Merebut kembali Kejayaan Rotan di Tana Lotong

Anda di sini

Depan / Merebut kembali Kejayaan Rotan di Tana Lotong

Merebut kembali Kejayaan Rotan di Tana Lotong

Bonehau adalah salah satu kecamatan yang masuk dalam wilayah kabupaten Mamuju dengan luas 962,12 km² yang terdiri dari 9 desa dengan jumlah penduduknya 9.491 jiwa (BPS, 2016). Orang mengenal Bonehau dengan sebutan “Tana Lotong”. Seperti beberapa kacamatan lain di Kabupaten Mamuju, Bonehau ini dilintasi anak sungai dari DAS (Daerah Aliran Sungai) Karama dengan total panjang sungai mencapai 150 km. Hal tersebut membuat tanah di Bonehau sangat subur. Karena potensi tersebutlah, beberapa perusahaan datang berinvestasi.

 

Tiga Desa di Kecamatan Bonehau, Desa Bonehau, Tamalea dan Hinua menjadi sasaran proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia sejak tahun 2016 melalui program pengembangan sentra industri rotan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Konsorsium  Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Mamuju (PSDBM-M). Potensi rotan di Kecamatan Bonehau sebesar 85.086 ha dan mampu memproduksi 0,36 ton/hektar yang meliputi 3 jenis rotan, yakni rotan lambang,  rotan  tohiti,  dan  rotan  batang.  Daerah  pengelolaan  unit  usaha  tani  rotan Bonehau masuk dalam wilayah areal indikatif perhutanan sosial (PIAPS) dengan luas wilayah secara keseluruhan adalah 4.884 ha. Selain itu adanya beberapa keunikan dari nilai budaya lokal dalam menjaga hutan terlihat dari pola pemanenan  rotan menjadi daya tarik sendiri dalam melihat Bonehau lebih dekat.  Mulai  dari  ritual  yang masih  digunakan  sebelum  memanen rotan, hingga pola memanen rotan yang berpindah-pindah. Pemanenan rotan oleh masyarakat masih dilakukan secara tradisional dan berkelompok. Masyarakat juga tidak akan mengambil rotan pada wilayah yang telah diambil sebelumnya, dengan harapan bahwa rotan  tersebut akan tumbuh kembali suatu  saat  dan  bisa diambil lagi.  Anggapan  ini menjadi  kearifan  lokal  tersendiri,  hingga  masyarakat  mempercayai  bahwa  rotan  di wilayah ini tidak akan pernah habis.

 

Potensi yang besar ini tidak berbanding lurus dengan optimisme masyarakat terhadap rotan karena harga rotan yang terus jatuh. Hal ini disebabkan rantai pasar yang panjang (adanya tengkulak) dan tidak adanya sarana dan prasarana yang memadai dalam pengolahan  menjadi  produk jadi.  Masyarakat juga  terkendala memanen rotan karena adanya larangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi. Sehingga masyarakat menjadi semakin terpuruk dan sulit untuk bangkit seperti cerita sukses masa lalu kejayaan rotan masyarakat Bonehau.

 

 

Di sisi lain, peluang pasar rotan sangat besar. Indonesia dikenal sebagai penghasil rotan terbesar di dunia dengan angka suplai mencapai 80 persen rotan yang ada di dunia. Adanya larangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi yang diharapkan bisa menjadi katalisator tumbuhnya produk lokal yang kompetitif, justru membuat banyak industri rotan  nasional  gulung  tikar.  Aturan  tersebut  justru  membuat benturan  yang begitu besar.  Disamping persoalan  infrastruktur,  masyarakat  dan  pelaku  usaha juga dihadapkan permintaan produk tersertifikasi ramah lingkungan yang juga dibebankan sepenuhnya kepada masyarakat dan pelaku usaha.  Berbagai lapisan persoalan ini menyebabkan masyarakat bertolak dari usaha rotan dan mencari perkerjaan lain sebagai bentuk adaptasi terhadap persoalan tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerjasama multipihak melalui konsorsium PSDABM-M untuk membangkitkan kepercayaan diri masyarakat untuk kembali pada usaha rotan yang menjadi titipan leluhur, utamanya untuk masyarakat   di   Bonehau.   Pengupayaan   peningkatan   taraf   hidup   masyarakat  lokal dilakukan melalui peningkatan kapasitas masyarakat untuk mengelola hasil hutan secara lestari dan kemahiran membuat produk rotan, penyediaan sarana dan prasarana dalam peningkatan daya saing produk rotan, hingga pada pengupayaan pemasaran produk untuk memastikan hasil kerja masyarakat terdistribusi secara maksimal.

 

Untuk menindaklanjuti hal tersebut pada hari Rabu, 5 April 2017 bertempat di Hotel Srikandi Mamuju, Konsorsium PSDBM-M mengadakan kegiatan Diseminasi Hasil Study Bentang Alam dan Bentang Kehidupan di Kecamatan Bonehau khususnya tiga desa sasaran proyek dengan menggunakan Citra World View. 3. Selain tim expert yang akan memaparkan dan memberi kajian aktual mengenai bentang alam dan kondisi kehidupan masyarakat yang telah diperoleh, juga hadir perwakilan dari Dinas Kehutanan provinsi Sulawesi Barat, KPHP Karama, DRM MCA-Indonesia untuk memberi masukan terhadap dokumen Landscape dan Lifescape yang nantinya akan menjadi data dasar dalam perencanaan pembangunan daerah hingga desa terkait.

 

Dokumen Landscape dan Lifescape merupakan salah satu kelengkapan dokumen proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia yang harus dilengkapi guna memastikan intervensi sosial untuk memaksimalkan sumber daya manusia, sosial dan alam, perlindungan terhadap konsekuensi yang tidak diinginkan karena kurang informasi sosial dan lingkungan, mengidentifikasi dan mengurangi risiko kecemburuan sosial yang memecah-belah masyarakat lokal karena merasa dikecualikan dari proyek serta memberi masukan penting bagi desain proyek/proposal serta memastikan keberlanjutan proyek. Adapun Tujuan dari analisa bentang alam yang dilakukan yakni memberikan  gambaran Informasi terbaru terkait kondisi biofisik pada lokasi Projek, memberikan informasi terbaru terkait potensi sumberdaya alam dalm hal ini rotan yang akan di manfaatkan, maupun yang belum di manfaatkan serta memberikan Informasi Seputar Pemanfaatan Jasa Ekosistem dan Lingkungan Hidup pada lokasi Projek. Sedangkan analisa dari bentang kehidupan untuk memotret karakter masyarakat dalam suatu komunitas sosial, melihat struktur kelembagaan dan pranata sosial, menelisik Modal yang dimiliki, menemukenali situasi kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat baik tataran ekologis maupun sosial serta memetakan tipologi strategi penghidupan yang dipilih berdasarkan kepunyaan aset dalam menghadapi kerentanan. Metode yang digunakan dalam study ini adalah Desk review Data sekunder (seperti dokumen RPJMD), survei Rumah Tangga, wawancara mendalam dengan pemangku kepentingan pada level desa dan kabupaten, akademisi, pelaku usaha rotan, dan tokoh masyarakat, serta FGD yang melibatkan berbagai pihak seperti aparat desa, kepala-kepala dusun, aktivis perempuan, pelaku usaha rotan, petani rotan, dan tokoh masyarakat.

 

 

Dari hasil kajian yang dipaparkan ada beberapa tantangan yang dihadapi saat melakukan study ini yakni masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang cukup terkait pemanfaatan/pengelolaan rotan hingga bernilai jual tinggi. Masyakat hanya berperan sebagai pekerja saja, pencarian rotan lebih pada memenuhi permintaan pihak dari luar desa yang membeli/mendistribusikan rotan ke luar daerah, lokasi pencarian rotan yang sangat jauh dalam kawasan yang memakan waktu berhari-hari menjadi kendala sendiri sebab membutuhkan biaya dan tenaga yang besar. Jika merotan berkelompok sekitar 1960-an orang lebih ketika masuk hutan butuh biaya ada yang sampai sebulan, ketiadaan pasar alternatif menjadikan pencari rotan bergantung pada sistem dan pola bisnis rotan yang sudah ada. Mereka hanya mencari rotan dan dialirkan melalui air, ketiadaan teknologi yang dapat menjaga kualitas rotan menjadikan harga rotan yang didapatkan menjadi rendah serta tidak adanya kelembagaan yang mengatur tentang tata kelola/manajemen (budidaya dan bisnis) yang berbasis masyarakat.

 

Eko Sapariyanto dari KPHP Karama  mengharapkan agar hasil analisa bentang alam dan bentang kehidupan di Kecamatan Bonehau dapat dishared dan menjadi databased dalam pengambilan kebijakan terkhusus dalam pengembangan budidaya rotan di Bonehau. Hal senada juga disampaikan perwakilan Dinas Kehutanan provinsi Sulawesi Barat Muh. Ruli, R yang juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada MCA-Indonesia dan Konsorsium PSDABM-M yang telah memberi dukungan dalam upaya membangkitkan kembali industri rotan di Bonehau, apalagi dengan adanya hasil analisa bentang alam dan bentang kehidupan menjadi database pembanding dalam hal pengambilan kebijakan terkait rotan. Sementara itu DRM MCA-Indonesia untuk Mamuju dan Majene mengharapkan agar data hasil analisa bentang alam dan bentang kehidupan yang telah didapatkan dapat singkron dengan data spatial yang telah ada.

 

Di akhir Acara Project Manager Nurdin Dalya memberi respon positif atas masukan yang diberikan dalam hal ini terkait singkronisasi data akan berkoordinasi dengan Bappeda Kabupaten Mamuju untuk memperoleh data spatial yang telah ada sebelumnya dan juga merekomendasikan adanya pemetaan komunitas yang bisa masuk dalam blok-blok kerja KPHP Karama sehingga lebih berdaya.

 

 

 

 

 

 

Feedback
Share This: