Penguatan Kapasitas Kelompok Wanita Tani Dalam Bidang Hukum dan Ekonomi di Sumba Timur
Pada tanggal 3-8 Juli 2017, Universitas Indonesia bekerja sama dengan Kemitraan Indonesia (The Partnership for Governance Reform) menyelenggarakan program pengabdian masyarakat dalam bentuk penguatan kapasitas Kelompok Wanita Tani (KWT). Program pelatihan yang dilakukan selama enam hari ini bertajuk “Penguatan Kapasitas Kelompok Wanita Tani di Bidang Hukum dan Ekonomi Dalam Membangun Wirausaha Perhutanan Sosial Yang Produktif dan Berkelanjutan” dan dilakukan di Desa Umalulu, Kecamatan Melolo, Kabupaten Sumba Timur. Program pengabdian masyarakat ini dilakukan sebagai bagian dari rangkaian implementasi proyek Konsorsium Kemitraan untuk mengembangkan wirausaha perhutanan sosial yang produktif dan berkelanjutan yang didanai oleh Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia yang dilakukan di Kabupaten Sumba Timur - NTT, Lombok Tengah - NTB dan Kolaka – Sulawesi Tenggara. Secara khusus, program penguatan kapasitas KWT ini diinisiasi oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM UI) bersama-sama dengan Kemitraan Indonesia.
Adapun para peserta pelatihan merupakan perwakilan dari anggota KWT dari tiga desa di Kabupaten Sumba Timur, yaitu Desa Umalulu, Desa Meorumba, dan Desa Kambata Bundung. Masing-masing desa diwakili oleh 6 orang peserta pelatihan, dengan total seluruh peserta berjumlah 18 orang yang mewakili 7 KWT yang secara total beranggotakan sekitar 80 orang wanita tani yang tersebar di tiga desa tersebut di atas. Untuk menjamin keberlangsungan program dalam jangka panjang, perencanaan dan implementasi program pelatihan juga melibatkan LSM dari Sumbar Timur, yaitu Pelita Sumba dan KOPPESDA.
Kegiatan pelatihan yang berlangsung sejak tanggal 3 hingga 8 Juli 2017 ini diupayakan untuk mempersiapkan para anggota KWT di Sumba Timur untuk mengambil peran dalam program perhutanan sosial yang dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam kajian awal mengenai kebutuhan petani perempuan yang dilakukan di 3 desa tersebut di atas, ditemukan bahwa terlepas dari besarnya peran petani perempuan dalam mengupayakan penghidupan keluarga sehari-hari, petani perempuan masih lebih banyak berada di belakang petani laki-laki dalam forum-forum penting yang mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani.
KWT yang dibentuk selama ini lebih banyak dibentuk untuk mengembangkan Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) namun belum diupayakan untuk tujuan-tujuan pengembangan usaha ekonomi bersama. Pemilihan tiga desa: Desa Umalulu, Meorumba dan Kambata Bundung, dilakukan karena di lokasi-lokasi ini telah terbentuk KWT-KWT yang mengambil bagian dalam pemanfaatan lahan hutan melalui program perhutanan sosial. Secara khusus, KWT Londa Lima dari Desa Umalulu merupakan KWT pertama dalam proyek ini yang difasilitasi oleh Kemitraan bersama-sama dengan Pelita Sumba dan KOPPESDA untuk mengajukan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) sebagai kelompok terpisah dari kelompok tani campuran yang umumnya didominasi oleh petani laki-laki.
Dalam pelatihan ini terdapat tiga area yang ingin dikuatkan yaitu (1) menumbuhkan sensitivitas gender yang menjadi landasan dari tumbuhnya kesadaran kritis perempuan, (2) membangun kesadaran hukum kritis terkait pemanfaatan lahan perhutanan sosial dan pengelolaan lahan pribadi dan (3) membangun kebutuhan untuk mengembangkan UBSP sebagai usaha peningkatan kesejahteraan ekonomi bersama yang diinisiasi oleh kelompok perempuan.
Pelatihan untuk penguatan kapasitas KWT yang dirancang dan difasilitasi oleh tim kerja Universitas Indonesia ini disusun dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh petani perempuan anggota KWT, seperti tidak terbiasanya penggunaan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, terbatasnya kemampuan untuk membaca dan menulis karena rendahnya tingkat pendidikan serta sedikitnya kesempatan bagi perempuan petani untuk terlibat dalam forum-forum yang bersifat formal yang berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri perempuan petani.
Bentuk-bentuk pelatihan dilakukan dengan metode yang merangsang para peserta untuk aktif terlibat, seperti pemutaran film terkait isu-isu perempuan dan pengelolaan sumber daya alam, menggambar, bermain drama, menciptakan lagu bersama dan berbagai permainan kelompok seperti permainan jaring laba-laba untuk mengurai persoalan pengelolaan sumber daya alam. Para petani perempuan diajak untuk secara aktif mengutarakan pendapat-pendapat mereka dalam berbagai diskusi yang dilakukan. Para pendamping lapangan dari Pelita Sumba dan KOPPESDA bekerja sama dengan tim kerja UI untuk menyampaikan materi dalam bahasa Sumba untuk meningkatkan pemahaman atas materi yang diberikan.
Pelatihan ini melibatkan fasilitator dari berbagai pihak, termasuk Ibu Shelly Adelina – staf pengajar Program Studi Kajian Gender Universitas Indonesia, Ibu Iva Kasuma – staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, juga fasilitator dari Sumba Timur Bapak Yonathan Pariwana yang merupakan pendamping lapangan puluhan kelompok tani pengelola hutan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Sumba Timur. Selain Bapak Yonathan Pariwana, pelatihan ini juga melibatkan Bapak Stepanus Paranggi, fasilitator dari Sumba Timur yang banyak terlibat dalam program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pada akhir sesi pembahasan materi, para peserta menyusun rencana tindak lanjut sebagai acuan kegiatan Kelompok Wanita Tani di desa masing-masing. Metode yang sengaja dirancang untuk menghindari metode pelatihan dalam kelas ini selain merangsang keterlibatan aktif peserta serta meningkatkan pemahaman atas materi-materi yang disampaikan juga dilakukan untuk menghindari perasaan jenuh yang mungkin terjadi dalam proses pelatihan yang berlangsung cukup panjang, selama 6 hari berturut-turut.
Hal itu diakui oleh salah satu peserta dari desa Kambata Bundung, Mama Ikzed, “pelatihan ini tidak hanya membahas teori, tetapi juga bermain, menonton film, sehingga kami lebih mudah ingat dan paham”, jelas Mama Ikzed. Para pendamping lapang dari organisasi lokal juga mengungkapkan hal senada, Rambu Tamu Ina dari Meorumba, “ibu-ibu peserta merasa pelatihan cukup baik karena dibarengi pemutaran film dan diskusi, jadi ada ilmu yang bisa dibawa pulang” ungkap rambu Ina di sela kegiatan.
Bapak Stepanus, fasilitator dari Sumba Timur untuk pengembangan UBSP, juga mengungkapkan hal yang kurang lebih sama, “secara kualitatif saya mengatakan bahwa 70 persen dari peserta memahami materi ini, yang 30 persen bukan mereka tidak memahami tapi hanya faktor bahasa, karena dari sekian peserta karena dari sekian peserta berangkat dari tingkat pendidikan yang berbeda”.
Kegiatan ini ditutup secara resmi oleh perwakilan Pemerintah Desa Umalulu. Pihak pemerintah desa berharap agar kegiatan ini dapat memacu semangat ibu-ibu dari kelompok wanita tani untuk terus maju dan bergerak. **