Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter “Kita, Alam, dan Masa Depan” di Kabupaten Sumba Tengah

Anda di sini

Depan / Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter “Kita, Alam, dan Masa Depan” di Kabupaten Sumba Tengah

Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter “Kita, Alam, dan Masa Depan” di Kabupaten Sumba Tengah

Lihatlah lengan-lengan perkasa membelah rahim negeri ini
tapi panenan kadang tak menceriahkan wajah
Kami berkeluh dalam derai tetes peluh
meski pula dihibur derap seribu kaki kuda, lenguh sapi kerbau
Beri kami Sumba yang menghidupi jiwa raga kami
kembalikan kepada kami Sumba yang terberkati

Itulah sepenggal syair yang dibacakan oleh Konstantinus Emi Bala, Moderator acara saat membuka sesi Diskusi.


Masih dalam rangkaian Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter berjudul “Kita, Alam dan Masa Depan” yang difasilitasi Yayasan BaKTI, kali ini kegiatan diadakan di Aula Puspas Katikuloku Kabupaten Sumba Tengah pada tanggal 25 Mei 2016.  Diskusi dihadiri peserta dari berbagai kalangan. Petani, ibu rumah tangga, LSM dan wakil pemerintah daerah.
Film hasil produksi BaKTI ini merupakan bagian dari Aktivitas Pengetahuan Hijau – Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia yang mengangkat dimensi pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat.  Secara umum kegiatan ini dimaksudkan untuk memberi inspirasi dan motivasi secara visual kepada peserta maupun stakeholder terkait lainnya dengan menunjukkan inisiatif-inisiatif baik yang telah dilakukan terkait Pengelolaan Sumber Daya Alam berbasis masyarakat di Pulau Lombok, NTB dan Sumba, NTT.  
Di pulau Lombok, film ini mengisahkan ibu Hj.Ummi Ningsih yang memanfaatkan sampah organik dan an organik dalam peningkatan ekonomi rumah tangga bersama anggota ibu-ibu PKK di Desanya.  Kisah lain adalah bagaimana Masyarakat Desa Aik Bual, Lombok Tengah menjaga dan membersihkannya sungai sebagai sumber air bersih dari sampah–sampah yang mengotorinya.  Sistem informasi desa yang dikembangkan desa Aik Bual sangat membantu dalam mempromosikan potensi sumberdaya alam untuk peningkatan ekonomi warganya Salah satunya adalah Embung Bual, potensi ekowisata andalan Desa Aik Bual.
Dari pulau Sumba, dikisahkan Mama Marthina Taraamah yang memanfaatkan dan mensosialisasikan pemanfaatan teknologi biogas sebagai sumber energi terbarukan di Sumba. Ketertarikan terbesarnya pada penggunaan bio gas bukan pada gas yang dihasilkan, tapi lebih kepada pemanfaatan bio slurry atau limbah biogas sebagai bahan pupuk organik. Baik bio slurry cair dan bio slurry padat.  Bahkan pupuk cair yang dibuat dari bahan bio slurry sekarang sudah dijual oleh Mama Marthina dan memberi penghasilan ekonomi.  
Kisah lain dari Sumba dalam film ini tentang Pak Rahmat Adinata, petani yang memberikan pengetahuan baru mengenai cara bertani termasuk memanfaatkan lahan kering yang selama ini hanya dipakai untuk menanam jagung. Pak Rahmat juga memperkenalkan metode system rice intensification (SRI) sampai pemanfaatan bahan alami sebagai pestisida dan pupuk.  Mimpi besarnya agar Sumba menjadi pulau oganik sebab air, tanah dan udaranya masih alami.


Setelah menonton film, moderator kemudian membuka sesi diskusi dengan membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Ada kelompok petani, LSM, dan kelompok dari pemerintah daerah.  Kelompok diskusi ini lalu membahas pertanyaan yang sudah disiapkan moderator antara lain: inspirasi apa yang didapat setelah menonton film, praktik baik apa yang sudah pernah dilakukan hingga saat ini dan apa manfaatnya, dan ide hebat dari masing-masing kelompok untuk pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat di Sumba Tengah.

Dari hasil presentasi masing-masing kelompok teridentifikasi beberapa praktik baik terkait pengelolaan Sumberdaya Alam yang telah dilakukan di Sumba Tengah misalnya Gerakan Moral Kembali Ke Kebun, Gerakan Penghijauan Berbasis Masyarakat, Perlindungan Mata Air, Perlindungan Hutan Kawasan Taman Nasional, Penghijauan di Makatul Square dan Festival Wai Humba (promosi, advokasi dan gerakan penyelamatan air dan tanah) di Sumba.

“Pilihan media komunikasi yang sesuai dengan kondisi setempat menjadi penting manakala kita ingin membangun kesadaran kritis masyarakat untuk mendorong perubahan perilaku. Video pendek atau film dokumenter seperti ini cocok bagi masyarakat Sumba yang minat bacanya masih rendah bahkan masih banyak masyarakat desa yang belum bisa membaca” demikian ungkap Bapak Daniel dari Yayasan Satu Visi.
Yayasan BaKTI sendiri percaya bahwa ada begitu banyak informasi terkait pengelolaan Sumberdaya Alam berbasis masyarakat yang bisa dikumpulkan dalam perannya sebagai manajer pengetahuan hijau program MCA Indonesia, namun yang paling penting adalah bagaimana informasi-informasi itu dikelola dengan baik menjadi sebuah pengetahuan yang dikemas secara menarik dan pengetahuan tersebut haruslah dibagikan dengan banyak pihak agar memiliki manfaat. **

Feedback
Share This: