Alternatif Pengolahan Cumi untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat Desa Pero Konda, Sumba Barat Daya
Blue Carbon Consortium (BCC) yang merupakan kolaborasi antara Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL IPB), Perkumpulan Pemberdayaan Masyarakat dan Pendidikan Konservasi Alam (YAPEKA) dan Training and Facilitation for Natural Resources Management (TRANSFORM) telah bekerja sejak bulan September 2015 di Sumba dengan dukungan program Kemakmuran Hijau – Millenium Challenge Account Indonesia (MCA Indonesia) untuk Proyek Pengelolaan Pengetahuan Pembangunan Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi telah melakukan pendampingan terhadap beberapa desa di Sumba, salah satunya adalah desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT di mana sebelah utara desa Pero Konda berbatasan dengan Bondo Kodi, sebelah selatan dengan Samudra Hindia, sebelah timur dengan sungai Bondo Kodi, serta sebelah barat dengan Pero Batang.
Pada tanggal 28-29 Agustus 2017 bertempat di Aula Kantor desa Pero Konda, Sumba Barat Daya diadakan pelatihan kapasitas ibu-ibu dalam pengelolaan cumi. Kegiatan yang dibuka oleh bapak kepala desa ini melibatkan 35 ibu-ibu yang berasal dari desa Pero Konda. Pelatihan ini difasilitasi oleh Ir. Joko Poernomo, Qustam Sahibudin, dan Muhammad Arsyad Al Amin dari Institut Pertanian Bogor (IPB). pelatihan yang sama juga dilakukan di Desa Weihura Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba Barat pada tanggal 30 Agustus 2017.
“Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan ibu-ibu tentang pengolahan cumi. Selain itu juga bertujuan untuk memberikan nilai tambah ekonomi dari hasil penjualan cumi. Jadi jika selama ini olahan cumi hanya sebatas mengeringkan lalu menjualnya sekarang akan diajarkan beberapa alternatif pengolahan cumi yang lainnya dengan harapan agar dengan pengolahan yang makin beragam dan kreatif nilai jual hasil pengolahan cuminya bisa lebih baik.” demikian jelas pak Qustam Sahibudin ketika ditanya terkait tujuan pelatihan ini.
Sebelum kegiatan dimulai, pelatihan ini diawali dengan pre test untuk menguji pengetahuan peserta terkait hasil laut. Soal-soal yang diberikan meliputi kesegaran ikan, sanitasi dan higiene dalam penanganan ikan, serta produk-produk olahan hasil laut atau ikan.
Sekitar 80 % penduduk desa Pero Konda adalah nelayan. Produk andalan mereka adalah cumi. Namun pengolahan cumi yang bisa mereka lakukan baru sebatas mengeringkannya dan mengirimkan ke luar pulau Sumba. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dari masyarakat yang bisa mengolah lebih dari itu adalah kendala yang ada di desa Pero Konda . Kebanyakan nelayan melaut dengan perahu-perahu kecil yang dibuat oleh warga Pero Konda sendiri sedangkan jaring-jaringnya masih dibeli di ibukota kabupaten.
Melalui pelatihan ini, BCC menambah keterampilan untuk beberapa jenis olahan cumi seperti kerupuk cumi, pilus cumi, brownis cumi dan nugget cumi. Pelatihan ini tidak sekedar teori tapi langsung dipraktekkan oleh peserta dan untuk itu telah disediakan beberapa peralatan dan bahan yang diperlukan. Alat-alat yang disediakan antara lain adalah procesor yang berfungsi untuk mencampur bahan, alat menggiling daging, papan iris, pemotong kerupuk, spiner yang digunakan untuk mengeringkan, oven, pisau dan lain-lain. Bahan-bahan yang disediakan seperti telur, bahan tambahan makanan, vanili, terigu, coklat dan beberapa bahan lain yang sesuai dengan kebutuhan pembuatan olahan dan cumi –cumi sebagai bahan utama.
Sebelum melakukan praktek pembuatan olahan cumi yang direncanakan, peserta lebih dahulu diberikan materi terkait cara memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi atau yang dikenal dengan good manufactoring practices (GMP). GMP bertujuan untuk menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen, memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik, mengarahkan IRT (Industri Rumah Tangga) agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan, dan fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses dan pengawasan.
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah sanitasi pangan. Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertambah dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk, dan patogen dalam pangan, peralatan, dan bangunan, yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
Beberapa hal yang termasuk dalam ruang lingkup mgp adalah lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas IRT, peralatan produksi, suplai air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan higiene karyawan, kebiasaan karyawan serta penyimpanan. Lingkungan produksi yang dimaksud haruslah yang bebas pencemaran atau serangan hama serta lingkungan yang terawat (misalnya sampah yang dibuang pada tempat sampah). Sementara bangunan dan fasilitas IRT harus dapat menjamin bahwa selama proses produksi pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia serta mudah dibersihkan. GMP harus dilakukan di tempat dimana produk atau bahan baku disimpan, diproses atau dikemas, termasuk tempat penyimpanan bahan kemasan.
Peralatan produksi perlu diletakkan dalam tata letak yang baik dan benar agar tidak terjadi kontaminasi silang. Suplai air untuk kebutuhan produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih atau air minum. Untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan menceggah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan maka perlu dilakukan kegiatan higiene dan sanitasi. Kebiasan dari karyawan juga perlu diperhatikan untuk membatasi aktivitas atau hal-hal yang berisiko merusak kebersihan makanan. Hal yang tidak kalah penting adalah penyimpanan karena penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produk pangan yang diolah.
Aneka olahan cumi yang akan dipraktekkan menjadi hal yang menarik buat ibu-ibu di desa Pero Konda. Praktek pembuatan kerupuk cumi, pilus cumi, nugget cumi, dan brownis cumi diikuti ibu-ibu dengan antusias.
Ibu Aminah Umbu Nay (42 tahun) mengatakan bahwa ia sangat senang dengan pelatihan ini. “Selama ini cumi-cumi yang kami dapatkan hanya sekedar dikeringkan. Sekarang ada pilihan lain lagi”.
Hal senada juga diungkapkan Ibu Nurhayati Wungo. Menurut ibu Nurhayati, produk-produk lahan ini akan menjadi peluang untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di desa Pero Konda.
Sementara itu, bapak Ali Pua Stury, SH selaku kepala desa Pero Konda sangat mendukung aktivitas pelatihan yang dilakukan oleh BCC. Beliau berharap masyarakatnya mampu mengaplikasikan hasil pelatihan ini. Sebagai kepala desa, beliau akan turut memperhatikan dan menganalisis keterlibatan masyarakat dalam usaha-usaha peningkatan ekonomi dan menjanjikan akan terus mendukung aktivitas masyarakat melalui dana desa seandainya terbukti bahwa masyarakat benar-benar berniat untuk terus berusaha. **