Buku Mulok Tenun Ikat: Inspirasi Buku Bacaan Untuk Dokumentasi Kearifan Lokal
Konsorsium Samdhana NTT yang beranggotakan Samdhana Institute, Yayasan Sekar Kawung dan Kelompok Tenun Ikat Paluanda Lama Hamu saat ini sedang mengerjakan sebuah proyek berjudul” Menguatkan Budaya-Ekologi dan Ekonomi Tenun Pewarna Alam Dalam Rangka Pembangunan Rendah Emisi di Sumba Timur” dengan dukungan dari Millenium Challenge Account Indonesia lewat Hibah Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (Jendela 2), di Sumba Timur.
Pada tanggal 23 Januari – 4 Februari 2017 yang lalu, Konsorsium ini telah berhasil melaksanakan kegiatan “Lokakarya Pembuatan dan Penyusunan Buku Bacaan Sejarah Budaya dan Ekologi Tenun Ikat Pewarna Alam Untuk Guru dan Siswa Sebagai Petunjuk Teknis Pembelajaran Muatan Lokal (Mulok)”. Saat itu proses yang dilaksanakan mencakup 3 tahap dari 5 tahap penyusunan buku bacaan ini, yaitu penyusunan konsep untuk merumuskan subtansi/fokus dari buku yang akan disusun, perumusan indikator berdasarkan kompetensi dasar dan kompetensi inti baik secara nasional maupun lokal serta konsultasi aspek legalnya.
Tentu saja di 3 tahap ini ada sejumlah sekolah yang berada di lokasi sentra tenun ikat maupun bukan yang dilibatkan dengan maksud mendapatkan banyak sumbangan pengetahuan untuk penyusunan buku ini. Setelah 3 tahap ini dilewati maka tahap selanjutnya adalah penulisan buku yang dikerjakan oleh tim yang berkompeten selama kurang lebih 3 bulan dengan kembali melibatkan sekolah peserta kegiatan yang lalu untuk memeriksa kembali apa yang telah dituliskan itu. Sampai saat ini draft buku mulok tenun ikat yang telah dihasilkan Yayasan Sekar Kawung ada 4 judul yang terdiri dari 1 buku pegangan guru dan 3 buku bacaan siswa untuk kelas 4,5 dan 6 dengan topik sejarah, budaya dan motif kain Sumba; proses pembuatan kain tenun dan pewarnaan alam.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi atau pesan (message) melalui media tulis atau cetak ialah sejauh mana pesan itu dapat ditangkap, dimengerti, dan dipahami oleh pembaca. Hal itu perlu karena pesan yang penting dan bermanfaat akan menjadi sia-sia kalau si penerima pesan atau pembaca tidak dapat menangkap pesan itu dengan baik. Kemampuan membaca dan kemampuan memahami makna bacaan dianggap merupakan persyaratan awal yang perlu dimiliki seseorang untuk dapat menangkap dan memahami pesan yang disampaikan melalui media tulis/cetak.
Dalam proses pembelajaran yang menggunakan bahan belajar cetak sebagai sumber belajar utama, di samping pembelajar, keterbacaan (readability) menjadi permasalahan tersendiri. Berdasarkan berbagai penelitian diketahui bahwa pebelajar mendapat dan memahami bahan belajar lebih banyak dari buku dari pada sumber belajar lainnya. Kesimpulan ini cukup beralasan mengingat informasi dalam buku dapat dibaca berulang kali, direnungkan, dibedah, dan didiskusikan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi buku sebagai sumber informasi, pesan yang disampaikan melalui buku perlu dirancang, disusun dan disajikan dalam bentuk yang tidak saja menarik secara visual tetapi juga mudah dimengerti. Apalagi dalam penyusunan bahan belajar mandiri, seperti modul, keterbacaan bahan belajar menjadi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran oleh karena pebelajar diharapkan dapat memahami bahan belajar tanpa bantuan atau sesedikit mungkin menggunakan bantuan orang lain.
Menindaklanjuti hasil penulisan buku bacaan mulok tenun ikat ini maka pada tanggal 8-9 Juni 2017 bertempat di SD Katolik Praikundu di Lambanapu Sumba Timur, Yayasan Sekar Kawung kembali melaksanakan kegiatan “Uji Keterbacan Buku Mulok Tenun Ikat” yang melibatkan sekitar 20 peserta. Kegiatan ini difasilitasi oleh Ibu Yanti Dewi Purwanti (Kementrian Pendidikan RI), Bapak Yandri (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT). Tahap ini adalah tahapan setelah penulisan buku.
“Kami sangat berharap nantinya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah khususnya untuk muatan lokal ini tidak lagi menggunakan mulok yang sebenarnya non lokal. Sehingga dengan kehadiran Yayasan Sekar Kawung yang mengangkat kembali tentang tenun ikat, benar-benar sesuatu yang luar biasa. Kami sangat merespon dengan baik kegiatan-kegiatan yang dipusatkan untuk mendidik anak-anak untuk mengenal kembali budaya Sumba secara lebih baik. Jika buku bacaan ini sudah ada maka bisa kami sinergikan juga dengan buku mulok bahasa lokal yang anggarannya sudah kami alokasikan agar bisa dikerjakan tahun depan” demikian penjelasan dari Bapak Dominggus Tamu Ama selaku Kepala Bidang Pembinaan SD, Dinas Pendidikan Sumba Timur yang sempat hadir dalam kegiatan ini.
Untuk hari pertama uji keterbacaan ini dilaksanakan bagi perwakilan guru dari sekolah yang sejak awal terlibat dalam penyusunan buku mulok tenun ikat ini, yaitu dari SDI Kalu, SDM Lambanapu, SDN Palindi, SD Kawangu 1, SDN Taimanu, SDM Praiyawang, SDI Tanamang, SDM Pau dan SDK Praikundu. Dalam proses ini peserta diberikan buku pegangan guru dan buku siswa untuk dibaca. Catatan pentingnya adalah saat membaca buku ini semua pengetahuan guru tentang tenun ikat yang sudah dimiliki sebelumnya harus ditinggalkan, mereka harus membaca sebagai orang yang baru pertama kali berkenalan dengan tenun ikat. Disini juga mereka diberikan kesempatan untuk mempraktekkan secara langsung petunjuk-petunjuk dari buku untuk tiap tahapan menenun pada masing-masing alat yang telah disiapkan. Setelah itu peserta dipersilakan mengisi instrumen uji keterbacaan yang telah dibagikan berdasarkan pengalaman mereka membaca isi buku tersebut.
Untuk hari kedua, proses yang sama juga dilakukan tetapi bagi peserta dari sekolah yang sama sekali belum terlibat dengan kegiatan ini sebelumnya, yaitu SDM Payeti 1, SDI Maudolung, SDM Waingapu 2, SDI Kamalaputi, SDK Londalima, SDN Lambakara, SDM Wai wei, SDM Kambaniru 1 dan SDM Lumbu Menggit.Untuk pemilihan sekolah ini Yayasan Sekar Kawung bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Sumba Timur.
“Untuk tahap pengujian itu ada 4 proses yaitu peer review, review pakar, uji keterbacaan dan uji publik. Untuk uji keterbacaan hari ini kita memang libatkan peserta ikut menyusun buku ini sejak awal dan yang tidak. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan penilaian yang lebih objektif atas buku yang telah dihasilkan. Jika di hari pertama hampir tidak ada komplain untuk isi bukunya karena yang membacanya adalah tim penyusun maka di hari kedua bisa jadi ada pengetahuan-pengetahuan baru yang dihasilkan karena pesertanya baru sama sekali” demikian menurut Ibu Dewi Yanti Purwanti selaku fasilitator kegiatan ini.
Sejatinya bahwa bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan yang baik akan memengaruhi pembacanya dalam meningkatkan minat belajar dan daya ingat, menambah kecepatan dan efisiensi membaca, dan memelihara kebiasaan membacanya. Pada dasarnya, tingkat keterbacaan itu dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu melalui formula keterbacaan dan melalui respons pembaca. Tingkat keterbacaan wacana juga dapat diperoleh dari tes keterbacaan terhadap sejumlah pembaca dalam bentuk tes kemampuan memahami bacaan.
Mewakili Dinas Pendidikan Sumba Timur, Bapak Ruben Ngguli Ndima selaku Sekretaris meyatakan bahwa Ini hal yang baru pertama kali dilakukan di Sumba Timur. Untuk proses yang dibangun lewat kegiatan ini, koordinasi antar stakeholder sangat baik.
"Bahkan kami terlibat untuk memilih peserta kegiatan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti kedekatan sekolah dengan sentra produksi, kompetensi guru dalam memberikan masukan. Ada beberapa guru yang memang sudah menjadi instruktur kabupaten (IK) kurikulum 2013. Sedangkan untuk tahapan penyusunan bukunya sendiri juga sudah dijalankan dengan maksimal”.
“Saya baru kali ini terlibat dan saya sangat senang. Jaman dulu kami cerita dari mulut ke mulut saja jika mau ajarkan tenun ikat pada anak-anak tetapi sekarang luar biasa sudah ada buku bacaannya, bukti fisik pengetahuan-pengetahuan tentang tenun ikat itu sudah didokumentasikan ” ucap Ibu Dei Bunga, guru kelas 5 SDM Waingapu 2 salah satu sekolah rujukan, peserta kegiatan hari kedua.
Hal senada juga disampaikan Bapak Simon Sapu, Kepala Sekolah SDK Praikundu, peserta kegiatan hari pertama, “ Saatnya sudah mulok untuk tingkat SD harus lebih fokus ke arah belajar budaya karena dengan terbatasnya cara meneruskan pengetahuan tenun ikat selama ini maka kita jumpai kondisi anak-anak di daerah pedesaan sendiri sudah hampir tidak lagi mengenal pewarna alam, cara menenun dan lain sebagainya. Tetapi dengan adanya buku bacaan seperti ini maka pengetahuan ini bisa diteruskan dan budaya bisa dilestarikan, orang yang tidak tahu sama sekali tentang tenun ikat hanya dengan baca buku ini maka bisa saja mereka membuat tenun ikat. Semoga saja ini akan menginspirasi hadirnya buku bacaan mulok lainnya, seperti bahasa lokal, makanan lokal, ritual adat dan lain-lain. Kami sendiri di SDK Praikundu ini mulai semester 2 nanti akan melakukan pengadaan alat tenun”.
Menurut Ibu Anissa Yuniar, selaku Programme Manager dari Yayasan Sekar Kawung, setelah tahapan uji keterbacaan ini maka kegiatan akan dilanjutkan dengan uji publik, dimana dalam tahapan ini audiens yang dilibatkan akan lebih luas lagi cakupannya, termasuk menghadirkan siswa-siswi yang sebagai pengguna bukunya nanti. Kami tunggu karya kawan-kawan Konsorsium Samdhana NTT, selamat berjuang! **