Menuju Desa Membangun

Anda di sini

Depan / Menuju Desa Membangun

Menuju Desa Membangun

Awal tahun, diantara bulan Januari hingga Maret menjadi masa yang  sangat penting dalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah. Berbagai proses perencanan pun digelar. Salah satunya adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan mulai dari level desa hingga provinsi. Musrenbang ini bertujuan untuk menggali aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dirumuskan melalui proses perencanaan partisipatif yang secara legal menjamin kedaulatan rakyat dalam berbagai program/proyek pembangunan. Tentunya, perencanaan partisipatif tersebut terpadukan dengan perencanaan teknokratis dan politis sebagai wujud nyata kerjasama pembangunan antara masyarakat dan pemerintah.
Desa sebagai salah satu bagian pemerintahan paling kecil menempati posisi yang strategis menjadi ujung tombak pembangunan manusia Indonesia. Pentingnya pembangunan di desa sebagai daya dukung untuk memperkuat daerah juga tercantum dalam nawacita pembangunan Indonesia. Selain itu, dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Daya dukung pemerintah akan pentingnya pembangunan di desa diwujudkan dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa. Dimana pada Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Dengan kewenangan yang begitu besar yang dimiliki maka desa wajib membuat perencanaan pembangunan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang dioperasionalkan dalam kegiatan tahunan dalam bentuk Rencana Kerja Pembangunan tahunan (RKP) Desa. Dalam proses tersebut tentu yang harus dilihat dan dipahami bahwa perencanaan pembangunan desa merupakan suatu panduan atau model penggalian potensi dan gagasan pembangunan desa yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan. Akan tetapi untuk memperkuat desa, dukungan dari sisi regulasi saja tidak cukup. Diperlukan keseriusan dari pemerintah daerah untuk melakukan pendampingan serta peningkatan kapasitas baik aparat desa, BPD, PKK, Karang Taruna, petani, nelayan dan lain sebagainya untuk mampu memahami berbagai kebutuhan dan potensi sebagai dasar penyusunan perencanaan pembangunan. Sehingga akan menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan. Untuk itu, setiap tahapan RPJMDes, RKPDes, APBDes, serta Pertanggungjawaban Kepala Desa harus disinergikan sebagai satu kesatuan yang utuh dalam membangun desa.
Harus kita akui bahwa membangun desa yang matang ataupun desa yang mandiri bukanlah hal yang mudah, pemerintah pun tidak bisa melakukannya sendiri. Diperlukan peran serta dari pihak lain sebagai mitra pembangunan dengan melakukan kerjasama dalam pemberdayaan seperti yang telah dilakukan oleh NGO/LSM di beberapa kabupaten di NTB. Desa-desa yang menjadi lokasi program pendampingan tersebut diharapkan akan berproses lebih cepat serta dapat menjadi rujukan bagi desa lain yang tidak termasuk dalam program tersebut.
Salah satu NGO (Non  Goverment Organization) yang aktif dalam pendampingan serta penguatan kapasitas aparat desa dan masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembangunan desa adalah WWF (World Wild Fund). Pendampingan tersebut dilakukan untuk menjamin keberlanjutan program yang telah dilaksanakan melalui integrasi program lembaga dengan program pembangunan di desa. Sebagai langkah awal integrasi program, WWF telah melakukan bedah RPJMDes di beberapa desa dampingan yang ada di kabupaten Lombok Utara, tetapi ternyata Tim WWF menemukan adanya ketidaksinkronan antara Visi Misi Desa dengan arah pembangunan, selain itu tatacara penyusunannya pun belum sesuai dengan PERMENDAGRI No 114 Tahun 2014 tentang  Pedoman Pembangunan Desa. Sehingga sangat penting untuk dilakukan juga pendampingan dalam penyusunan rencana pembangunan desa yang berkualitas.
Mengacu pada PERMENDAGRI N0 114 tahun 2014 dalam proses dan langkah penyusunan perencanaan maka dibentuklah Tim Sebelas yang dilengkapi dengan SK Kepala Desa setempat. Selanjutnya Tim Sebelas ini menjadi tim perumus perencanaan pembangunan. Tim Sebelas yang terbentuk merupakan perwakilan dari aparat desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh agama dan perwakilan pemuda. Dengan dibentuknya Tim Sebelas ini diharapkan perencanaan pembangunan di desa akan lebih komprehensif, berdasarkan potensi dan sumberdaya yang mereka miliki tanpa mengabaikan kearifan lokal yang berkembang di masyarakat. Tim Sebelas berperan sangat besar, mulai dari identifikasi, menyesuaikan dengan rencana pembangunan di kabupaten/provinsi, perencanaan, hingga pengawalan perencanaan desa ke ranah Musrenbang yang lebih besar yakni pada level  Kecamatan, kabupaten dan Provinsi. Selain itu, Tim Sebelas ini juga akan melakukan sosialisasi tentang Anggaran Dana Desa (ADD).

Integrasi program WWF dengan RJMDes ini menjadi penting, karena masyarakat merasa pendampingan yang dilakukan ini memberi manfaat yang cukup besar bagi mereka dan merupakan point penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program yang didanai oleh Millenium Challenge Account Indonesia ini melakukan pendampingan ke beberapa Desa yang terletak di kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani untuk dapat memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) secara berkelanjutan untuk membangun ekonomi masyarakat serta konservasi keanekaragaman hayati yang terdapat di lanskap Gunung Rinjani. Melalui program ini, masyarakat dilatih untuk dapat mengolah hasil hutan yang didapatkan. Seperti Kemiri, kopi, kakao, madu, nangka dan beberapa jenis buah lainnya agar memiliki nilai tambah dari sisi ekonomi. Selama ini, yang mendapatkan keuntungan terbesar adalah Tengkulak, sedangkan masyarakat di hanya dibayar dengan harga yang sangat rendah. Untuk itu, masyarakat dan kelompok tani juga dibekali dengan pengetahuan manajemen kelompok, pengolahan pasca panen, pengemasan hingga pemasaran yang dilengkapi dengan berbagai ijin operasional yang diperlukan. Sehingga produk masyarakat yang diperoleh mampu bersaing dengan produk lainnya serta memperkuat posisi tawar dari masyarakat.
Program pembangunan yang berakar dari kebutuhan masyarakat akan jauh lebih bisa bertahan dan dan berkembang dimasyarakat, dibandingkan dengan pembangunan yang bersifat Top-down. Sehingga dalam pembangunan khsususnya pembangunan di desa yang perlu dilakukan bukanlah membangun desa, tetapi desa membangun. Pada kondisi ini, masyarakat desa telah memiliki pondasi yang kuat. Dimana mereka telah mampu memahami potensi dan kebutuhan sebagai dasar penyusunan perencanaan yang sistematis dan partisipatif yang terpadukan dengan perencanaan teknokratis dan politis sebagai wujud nyata kerjasama pembangunan antara masyarakat dan pemerintah. seluruh unsur masyarakat desa lebih dewasa dan arif mengelola dana desa yang ada tanpa meninggalkan kearifan lokal yang mereka miliki sehingga pembangunan yang dijalankan dapat bersinergi dengan kebutuhan budaya, social, ekonomi, pendidikan, agama maupun kebutuhan lain.

Feedback
Share This: