Menjaga Asa menuju Sumba Terang

Anda di sini

Depan / Menjaga Asa menuju Sumba Terang

Menjaga Asa menuju Sumba Terang

Walau berpenduduk hanya 685 ribu jiwa berdasarkan sensus tahun 2010 atau sekitar 0,2 persen dari total populasi Indonesia, Pemerintah Indonesia menjadikan Sumba sebagai contoh pemanfaatan energi baru terbarukan bagi Indonesia. Saat ini, penduduk sumba yang terjangkau listrik sebesar 42%. Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan berbagai lembaga internasional berambisi untuk memberi fasilitas listrik ke seluruh penduduk Sumba dengan 100% bersumber dari pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) di tahun 2025, sekitar 10 tahun ke depan.
Mengapa pemanfaatan Energi baru terbarukan itu penting bagi sumba? Pertanyaan ini menjadi pembuka sesi diskusi pada acara Diskusi dan Pemutaran Film Dokumenter “Asa dari Cahaya” pada tanggal 24 November 2016 di Aula Seruni, Kompleks Konventu, Kab. Sumba Barat Daya. Film berdurasi 30 menit yang diproduksi Yayasan BaKTI ini merekam aktivitas dari berbagai wilayah yang menampilkan berbagai contoh praktik-praktik sukses dalam pengelolaan dan pemanfaatan Energi Baru terbarukan berbasis masyarakat.

 

Ricky Djodjobo mewakili yayasan BaKTI menyampaikan harapannya agar film ini dapat memberi informasi dan dapat menjadi inspirasi dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan EBT, sekaligus membuka ruang dialog bagi para stakeholder terkait tema tersebut. Harapan senada juga disampaikan oleh Yeremias Wunda, Asisten III kabupaten Sumba Barat Daya. Beliau hadir membacakan sambutan sekaligus mewakili Bupati Sumba Barat Daya membuka Acara Diskusi dan Pemutaran Film ini.

Sumba, seperti kebanyakan daerah di Indonesia, diberkahi sumber energi alam yang melimpah. Potensi energi baru terbarukan yang ada di sumba adalah energi angin, panas matahari, tenaga air dan biomassa.  Umbu Hinggu, dari Koperasi Peduli Kasih, praktisi pemanfaatan EBT berbasis masyarakat di Desa Kamanggih yang hadir sebagai narsum dalam acara ini menegaskan, “Pemanfaatan EBT adalah pilihan yang harus dilakukan saat ini di Sumba yang merupakan daerah pulau. Bahan bakar Solar yang merupakan sumber energi pembangkit listrik utama seluruhnya harus didatangkan dari luar sumba. Sulit untuk memenuhi seluruh kebutuhan listrik masyarakat yang akhirnya berimbas pada seringnya terjadi pemadaman bergilir”. Beliau juga menambahkan bahwa sumba memliki potensi sumber energi baru terbarukan yang sangat besar. Penting untuk diberi perhatian dan keseriusan mengingat kendala keterbatasan sumber daya manusia dalam hal pengelolaan dan pemanfaatannya.

Pemerintah, khususnya pemerintah kabupaten SBD telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong perluasan pemanfaatan EBT.  Nyoman Agus S, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumba Barat Daya mengungkapkan bahwa salah satu upaya pemerintah dalam mendorong pemanfaatan EBT adalah dengan memberi bantuan langsung ke masyarakat, diantaranya bantuan berupa Tungku Hemat Energi yang memanfaatkan energi biogas. Selain itu beliau menambahkan, pemerintah memberi kemudahan dalam perizinan dan pengaturan administrasi terkait dengan inisiatif dan investasi dalam bidang pemanfaatan EBT.

Pemerintah kabupaten juga selalu berinisiatif untuk mencari sumber pendanaan melalui bantuan dari pemerintah pusat untuk membantu baik itu dalam pembangunan fasilitas maupun peningkatan kualitas SDM di bidang pemanfaatan EBT. Salah satu dukungan pemerintah pusat adalah pembangunan PLTS komunal yang diharapkan dapat menjangkau masyarakat lebih luas dalam pemanfaatan EBT.

 

 

Di Sumba Barat, pemerintah daerah juga banyak memberikan bantuan langsung kepada masyarakat baik menggunakan anggaran daerah maupun bantuan pemerintah pusat. Namun diakui bahwa bantuan atau program tersebut tidak seluruhnya efektif karena jumlahnya masih sangat kecil dibanding kebutuhan dan keterbatasan sumberdaya manusia untuk sustainabilitas pemanfaatannya.
Tantangan lain yang terungkap dalam diskusi ini terkait perencanaan dan penganggaran. Porsi anggaran untuk kelistrikan masih dianggap sangat kecil. Dalam proses perencanaan misalnya di forum seperti Musrenbang, pembangunan fasilitas kelistrikan tidak menjadi prioritas utama. Masyarakat maupun penentu anggaran lebih memprioritaskan perbaikan sarana transportasi seperti akses jalan. “ini merupakan tantangan bagi kami, bagaimana memberikan pemahaman atau membuka pikiran tentang perlunya listrik ini,” ungkap Nyoman Agus. Pemahaman masyarakat tentu diharapkan agar dapat mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang juga berorientasi pada penyediaan listrik bagi masyarakat.

Masyarakat sendiri sebetulnya sudah banyak yang merasakan manfaat dari pemanfaatan EBT. Dalam sesi diskusi, ada sharing dari komunitas, diantaranya adalah pengelola panti asuhan yang merasakan manfaat langsung dari bantuan tungku hemat energi. selain itu, kelompok penenun yang merasakan manfaat dari adanya lampu sehen sehingga mereka dapat tetap melakukan aktivitas menenun di malam hari.  

Satu kisah menarik dari ibu Siska Lali, pengelola resort pantai Oro, Sumba Barat Daya. Inisiatif memanfaatkan sumber listrik dari EBT datang dari keinginan sendiri. Beliau selalu aktif mengikuti perkembangan teknologi pemanfaatan EBT untuk listrik, dan mencari sendiri alternatif untuk memenuhi kebutuhannya. Beliau saat ini telah menggunakan tenaga surya untuk sumber listrik resortnya. Sebelumnya beliau mengeluarkan biaya listrik diesel hampir 100 juta per tahun, namun dengan menggunakan tenaga surya, biaya yang dikeluarkan tidak lebih dari 3 juta per bulannya.

 

Isu EBT bukanlah hal baru khususnya di Sumba. Menurut Neo dari Konsorium Karbon Biru, sosialisasi dan promosi tentang pemanfaatan EBT sendiri sudah cukup berhasil, karena memang sudah dimulai sejak lama, bahkan sebelum pemerintah pusat memandang ini sebagai salah satu isu strategis. Hanya memang perubahan perilaku yang seharusnya mengikuti pemahaman yang sudah ada belum sesuai harapan. “Masyarakat harus dapat meyakini bahwa pemanfaatan EBT akan memberi manfaat ekonomi, sosial, budaya atau kesehatan. Ini akan mendorong masyarakat menjadikannya sebagai satu kebutuhan.” Tentu saja hal ini akan membuat masyarakat dengan sendirinya akan berperan aktif dalam pemanfaatan EBT, seperti menjaga dan memelihara fasilitas yang sudah ada hingga berusaha untuk meningkatkan kapasitas sumber dayanya.

Dari diskusi ini, isu yang paling sering muncul terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia. Para peserta yang menjadi wakil masyarakat menaruh harapan besar agar pemerintah dan juga lembaga-lembaga yang ada dapat memberi dukungan yang lebih besar lagi. Pemerintah pusat yang selama ini secara formal telah mencanangkan penyediaan 100% listrik sumba sebagai satu program strategis harus lebih serius dalam implementasinya. Saat ini memang terjadi peningkatan rasio elektrifikasi di sumba hingga 42% dari sebelumnya di tahun 2010 di bawah 25%. Masih sangat rendah bila dibandingkan rasio elektrifikasi nasional. Bahkan di Sumba Barat Daya, ada satu kecamatan yang seluruhnya belum tersentuh listrik sampai saat ini. Hal ini mencerminkan bahwa butuh perhatian dan dukungan yang lebih serius. Tanpa hal tersebut, target 95% rasio elektrifikasi di tahun 2020 dan 100% energi listrik bersumber dari EBT di tahun 2025 akan sulit tercapai.

 

 

Kerjasama antar pemerintah daerah di sumba harus lebih ditingkatkan, isu kelistrikan di sumba adalah isu kepulauan yang memerlukan koordinasi dan pemikiran bersama dalam implementasinya. Umbu Hinggu memaparkan tentang rencana pembangunan pusat pembelajaran dan pelatihan pemanfaatan EBT di Kamanggih. Fasilitas ini harus dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat sumba, bukan hanya di Sumba Timur. Potensi energi terbarukan yang cukup besar juga harus dapat dimanfaatkan bersama.  
Pemerintah juga diharapkan dapat mendorong perkembangan investasi di bidang kelistrikan di Sumba. Mengingat bahwa pembangunan infrastruktur untuk pemanfaatan EBT membutuhkan investasi yang cukup besar. Contoh sukses investasi bisa di lihat di PLTMH Kamanggih. Bukan hanya mampu menyediakan listrik bagi masyarakat namun juga memberi keuntungan finansial dengan bekerjasama dengan PLN. Selain itu fakta global memperlihatkan penurunan yang cukup signifikan untuk biaya implementasi energi surya dan angin. Bahkan di negara timur tengah, negara penghasil minyak, biaya pembangkit listrik tenaga surya sudah bisa sama dan bahkan bisa lebih rendah dari  biaya pembangkit listrik tenaga fosil. Ini mencerminkan bahwa investasi di bidang EBT sudah bukan saja dipandang sebagai isu ideologis soal ramah lingkungan dan rendah karbonnya. Namun juga sudah berkembang menjadi satu bisnis yang menjanjikan.

Berbagai cerita menarik muncul dari proses diskusi ini. Peserta yang hadir membawa banyak cerita yang dapat menjadi pembelajaran bagi stakeholder lainnya. Pemutaran film dokumenter yang menampilkan kisah sukses mampu menggugah peserta untuk saling berbagi dan mengeluarkan ide-ide baru. Nyoman Agus dalam closing statementnya berharap bahwa materi film ini dapat dimanfaatkan untuk membuka ruang dialog yang lebih luas. Juga berharap agar inisiatif dan praktik-praktik baik lainnya dapat memanfaatkan model promosi visual untuk dapat lebih efektif menginspirasi dan menggerakkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam satu program.

 

Pada akhirnya, memanfaatkan energi baru terbarukan untuk tujuan utama yaitu mengentaskan kemiskinan hingga ke daerah terpencil dan terisolir di seluruh Sumba adalah proses panjang yang penuh tantangan. Berbagai pihak termasuk pemerintah, lembaga-lembaga terkait dan utamanya masyarakat harus bersinergi dan berkomitmen kuat untuk mencapai target tersebut. Seperti kata pepatah, semua pihak harus siap bersakit-sakit dahulu untuk berterang terang kemudian.

 

Feedback
Share This: