Green Prosperity Knowledge Fair 2016; Gerbang Pertukaran Pengetahuan
“Warna-warni kita menjadi satu”
Potongan lirik dari lagu Busur Hujan milik band Navicula itu seolah menjadi resume dari dua hari gelaran Green Prosperity Knowledge Fair 2016. Potongan lirik itu bahkan disitir oleh Poppy Ismalina, Associate Director Pengetahuan Hijau, MCA-Indonesia dalam pidato penutupannya. Warna-warni yang beragam menjadi satu dalam gelaran Green Prosperity Knowledge Fair 2016 yang digelar di Hotel Le Meridien, Jakarta selama dua hari (13-14 Desember 2016).
Green Prosperity Fair 2016 digelar oleh Yayasan BaKTI, salah satu penerima hibah Millenium Challenge Account Indonesia (MCA-Indonesia). Acara yang dibuka oleh Deputi Menteri PPN/BAPPENAS Bidang Pendanaan Pembangunan, Ir. Kennedy Simanjuntak, MIA ini dimaksudkan sebagai media berbagi pengetahuan antar para mitra penerima hibah di dua sektor; kemakmuran hijau (green prosperity) dan pengetahuan hijau (green knowledge).
Sarana berbagi pengetahuan itu dibagi dalam tiga bentuk acara, yaitu: galeri informasi, forum inspirasi dan diskusi. Di depan ballroom Hotel Le Meridien digelar Galeri Informasi yang terdiri dari beberapa booth dari beberapa lembaga penerima hibah Millenium Challenge Account Indonesia (MCA-Indonesia). Lembaga-lembaga itu bergerak di dua bidang; pengetahuan hijau dan kemakmuran hijau. Ada lembaga yang fokus pada pengembangan pertanian berkelanjutan di lahan gambut, ada yang fokus pada pengembangan pertanian kakao, ada yang fokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan berbasis komunitas, ada juga yang fokus pada pengelolaan pengetahuan berbasis kearifan lokal serta pengelolaan peta dan data spasial yang bersifat partisipatif.
Galeri Informasi ini berisi berbagai gambaran kegiatan para penerima hibah. Dari brosur, majalah, selebaran, foto, video bahkan hasil produksi petani dampingan. Sejak hari pertama, galeri informasi dipenuhi para undangan yang datang dengan rasa ingin tahu yang besar.
Inspirasi Untuk Perubahan
Suasana di dalam ballroom tidak kalah seru. Di atas panggung selebar kurang lebih 30 meter, Luna Vidya dari Yayasan BaKTI memandu acara bincang-bincang dengan format santai seolah-olah sedang berada di atas sebuah kapal PELNI.
“Kita akan berlayar ke Maumere, dan dalam pelayaran ini kita akan saling belajar satu sama lain,” katanya.
Acara bincang-bincang itu dibagi ke dalam tiga sesi. Di sesi pertama naiklah tiga orang inspiratif dari dua tempat berbeda. Mereka adalah ibu Nilawaty dari Yayasan Mitra Aksi Jambi serta duo Armin dan Arman dari Desa Salassae, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Ibu Nilawaty dan rekan-rekannya di Yayasan Mitra Aksi sudah lama mengembangkan pertanian berkelanjutan di lahan gambut yang memang banyak terdapat di Jambi. Mereka bukan sekadar berteori, tapi turun langsung dan tinggal bersama petani. Yayasan Mitra Aksi punya kegiatan yang diberi nama Sekolah Lapang, tujuannya meningkatkan kapasitas petani di lahan gambut. Di Sekolah Lapang itu petani belajar tentang ilmu tanah, belajar melakukan riset sederhana, serta belajar mencari tahu akar masalah dalam pertanian mereka dan cara menanggulanginya.
Di Bulukumba, Armin Salassae dan teman-temannya juga melakukan hal yang hampir sama. Mereka mendampingi petani agar lebih berdaya dan mengikuti perkembangan teknologi. Armin dan teman-temannya mendorong petani untuk meninggalkan bahan-bahan kimia dan kembali ke bahan-bahan organik seperti nenek moyang mereka. Hasilnya, panen berlimpah, hasil lebih sehat dan petani lebih makmur.
Sesi kedua menjadi milik dua orang dari Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Ada Umbu Hinggu yang naik bersama seorang pemuda bernama Teo. Mereka berdua datang dari Desa Kamanggih, sebuah desa di Waingapu, Sumba TImur. Umbu Hinggu adalah pengelola koperasi Jasa Peduli Kasih yang sukses mengelola pembangkit listrik menggunakan tenaga air dan angin, sementara Teo yang menemaninya adalah operator di PLTMH milik koperasi.
Mereka bukan hanya mengelola, belakangan listrik dari pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH) sudah bisa mereka jual ke PLN. Pengelolaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PLN dan koperasi menerima bagi hasil setiap bulan.
Sesi terakhir adalah sesi tentang orang-orang yang memanfaatkan barang bekas menjadi energi. Ada dua orang pengurus pondok pesantren pesantren Istidaduddarain, Tanjung, Lombok Utara. Basri dan Haryadi namanya. Mereka hadir bukan tanpa alasan, pondok pesantren mereka adalah contoh nyata bagaimana mereka memanfaatkan kotoran manusia menjadi gas dan listrik melalui reaktor bio gas.
Pesantren Istidaduddarain menunjukkan bahwa mereka tidak anti pada perubahan jaman, mereka memanfaatkan teknologi untuk menunjang aktivitas pesantren yang dihuni sekira 200 siswa itu. Kotoran manusia tidak lagi sekadar menjadi barang najis, tapi bisa diolah menjadi energi yang menghemat pengeluaran mereka.
Lalu selain dua pengasuh pondok pesantren Istidaduddarain itu ada juga tiga anak muda yang tergabung dalam GEN Oil. GEN adalah singkatan dari Garuda Energi Nusantara, sebuah perusahaan yang diasuh oleh anak-anak muda usia awal 20an. Mereka hadir dengan ide gila yang sempat ditolak oleh beberapa kementerian, ide gila untuk mengubah minyak jelantah menjadi bahan bakar diesel. Bahan bakar tersebut kemudian mereka distribusikan ke nelayan di pesisir Paotere, Makassar, kota tempat mereka bertiga berdomisili.
Perjalanan mereka bukan perjalanan yang pendek dan ringan, tapi perjalanan panjang berliku. Sempat luntang-lantung di Jakarta ketika mencari dukungan, mereka pun akhirnya mulai mewujudkan ide gila itu dari hasil menggadai beberapa barang milik pribadi yang harganya tidak seberapa.
Untungnya mereka bukan anak-anak muda yang mudah menyerah. Perjalanan berliku itu akhirnya bermuara pada produksi bahan bakar bio diesel yang dirasa cukup membantu para nelayan.
“Anak muda yang luar biasa,” gumam salah seorang peserta yang hadir pagi itu.
Kesepuluh orang yang diajak naik ke panggung itu adalah orang-orang yang luar biasa. Mereka bukan orang-orang yang memilih mengumpat atau memaki keadaan, tapi orang-orang yang lebih memilih untuk bekerja, merealisasikan ide menjadi kenyataan dan berkeringat membuat perubahan. Mereka hadir dari latar yang beragam, dari lokasi yang berbeda-beda, dari rentang usia yang berjauhan, tapi dengan semangat yang sama; membuat perubahan.
“Kami berpikir, kalau cuma demonstrasi dan berteriak saja tentu tidak banyak yang berubah. Kami harus melakukan sesuatu, dan inilah yang kami lakukan,” kata Ozy, Direktur Pemasaran dan Humas GEN Oil.
Diskusi Seru, Gerbang Pertukaran Pengetahuan
Selepas makan siang di hari pertama, digelar Diskusi Community of Practice (CoP) di empat ruang berbeda. Diskusi mengangkat empat tema portofolio yakni Pengelolaan Energi Baru Terbarukan Berbasis Komunitas, Pengelolaan Energi Baru Terbarukan Berbasis Komersil, Pengelolaan Kakao Lestari serta Pengelolaan Satu Peta dan Data Spasial. Keesokan harinya, tiga diskusi CoP lainnya digelar dalam waktu bersamaan dengan tiga tema portofolio lainnya, yaitu: Pengelolaan Lahan Gambut, Perhutanan Sosial dan Pengelolaan Pengetahuan Hijau. Diskusi CoP ini diikuti oleh para praktisi dari ke tujuh portofolio.
Ketujuh acara diskusi itu ternyata menarik minat yang besar dari berbagai kalangan. Ada dari para pemangku kebijakan di level pemerintah, dari berbagai lembaga swasta, pelaku di kalangan akar rumput, akademisi hingga warga biasa.
Di beberapa ruangan, diskusi berlangsung hangat dan panjang, bahkan berlangsung jauh melebihi alokasi waktu yang disediakan panitia. Acara diskusi ini lebih berupa pertukaran pengetahuan dari para peserta.
Diskusi ini menarik karena seperti melengkapi apa yang sudah dilakukan oleh mereka di lapisan bawah, orang-orang yang sudah mulai bekerja di lapangan. Ada yang bekerja, ada yang berpikir untuk pengembangan dan regulasi, semua saling melengkapi. Tidak lengkap sebuah aksi tanpa didukung oleh rencana pengembangan, penguatan kapasitas dan dukungan di sektor regulasi.
Diskusi ini tentu saja tidak tuntas karena waktu yang tidak terlalu panjang. Namun, diskusi ini berhasil menjadi gerbang utama dari lahirnya kolaborasi atau pertemuan-pertemuan berikutnya yang mungkin akan lebih fokus dan intens.
Green Prosperity Knowledge Fair 2016 akhirnya secara resmi ditutup hari Rabu, 14 Desember 2016 selepas makan siang. Pertukaran informasi dan pengetahuan dalam dua hari tersebut membawa harapan besar bagi banyak pihak, harapan tentang bagaimana pengetahuan bisa digunakan untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Hal ini juga yang ditekankan oleh Poppy Ismalina, Associate Director Pengetahuan Hijau MCA-Indonesia dalam pidato penutupannya.
Menurutnya, pengetahuan bukan hanya dicari, dikoleksi dan dibagikan, tapi bagaimana agar pengetahuan itu bisa dijadikan dasar untuk melakukan sesuatu yang lebih baik bagi Indonesia.
Mengutip lagu Memorfosa Kata yang dibawakan Robi Navicula, semoga saja semua kata yang terangkum dalam acara Green Prosperity Knowledge Fair 2016 ini bisa bermetamorfosa menjadi aksi.