Mendorong Pembangunan Pesisir Rendah Emisi Melalui Ekowisata Berbasis Masyarakat

Anda di sini

Depan / Mendorong Pembangunan Pesisir Rendah Emisi Melalui Ekowisata Berbasis Masyarakat

Mendorong Pembangunan Pesisir Rendah Emisi Melalui Ekowisata Berbasis Masyarakat

Gunung ke pantai, pantai ke laut tidak ada habisnya untuk dibahas. Begitulah kira-kira ungkapan yang menggambarkan keindahan Pulau Lombok. Belakangan ini seiring perkembangan teknologi dan semakin maraknya penggunaan media sosial, keindahan yang dimiliki Pulau Lombok memberikan nilai positif dan membawa Lombok menjadi semakin dikenal banyak orang, baik dalam maupun luar daerah bahkan sampai ke mancanegara. Sehingga keindahan Pulau Lombok memberikan kekayaan tersendiri bagi pariwisata Indonesia. Keindahan Pulau Lombok membuat para pemburu wisata baik dalam maupun luar negeri mulai berbondong-bondong menikmati suguhan pemandangan yang disediakan oleh alam Lombok. Berbagai macam panorama alam dan atraksi budaya disajikan mulai dari hutan, gunung, bukit, sungai, lembah, pantai dan beranekaragam panorama wisata lainnya. Sehingga terlihat geliat pariwisata di pulau Lombok menunjukkan dampak yang signifikan bagi masyarakat yang ada di sekitaran destinasi wisata salah satunya adalah pantai dan lautnya.
Berbicara mengenai pantai dan lautnya tentu saja Lombok menyimpan potensi yang cukup banyak. Pantai menjadi salah satu obyek utama yang laris dijajakan di pasar pariwisata. Tidak heran jika Lombok dinobatkan dalam ajang World Halal Travel Award 2015 sebagai World's Best Halal Tourism Destination dan World's Best Halal Honeymoon Destination. Ini merupakan pangsa pasar yang cukup menjanjikan bagi pelaku wisata. Pantai memang menjadi perioritas bagi para penggiat wisata, mulai dari pariwisata konvensional hingga konsep wisata berbasis masyarakat dengan mengedepankan konservasi (Ekowisata) yang mulai digalakkan.


Sebagai upaya mendorong perkembangan pariwisata yang ada di Lombok khususnya di Lombok Timur bagian Utara, tepatnya di Desa Padak Goar, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Blue Carbon Consortium (BCC) melakukan sosialisasi dan musyawarah dalam rangka membangun Ekowisata Desa Berbasis Masyarakat yang berkelanjutan. Konsorsium BCC yang terdiri dari PKSPL IPB, YPEKA dan Transform akan mengembangkan Ekowisata yang mampu mendorong pembangunan pesisir yang rendah emisi.
Padak Goar yang memiliki luasan 1800 ha merupakan salah satu desa yang menjadi dampingan BCC dalam proyek yang didanai oleh MCA-Indonesia. Beda halnya dengan desa yang lain, Padak Goar dijadikan sebagai desa Ekowisata atas dasar potensi yang dimiliki berupa keindahan alam yang tidak kalah dengan daerah lain, sebut saja Gili Trawangan. Padak Goar sendiri memiliki banyak Gili (pulau kecil) yang masih alami misalnya Gili Kondo, Gili Bidara, Gili Petagan dan Gili Kapal. Gili-gili tersebut namanya sudah mulai banyak dikenal hingga ke mancanegara. Potensi lainnya yang berupa 263 ha hutan mangrove tersebar di dua gili (Petagan dan Bidara). Jenis mangrove yang tumbuh di daerah tersebut didominasi oleh jenis Rhyzopora Mucronata dan Stylosa. Untuk potensi bawah laut berupa padang lamun, terumbu karang (1.088 ha) dan berbagai macam jenis ikan hias yang hidup. Tinggal bagaimana warga menjaga daerah ini agar tetap asri.
Potensi yang dimiliki oleh desa Padak Goar memberikan PR tersendiri yang harus dikerjakan oleh semua pihak dalam mendorong ekowisata yang berkelanjutan. Upaya yang harus dilakukan yaitu perlu adanya peningkatan kapasitas pengetahuan masyarakat tentang konsep ekowisata dengan menekankan persoalan konservasi alam bagi masyarakat setempat. Keterlibatan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan model ekowisata ini, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. Model ekowisata yang disosialisasikan ini, masyarakat dijadikan sebagai subyek. Masyarakatlah yang lebih mengetahui kondisi dan keadaan obyek yang dikelola, secara tidak langsung mereka tahu bagaimana menjaga lingkungan sekitar mereka.


Rencana pengelolaan ekowisata pantai yang diupayakan oleh BCC tidak hanya sebatas menikmati keindahan alam, seperti mandi, snorkeling, diving dan kegiatan lain, tetapi juga akan diadakan berbagai macam atraksi wisata diantaranya pengamatan satwa (burung) Gili Petagan dan camping ground di Gili Kondo. Tambahan lagi dijadikan sebagai sarana menambah wawasan wisatawan melalui pembelajaran terhadap alam yang disediakan dari beberapa papan informasi kawasan wisata.
Pengembangan  desa Padak Goar sebagai salah satu desa ekowisata memerlukan adanya gagasan atau ide untuk menarik minat pengunjung tentunya dengan menyediakan  sarana dan prasana fasilitas pariwisata penunjang lainnya berupa bak sampah toilet, Berugaq (tempat berisitirahat khas orang sasak), penunjuk jalan (papan informasi) dan fasilitas pendukung lainya.  Dalam acara sosialisasi tim dari BCC, di sana digambarkan kepada warga tentang konsep wisata yang akan dibangun. Seperti yang dijelaskan, nantinya di lokasi (Gili) yang memiliki potensi mangrove akan dibangun jembatan/tracking mangrove dan dilengkapi fasilitas pendukung di antaranya papan informasi baik berupa informasi tentang flora maupun fauna yang mendiami kawasan. Ditambahkan lagi oleh Lalu Kertawan selaku fasilitator pendamping mengatakan bahwa apa yang akan diterapkan guna sebagai ruang pembelajaran bagi pengunjung dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini diharapkan dapat mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih mencintai alam.
Acara sosialisasi yang diadakan pada tanggal 18 Mei 2017 dihadiri oleh Kapolsek Sambelia, Danramil, Pejabat kecamatan, Aparatur Desa, Kepala dusun yang ada di lingkup Padak Goar, Pengelola Koperasi Gili Kondo, Pokdarwis, Pokmaswas dan warga selaku pelaku wisata. Acara sosialisasi dan Musayawarah ini dilaksanakan guna menjaring informasi dan masukan dari warga dan para pelaku wisata agar tercipta ekowisata yang berkelanjutan.


Aula kantor desa Padak Goar sebagai tempat diadakannya kegiatan tersebut mulai terdengar ramai setelah dibukanya sesi diskusi. Dalam sesi ini masyarakat menyampaikan rasa terimakasih kepada BCC atas gambaran model ekowisata yang dipaparkan dan ini merupakan mimpi warga. Dengan adanya ekowisata yang dikelola oleh masyarakat diharapkan akan terbangun perekonomian masyarakat, sebab berekowisata mampu menumbuhkan berbagai macam kegiatan usaha masyarakat misalnya usaha kerajinan (cindera mata), warung (makanan dan minuman), usaha sewa alat snorkeling, jasa transportasi dan yang tidak kalah penting adalah mampu menjawab tantangan lapangan pekerjaan.
Konsorsium BCC akan memfasilitasi berupa pelatihan-pelatihan bagi kelompok sadar wisata (Pokdarwis) di antaranya pelatihan Bahasa Inggris, Sapta pesona, pengelolaan produk sebagai cinderamata, interpreter wisata, dan pelatihan produk paket wisata. BCC juga akan memfasilitasi terkait pelestarian lingkungan berupa pembibitan untuk ditanam di areal gili berupa tanaman ketapang, waru dan jenis lainnya. Pembuatan tanda batas daerah perlindungan laut juga menjadi perencanaan yang akan difasilitasi. Dan hasil musyawarah ini akan dibawa dalam Rapat Koordinasi (Rakor) dalam rangka penyampaian Progress dan Rencana kegiatan  dengan para pemangku kebijakan.

 

Feedback
Share This: