PETUAH untuk Pertanian Berkelanjutan

Anda di sini

Depan / PETUAH untuk Pertanian Berkelanjutan

PETUAH untuk Pertanian Berkelanjutan

Pertanian Berkelanjutan menjadi topik yang sangat menarik saat ini, ditengah berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan namun kita dihadapkan kepada berbagai permasalahan terutama perubahan iklim yang dampaknya sudah dirasakan oleh petani serta praktisi pertanian. “perubahan iklim itu sudah pasti, namun yang terpenting saat ini bagaimana kita memperbaiki sistem pertanian kita agar mampu berdapatasi dengan perubahan tersebut.”, demikian  Dr  Joko Priyono menutup paparan mengenai roadmap CoE CLEAR pada  FGD Penjaringan  Masukan Penyusunan Roadmap CoE CLEAR  GK-Petuah Universitas Mataram di Kabupaten Lombok Timur, 22 Desember 2015.
FGD yang dihadiri oleh SKPD terkait di Kabupaten Lombok Timur seperti Bappeda, Dinas Pertanian, Badan Penanaman Modal dan Pembangunan Desa, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Kelautan dan Perikanan, BP4K dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Diskusi yang  berjalan cukup dinamis ini dan berhasil dihimpun beberapa informasi baru mengenai bagaimana kearifan lokal mampu menjadi salah satu solusi dalam petanian saat ini.  Jika selama ini penetapan lokasi program hanya berdasarkan wilayah (mengacu pada karakter tanah, daerah hulu, daerah hilir, daerah kering, daerah basah) maka untuk menjaga keberlanjutan dari program, penentuan lokasi juga perlu mempertimbangkan aspek kultur. Di masyarakat Lombok secara umum memiliki aturan-atuaran dalam melakukan pertanian yang telah diwariskan secara turun temurun. Beberapa diantaranya adalah Warige dan Takepan yang sudah diterapkan oleh masyarakat. Misalnya dalam warige tersebut  terdapat istilah Tumbuk dan Bau Nyale. Tumbuk sebagai pertanda masuknya musim hujan sedangkan jika Bau Nyale menjadi pertanda bahwa musim hujan akan berakhir dan akan masuk musim kemarau.
Namun demikian, disampaikan oleh Dr. I Gusti Parta Tanaya bahwa saat ini CoE CLEAR sedang mengumpulkan segala bentuk knowledge yang berkembang di masyarakat untuk selanjutnya dilakukan Riset melalui demplot/demfarm. Hasilnya akan dilakukan pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan melalui Sekolah Lapang. Starategi ini menjadi alternatif yang paling efektif untuk dapat menerapkan hasil kajian kepada petani. Termasuk juga bagaimana penerapan kearifan lokal yang berkembang di masyarakat tidak hanya terbatas pada kearifan yang terkait dengan waktu tanam saja melainkan juga bagaimana pemanfaatan sumberdaya lokal. Karena dalam pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim adalah dengan pemanfaatan sumber daya lokal yang dimiliki oleh masyarakat sehingga membangun kemandirian petani dan pada akhirnya akan menciptakan pertanian berkelanjutan.

Feedback
Share This:

Kirim komentar

Plain text

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Alamat web dan email otomatis akan diubah menjadi link.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.
CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.