Mempersiapkan Orang Muda Untuk Pariwisata Minat Khusus Tenun Ikat Sumba Timur

Anda di sini

Depan / Mempersiapkan Orang Muda Untuk Pariwisata Minat Khusus Tenun Ikat Sumba Timur

Mempersiapkan Orang Muda Untuk Pariwisata Minat Khusus Tenun Ikat Sumba Timur

Menurut World Tourism Organization (1985), Pariwisata Minat Khusus didefinisikan sebagai “pariwisata minat khusus melibatkan kelompok atau individu dan dijalankan oleh mereka yang ingin mengembangkan minat tertentu serta mengunjungi situs-situs atau tempat-tempat yang berhubungan dengan hal yang spesifik”.

Pariwisata minat khusus menawarkan tingkatan yang lebih bagi para turis. Tak hanya menyuguhkan keunikan, namun pariwisata minat khusus juga mengajak pesertanya untuk meingkatkan pemahaman mengenai lokasi yang dituju. Fotografi, geologi, yoga, sejarah, bahasa, seni memasak/gastronomi, menari, transportasi, kerajinan jadi subyek pariwisata minat khusus.

Di Kelurahan Lambanapu dan Mauliru, Sumba Timur akan dikembangkan wisata minat khusus tenun ikat Sumba Timur. Proses pembuatan tenun dan pewarna alam menjadi benang merah dari rangkaian perjalanan yang ditawarkan. Tentu saja turis yang menjadi target wisata ini sudah sangat spesifik, seperti mereka yang ingin mendalami tenun ikat dan pewarna alam atau ingin merasakan dan mengalami kehidupan sebagai maestro tenun ikat.

 

Pemandu Wisata dan Ketrampilan Bercerita
Profesi pemandu wisata menjadi salah satu ujung tombak dalam pelaksanaan perjalanan wisata yang terorganisir/terkelola. Pemandu wisata akan menemani dan memberikan cerita kepada turis selama mengeksplorasi destinasi wisata. Oleh sebab itu, seorang pemadu wisata harus memiliki ketrampilan, pengetahuan dan perilaku yang baik dalam mengemban tugasnya.

Seorang pemandu tak ubahnya jembatan bagi turis untuk melihat, memahami dan mengalami kehidupan keseharian warga lokal di tempat yang dikunjungi. Tugas-tugas pemandu antara lain: menjelaskan kepada turis tentang kebudayaan lokal, cara hidup warga, apa yang mereka percaya serta nilai-nilai yang dipegang; mendorong turis untuk mempraktekkan kata-kata sapaan dalam bahasa lokal; mengenalkan turis kepada warga lokal tanpa menimbulkan masalah da juga membantu menerjemahkan bahasa jika turis tidak memiliki kemampuan berbahasa lokal; menjelaskan hal-hal yang mungkin menyebabkan gegar budaya pada beberapa turis; membantu turis untuk memahami kehidupan lokal sehingga mereka bisa mengalami menjadi “warga lokal” serta menjelaskan pada turis hal-hal.

 

Wisata tenun ikat Sumba Timur menjadi salah satu alternatif subyek wisata minat khusus yang dapat ditawarkan pada turis mancanegara maupun lokal. Untuk itu tentu saja  haruslah juga dipersiapkan para pemandu yang nantinya benar-benar dapat menjalankan perannya dengan baik.  Bukan sekadar memandu tetapi juga menjadi duta budaya Sumba.

Cerita menjadi salah satu alasan kuat orang berkunjung ke suatu tempat. Tugas utama seorang pemandu ialah bercerita. Ia akan menjadi jembatan antara alam, sejarah, budaya dan masyarakat dengan turis lewat cara yang menyenangkan dan meninggalkan pengalaman tak terlupakan. Demikianpun cerita-cerita tentang tenun ikat Sumba Timur, setiap tahapan tentu punya cerita tersendiri. Tidak hanya cerita soal kainnya saja tetapi tentang pewarna alam, motif dan fungsi kain tenun bagi orang Sumba misalnya haruslah dikemas dalam paket cerita yang membuat turis tertarik untuk membuat atau mengenakan tenunan seperti layaknya orang Sumba.

 

 

 

Menjawab hal-hal diatas, Yayasan Sekar Kawung dengan dukungan dari Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia pada tanggal 31 Juli- 5 Agustus 2017 lalu mengadakan kegiatan “Pelatihan Pemandu Wisata Minat Khusus Tenun Ikat Sumba Timur” di Rumah Budaya Lambanapu, Sumba Timur. Kegiatan ini melibatkan 10 muda-mudi dari Lambanapu, Mauliru, Kanatang dan Waingapu dan difasilitasi sepenuhnya oleh Ibu Armely Meidiana dan Ibu Kristanti Wisnu Adi Wardani. Kegiatan ini selain diisi dengan pemberian materi, ada juga sesi kunjungan lapangan untuk praktek memandu.

 “Cara mengemas dan menyampaikan cerita itu sangat penting! Sebagai pemandu wisata lokal, anda punya banyak sentuhan personal dengan masyarakat, lingkungan dan budaya setempat yang dapat dimanfatkan sebagai kekuatan dalam memandu. Itu yang membedakan anda dengan pemandu dari luar” begitu penegasan Ibu Kristanti Wisnu Adi Wardani  dalam salah satu sesi pelatihan.

Hal ini juga diperkuat oleh Ibu Armely Meidiana, menurutnya cerita disampaikan bukan hanya satu arah tetapi harus mampu membuat audiens untuk masuk dalam cerita itu karena disanalah yang membedakan antara penyuluh pertanian dan pemandu wisata.

Semua peserta sangat antusias mengikuti setiap sesi. Di hari pertama kegiatan mereka terlihat malu-malu dan kaku ketika diminta bercerita tentang objek wisata yang ada di sekitar mereka. Hari selanjutnya beberapa peserta mulai kebih percaya diri dan lebih bisa menyampaikan cerita tentang wisata dengan lebih rileks.

Inti dari pariwisata itu ialah cerita. Tanpa cerita, suatu tempat akan hambar dan kosong. Salah satu cara untuk melihat kualitas seorang pemandu wisata ialah seberapa banyak cerita yang dimilikinya. Setelah cerita, cara menyampaikannya mnjadi keahlian yang harus dimiliki pemadnu wisata. Sebagian besar orang mudah bosan ketika mendengarkan cerita maka tugas pemandu adalah menjaga fokus turis agar tetap berada dalam cerita yang dikisahkan.

Untuk orang Sumba sendiri yang hidup dengan kultur budaya tutur yang tinggi  sudah tentu tidak ada yang sulit ketika harus bercerita. Namun hal penting yang harus diperhatikan terkait pengembangan pariwisata di Sumba adalah bagaimana memastikan agar cerita-cerita itu berisi informasi yang benar dan akurat agar dapat mengedukasi orang sehingga seorang pemandu memang harus membekali diri dengan banyak pengetahuan.
Tentu ini tidak dimaksudkan agar pemandu harus tahu segalanya. Memaksakan diri untuk tahu segalanya justru akan membebani diri saat menemani turis. Jadi, tidak perlu khawatir! Ada banyak orang yang ahli di bidangnya yang dapat menjawab langsung pertanyaan dari turis yang kita pandu. Tugas pemandu adalah menetukan waktu yang tepat kapan harus memberikan informasi kepada turis dan kapan harus menyerahkannya kepada para ahli.
Ada banyak cara yang ditempuh agar dapat meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan, misalnya lewat wawancara dengan banyak narasumber, riset lapangan, riset pustaka, update acara budaya terkini sampai jelajah internet.

 

Mempersiapkan Orang Muda Untuk Pariwisata Bertanggung Jawab
Seluruh peserta pelatihan yang dipilih adalah anak-anak muda Sumba bahkan beberapa diantara mereka memang selama ini sudah berprofesi sebagai penenun. Tentu saja hal ini menjadi kekuatan bagi wisata tenun ikat yang sedang digagas Yayasan Sekar Kawung dan Kelompok Tenun Ikat Paluanda Lama Hamu di Lambanapu. Mereka diharapkan dapat menginspirasi banyak anak muda lain untuk juga memanfaatkan peluang seiring berkembangnya pariwisata di Sumba.

“Beberapa tahun lalu ketika saya pertama kali jadi pemandu, pengalaman saya memandu  sebatas temani turis untuk ngobrol dan menjawab beberapa pertanyaan seperlunya saja. Intinya cukup bisa bahasa Inggris. Tetapi dari pelatihan yang saya ikuti ini ternyata ada banyak hal yang harus menjadi bekal seorang pemandu, khususnya soal etika dan pariwisata yang bertanggung jawab” begitu ungkap salah seorang peserta pelatihan bernama Sofia Hebi dari Waingapu.
 

 

 

Peserta lain, Okta Andu Mara dari Lambanapu juga menyampaikan tanggapannya atas kegiatan ini. “Selama ini saya melihat semua potensi wisata yang ada di Lambanapu ini biasa-biasa saja. Tetapi lewat pelatihan kali ini, saya akhirnya bisa melihatnya sebagai sesuatu yang luar biasa dan terinspirasi untuk mencari tahu informasi lebih banyak lagi agar bisa saya buat dalam susunan cerita yang lebih baik dan lebih lengkap. Ini modal saya untuk menjadi pemandu wisata. Mengolah kekayaan alam dan budaya teapi juga melihat manfaat baiknya juga bagi masyarakat” jelas Okta.

 

Sejumlah orang muda ini tidak sebatas disiapkan untuk memandu wisata tetapi lebih dari itu mereka sedang mengemban tugas untuk ikut dalam pariwisata bertanggung jawab yang juga terkait dengan beberapa isu seperti:  isu ekonomi yaitu bagaimana agar warga lokal mendapat manfaat ekonomi dari aktivitas pariwisata; isu lingkungan yaitu bagaimana kegiatan pariwisata ikut menjaga kelestarian lingkungan dan menghindari aktiftas yang dapat merusak lingkungan serta isu sosial yaitu bagaimana menerapkan pariwisata yang respek terhadap kebudayaan dan warga lokal.

Pariwisata bertanggung jawab adalah cara berwisata agar lebih bisa bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial (manusia dan ekonominya).Apapun pilihan pariwisata di Sumba kedepannya, apakah pariwisata minat khusus atau pariwisata massal, harapannya adalah semua pelaku pariwisata mau menerapkan filosofi pariwisata yang bertanggung jawab dan bukan sekadar label semata.**

Feedback
Share This: