti Observasi Good Practices dan Small Workshop (focus group discussion/FGD) ini akan sangat berguna sebagai bahan dalam Rakorda se-Sumba atau Rakor Provinsi NTT untuk Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia. Menjawab kondisi tersebut diatas maka pada tanggal 27-29 September 2017 Pemda Sumba Barat melaksanakan kegiatan Joint Monev bersama beberapa mitra MCAI yang bekerja di wilayah Sumba Barat .

 

 

Untuk hari pertama kunjungan dilakukan ke lokasi Konsorsium Sumba Hijau di desa Tematana, Rewarara dan Kodaka, yang salah satu kegiatannya fokus pada isu pertanian berkelanjutan. Atas beberapa kondisi yang ditemui dilapangan, Dinas Pertanian berencana membantu kelompok dengan memberikan bantuan pompa air, selain itu bisa sediakan narasumber untuk pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan pupuk organik cair. Desa juga bisa alokasikan dana untuk pelatihan di desa dan masyarakat juga bisa swadaya untuk siapkan alat dan bahan-bahannya. Distan juga bisa mendukung benih dan anakan pohon buah-buahan untuk ditanam oleh masyarakat. Untuk bibit kedele petani bisa usulkan nama dan lahan untuk musim tanam kedua (April- September 2018) karena ada program Pajale Babe (Padi jagung kedele Bawang Cabe)

Dari Dinas Lingkungan Hidup akan konstruksi ulang/ rehab bak penampung yang ada di mata air agar air tertampung dengan baik dan mudah dinaikkan ke profil tank. DLH, usulkan untuk pencetakan sawah baru (usulan dari wilayah Wanukaka) maka harus dipastikan status lahannya/legalitasnya, juga pastikan apakah itu lahan terlantar atau wilayah gembala ternak.
 Sementara itu catatan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa adalah agar dana desa dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan, misalnya gunakan untuk dukung aktifitas kelompok (beli selang) untuk naikkan air, pengolahan paska panen cabe sehingga tidak hanya fokus di infrastuktur saja.Dinas Peternakan, saat ini fokus di program pemgembangan hijauan pakan ternak (lamtoro taramba), untuk pengadaan ternak masih vakum. Jika ada kelompok yang tertarik bisa ikut mendaftarkan untuk bergabung dengan kelompok pengembangan hijauan pakan ternak yang sudah ada

Terkait keberlanjutan program ada dari DPMD, saat ini sedang dilaksanakan Musrenbang des/kel sehingga hasil kunjungan kali ini bisa dibawa untuk jadi usulan prioritas, untuk penetapan anggaran 2018 sehingga harus dikawal. Sebagai ketua tim koordinasi kabupaten program MCAI, Bappeda berterimakasih pada grantee dan masukan untuk MCAI, ada keterlambatan pelaksanaan program di lapangan sehingga waktu pelaksanaan di lapangan juga menjadi sangat singkat

 

 

 

Kunjungan hari kedua, dilaksanakan ke lokasi Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan NTT, di Desa Tanarara dan Dokaka yang juga fokus pada pertanian berkelanjutan. Hal menarik ditemukan di Desa Dokaka, yaitu adanya integrasi program MCAI dengan dana desa, dimana desa telah membeli satu paket pompa air tenaga surya untuk menaikkan air guna menyirami lahan-lahan sayur milik kelompok.

Dalam sambutan Bapak Imanuel Moses Kalegotana dari Bappeda Sumba Barat di kantor desa, ditegaskan bahwa gerakan-gerakan warga untuk kemandirian ekonomi misalnya lewat pengembangan hortikultura tentu saja ini akan berkontribusi bagi Kabupaten Sumba Barat khususnya untuk desain kebijakan ekonominya. Untuk produk pertanian yang sudah ada saat ini bisa menjadi icon desa tetapi harus juga diperhatikan bagaimana dengan pemasaran produknya nanti. Hasil kunjungan lapangan dan diskusi hari ini akan menjadi catatan bagi instansi terkait untuk direplikasi apalagi saat ini sedang dilaksanakan musrenbandes/ kel, sehingga bisa diusulkan untuk tahun anggaran 2018 dan seterusnya. Harapannya program kegiatan yang dibuat oleh instansi terkait benar-benar dapat menyentuh langsung kebutuhan warga, misalnya untuk penguatan kelompok- kelompok tani yang sudah ada (bantuan alat cetak bedeng) untuk efisiensi tenaga kerja dalam menggarap lahan yang luas.

 

 

Sedangkan Pak Stef Segu selaku DRM MCA-Indonesia menegaskan bahwa, terkait keberlanjutan para penerima hibah punya kewajiban untuk mempertanggung jawaban semua bentuk pengelolaan dana terhadap MCAI karena dana ini adalah dana yang dikhususkan untuk mendukung program pemerintah; ada juga hal-hal baik yang sudah dihasilkan di lokasi program agar dapat direplikasi di lokasi-lokasi yang belum disentuh oleh program. Hal penting lain yang juga diharapkan adalah soal komitmen masyarakat dan pemerintah desa dalam mengelola dana desa agar benar-benar bermanfaat untuk kesejahteraan sehingga harus lihat potensi kegiatan yang dapat dilanjutkan; terkait pengembangan skala usaha, perlu juga diperhatikan misalnya perluasan areal tanam hortikultura sehingga ada peningkatan volume produksi; perhatikan juga agar program-program di desa didesain juga dengan memperhatikan kemampuan masyarakat untuk berswadaya sehingga tidak bergantung pada bantuan; terkait pngadaan beberapa sarana seperti solar water pumping yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, ini merupakan teknologi baru bagi desa sehingga memang perlu berkoordinasi dengan orang-orang yang punyna kemampuan teknis di bidang tersebut sehingga bisa menjamin kualitas hasil dari sarana2 tersebut dan tahu bagaimana cara pemeliharaannya agar tidak cepat rusak; terkait usulan-usulan yang nanti dibicarakan dalam FGD perlu dikawal agar terakomodir dalam perencanaan (masuk dalam musren). Dari dukungan desa yang sudah ada memang terlihat bahwa potensi keberlanjutan paling besar ada dari dana desa selain dari instansi terkait, karena juga rata-rata pengadaan untuk melanjutkan program adalah bagi sarana-sarana yang skalanya kecil (solar water pumping) yang bisa diback up dana desa.

 

 

Kunjungan hari terakhir dilaksanakan di lokasi Konsorsium Hivos di Desa Dedekadu, Hupumada, Baliloku dan Pahola, yang fokus pada pengembangan energi terbarukan. Dalam FGD yang dilaksanakan di SD Pahangu Ladi di Desa Pahola, salah satu SD penerima bantuan PV School (listrik tenaga surya untuk sekolah). Ada beberapa catatan masukan yang dihasilkan, antara lain dari Bappeda: terkait mekanisme perencaan, jika ada rencana tindak lanjut oleh desa terkait Energi Baru Terbarukan maka hal itu bisa diangkat untuk dijadikan usulan dalam Musrenbangdus dan hal tersebut harus dikawal. Optimalisasi pemanfaatan listrik sekolah karena dari 1000 watt daya yang ada dari PLTS baru sekitar 250 watt yang dimanfaatkan oleh sekolah; Untuk kecamatan Wanukaka yang desa-desanya akan membangun biogas dari dana desa, usulannya agar biogas dibangun di rumah aparat desa dahulu sehingga bisa menjadi contoh untuk masyarakat;.

dari Kecamatan Wanukaka: semua desa di kecamatan Wanukaka untuk tahun 2018 akan mengalokasikan dana desa untuk pembangunan 3 unit biogas di masing-masing desa dengan sistem pendanaan 60% dana desa dan 40% swadaya user; dari Dinas Lingkungan Hidup: optimalisasi pemanfaatan daya listrik di sekolah misalnya untuk pelatihan komputer, pemutaran film pendidikan; dari Dinas Peternakan: Untuk keamanan dan pemeliharaan, Hivos bisa memberi masukan pada pihak desa dan sekolah misalnya terkait umur ekonomis suku cadang/alat sehingga dari awal biaya pemeliharaan sudah dapat diantisipasi. Sementara catatan dari Pak Stef Segu adalah untuk peningkatan insentif operator PV School  maka desa bisa support  dari dana desa (insentif bisa diakomodir) jika ada Perdes yang mengatur dan diturunkan dalam bentuk SK Kepala Desa.

Menutup seluruh kegiatan Joint Monev, Pak Imanuel Kalegotana menyatakan bahwa dari semua proses kunjungan dan diskusi, Pemda dapat menyimpulkan bahwa kurang lebih semua data yang dilaporkan oleh mitra program MCA-Indonesia telah sesuai dengan kondisi di lapangan. Untuk hal-hal yang masih kurang, menjadi catatan untuk diperbaiki bersama kedepannya. “Dari hasil kunjungan lapangan, apa yang disampaikan saat Rakor bulan Agustus 2017 kurang lebih sudah sesuai dengan yang ada di lapangan. Pemda sangat mengapresiasi hal ini. Jika program kegiatan yang masuk di desa hanya kita lihat sebagai proyek maka sia-sia apapun yang dibicarakan tentang keberlanjutan. Jangan hanya fokus pada besarnya dukungan tapi fokus pada seberapa besar dukungan itu dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama sehingga terkait keberlanjutan memang menjadi tanggung jawab bersama” demikian ungkapnya di akhir kunjungan. **

Contact
Share This: