Exist Strategy Not Exit Strategy

You are here

Home / Exist Strategy Not Exit Strategy

Exist Strategy Not Exit Strategy

Pekan lalu, tepatnya sejak tanggal 18-20 Mei 2017 Pak Rissalwan Lubis (Knowledge Management Specialist) untuk program Green Knowledge MCA Indonesia berkunjung ke kantor serta lokasi kerja grantee yang tergabung dalam Green Knowledge. Tujuan kunjungan tersebut adalah untuk monitoring kegiatan grantee hingga kuartal 6. Karena ada beberapa aktivitas yang memerlukan klarifikasi lapangan. Hal ini karena ada beberapa hal yang tidak termuat secara rigid dalam laporan. Namun yang terpenting dari kunjungan ini adalah untuk melihat potensi keberlanjutan program yang tidak bisa hanya dilihat diatas kertas. Agenda kunjungan selama tiga hari cukup padat, di hari pertama kunjungan diagendakan ke lokasi kerja Hivos dan Blue Carbon Consortium (BCC)  di Kabupaten Lombok Utara, yaitu di Desa Pendua dan Desa Rempek. Hari kedua, di Mataram. Tepatnya ke kantor Petuah dan Peka Sinergi. Siangnya kunjungan akan dilanjutkan ke demoplot BCC di Desa Kidang Kabupaten Lombok Tengah.

Sesuai dengan agenda, hari pertama akan difokuskan di Kabupaten Lombok Utara. Lokasi pertama kunjungan dilakukan  ke Desa Pendua Kabupaten Lombok utara, lokasi kerja Konsorsium Hivos-YRE. Untuk mencapai desa tersebut, jalanan terjal berbatu pun harus dilalui. Namun semua itu cukup terbayarkan dengan progres serta pendampingan yang mulai menampakkan hasil. Pengelolaan dan pemanfaatan ampas biogas yang sering disebut sebagai bioslurry kini telah telah dipandang sebagai salah satu barang komersial. Pendekatan individu yang dipilih oleh Tim Hivos-YRE meskipun sedikit sulit namun ternyata telah mampu menggugah jiwa-jiwa kewirausahaan pada masyarakat. Salah satunya adalah Pak Alwan, kepala dusun Sentul Asli desa pendua. Ia cukup jeli membaca pasar. Meningkatnya penggunaan biogas yang telah mencapai 1500 unit digeser di Kabupaten Lombok Utara, dipandangnya sebagai salah satu peluang pasar. Tidak hanya bioslurry saja. Tetapi Pak Alwan kini telah membuka toko yang menyediakan berbagai perlengkapan untuk biogas. Mulai dari kompor, hingga lampu. Tidak cukup sampai disitu, Pak Alwan juga menyediakan jasa reparasi kompor biogas. Tidak hanya secara individu,  Berbagai proses pendampingan pemanfaatan bioslurry terutama sebagai pupuk, media perkembangan serta sebagai pakan ternak ikan yang telah diujicobakan pada kolam- kolam penduduk kini telah menggugah jiwa bisnis pada kelompok tani yang ada di dusun Sentul asli untuk berbisnis Kuliner dengan menu andalan ikan nila. Bisnis ini diawali dengan mengikuti bazar serta pesta rakyat di desa dan kecamatan, hasilnya lumayan sehingga ke depan mereka akan membuka rumah makan yang menyediakan berbagai menu yang bahan bakunya bersumber dari kolam ikan dan lahan pertanian milik kelompok. Kini, aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat pendua pun kini telah mulai dilirik dan ditiru oleh desa tetangga. Suasana pedesaan yang masih kental serta berbagai cerita dari Pak Alwan dan teman-teman kelompok tani membuat kami enggan beranjak pulang, tapi bagaimanapun kunjungan harus tetap dilanjutkan.

Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit kami tiba di lokasi kedua, Desa Rempek. Di desa ini, kami mengunjungi Demplot Digester Biogas yang dibangun di Kandang Kolektif milik kelompok Tani Ternak Pelita oleh Tim Blue Carbon Consortium (BCC). Pembangunan demoplot biogas tersebut sebagai upaya untuk penyebaran informasi mengenai perbaikan lingkungan serta upaya penurunan emisi karbon akibat aktivitas manusia, dalam hal ini adalah pengelolaan limbah ternak yang selama ini masih seringkali ditemukan dibuang begitu saja ke laut oleh masyarakat di Rempek. Dengan adanya demplot biogas ini diharapkan akan memberikan gambaran pengelolaan limbah ternak yang lebih baik yang dapat memberikan manfaat bagi mereka. Pada demplot tersebut yang menjadi poin utamanya adalah pemanfaatan bioslurry yang dihasilkan dari digester yang bisa dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan kelompok. Terlebih lagi saat ini pasar pupuk organik semakin terbuka lebar seiring dengan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang lingkungan dan konsumsi makanan yang sehat. Selain membangun digester, BCC juga melakukan perbaikan kondisi kandang yang semula masih sangat tradisonal dan tidak memperhatikan aspek kesehatan dan lingkungan menjadi kandang yang lebih baik yang dilengkapi dengan sanitasi untuk kotoran dan urine. Pengelolaan limbah ternak melalui demoplot ini juga saat ini tengah difasilitasi untuk dapat terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Rempek (RPJMDes). Integrasi ini diperlukan untuk menjamin keberlanjutan program pasca proyek MCAI selesai.

Di hari kedua, tanggal 19 Mei 2017. Kunjungan dilanjutkan ke dua grantee yang berkantor di Komplek Universitas Mataram yaitu Konsorsium Petuah dengan CoE CLEAR dan PEKA SINERGI. Di kedua lembaga yang masih bernaung pada Universitas Mataram ini, Pak Rissalwan ingin memastikan bahwa penggunaan dana sudah sesuai dengan alokasi yang disepakati oleh lembaga dan MCA Indonesia serta memastikan bahwa berbagai bahan atau alat bantuan tersebut dipergunakan tidak hanya sebagai materi uji kompetensi melainkan juga sebagai bahan ajar. Selain itu juga memastikan bahwa produk-produk pengetahuan yang dihasilkan dapat sebarkanluaskan kepada mahasiswa sebagai sumber pembelajaran di kampus.
Pukul 11.00 wita, kami beranjak ke kantor BCC  yang terletak di jalan Panjitilar. Disana kami hanya menjemput Mas Agus, koordinator program kabupaten Lombok Tengah, selanjutnya Mas Agus akan menemani kami ke lokasi demoplot budidaya udang di Desa Kidang. Perjalanan kami tempuh selama hampir dua jam. Setelah melalui jalan berdebu karena dalam proses perbaikan kami tiba di lokasi demoplot. Perbaikan tata kelola budidaya udang Vannamei dipandang perlu untuk diintervensi karena meningkatnya jumlah tambak udang. Namun peningkatan jumlah tambak udang ternyata berbanding lurus dengan peningkatan pencemaran lingkungan. Betapa tidak, teknik budidaya dengan input kimia yang tinggi serta sanitasi tambak yang tidak baik telah membawa dampak pada menyebarnya virus Berak Putih (White Feces Desease). Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerapkan standar operasinal budidaya dan menggunakan probiotik tertentu sebagai peningkat imunitas pada udang. Berdasarkan beberapa hasil riset/ kajian budidaya udang, penggunaan probiotik terbukti mampu memperbaiki lingkungan budidaya dan menekan penyakit pada budidaya udang vannamei. Penggunaan probiotik yang berbahankan fermentasi organik (bacto, dedak padi, mulase, ragi dan air) tentunya relatif ramah lingkungan.
Dalam proses penerapan demoplot,  BCC telah melakukan berbagai tahap persiapan, mulai dari musyawarah pengelolaan demplot di tingkat desa, diskusi aktif bersama pemerintah daerah dan pihak swasta terkait proses oprasionalisasi demoplot. Untuk meningkatkan kapasitas kelompok tani budidaya udang, BCC telah manfasilitasi pelatihan peningkatan kapasitas kelompok tani budidaya udang dan studi banding di Pulau Sumbawa serta akan melakukan beberapa pelatihan lainnya yang dapat menyentuh lebih banyak lagi penerima manfaat program. Diskusi berjalan cukup menyenangkan meski terasa terik ditengah tambak namun angin semilir cukup mengimbangi suasana. Sorepun mulai beranjak, kami memutuskan untuk mengakhiri kunjunganpad hari kedua dan kembali ke Mataram.
20 Mei 2017, hari ketiga sekaligus hari terakhir kunjungan Pak Rissalwan di NTB. hari ini hanya satu agenda yaitu mengunjungi SMK 3 Mataram. Salah satu sekolah yang mendapatkan bantuan alat dan pendampingan dari Project Pekasinergi. Bantuan alat yang diterima oleh sekolah ini berupa Solar Water Hitter (SWH), sedangkan alat lainnya seperti Mikro hidro dan turbin akan menyusul karen adalam proses perakitan. Sesuai dengan kesepakatan, pukul sembilan pagi kami sudaha berada di sekolah tersebut dan langsung diterima oleh receptionist dan diantar langsung ke ruangan Pak Umar, Kepala SMK 3 Mataram. Tujuan kunjungan ke sekolah ini adalah untuk memastikan bahwa alat-alat yang diberikan MCAI melalaui Project Peka Sinergi telah diterima dengan baik. Selain itu juga untuk memastikan pemanfaatan alat-alat tersebut tidak hanya dipergunakan pada saat uji komptensi saja melainkan juga sebagai alat belajar siswa yang mengambil keahlian energi terbarukan. Informasi tersebut pun kami peroleh karena selain sebagai alat uji komptensi sewaktu yang dilakukan disekolah tersebut, alat-alat juga akan dipergunakan sebagai sarana pratikum untuk perakitan dan perawatan komponen energi terbarukan bagi siswa.
Setelah melakukan kunjungan selama tiga hari di NTB, Pak Rissalwan menilai bahwa kegiatan yang dilakukan oleh grantee pada Project Green Knowledge telah menunjukkan potensi keberlanjutan. Seperti yang telah dilakukan oleh Hivos di Pendua yang kini telah dilirik oleh desa tetanga serta munculnya inovasi dari masyarakat setempat untuk mengubah input yang semula dari kotoran hewan menjadi tinja. Meski butuh proses, namun hal ini adalah suatu hal yang baik. Karena bagi MCAI yang terpenting adalah bukan hanya alat yang telah diberikan namun bagaimana program yang telah dilakukan selama ini mampu menumbuhkan gagasan-gagasan yang terus terpelihara. Sehingga yang terpenting dalam suatu project gerlebih lagi yang durasi pendek dan segera berakhir bukanlah exit strategy melainkan exist strategy, sehingga meski pendanaan telah berakhir tidak lantas akan menghentikan spirit untuk terus mempertahankan bahkan akan terus berkembang. Demikian pula untuk grantee yang lainnya. Serasa masih ingin berdikusi lebih banyak tentang keberlanjutan program dengan Pak Rissalwan, namun waktu tidak dapat berkompromi.  Pukul 12 tepat, kunjungan dihari itupun berakhir, Pak Rissalwan harus segera menuju bandara untuk kembali ke Jakarta.

 

 

 

Contact
Share This: