Membangun Kesadaran Kritis Untuk Pemenuhan Hak-hak Perempuan

Anda di sini

Depan / Membangun Kesadaran Kritis Untuk Pemenuhan Hak-hak Perempuan

Membangun Kesadaran Kritis Untuk Pemenuhan Hak-hak Perempuan

Laki-laki dan perempuan berada di muka bumi ini mempunyai tugasnya masing-masing. Tugas itu bisa berupa tugas alami atau kodrati dan tugas yang melekat padanya karena bangunan atau konstruksi sosial, adat, agama dan masyarakat di mana mereka huni. Masing-masing ada jatahnya. Berpijak pada analisis gender yang bertujuan untuk menghapus kesalahpahaman masyarakat tentang dua kata “gender dan sex” juga bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan gender (gender inequality). Ketidakadilan gender berdampak buruk terutama terhadap perempuan yang sering dirugikan akibat kesalahpahaman tersebut.

Sosialisasi gender yang telah berlangsung di tengah masyarakat dalam waktu yang tidak sedikit mengakibatkan menancapnya pemahaman, bahkan keyakinan, bahwa apa yang dilakukan perempuan dan laki-laki serta perannya dalam masyarakat merupakan hal yang kodrati. Oleh karena itu, pandangan umum masyarakat tentang perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan sudah tidak bisa dipertukarkan. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (Gender Inequality). Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender itu menurut para feminis akibat dari kesalahpahaman terhadap konsep gender yang disamakan dengan konsep seks.

Salah satu bentuk ketidakdilan gender terhadap perempuan adalah beban ganda (double burden), dalam hal ini merujuk pada kondisi masuknya perempuan di sektor publik yang  tidak senantiasa diiringi dengan berkurangnya beban mereka di dalam rumah tangga. Peran reproduktif perempuan dianggap hanya menjadi tanggung jawab perempuan, sehingga pada keluarga yang mengharuskan perempuan untuk bekerja mencari nafkah diluar rumah tetap harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangganya. Contohnya pekerjaan di rumah tangga 90% dikerjakan oleh perempuan atau di tempat kerja perempuan menjalankan peran produksi/publik, sedangkan di rumah menjalankan peran reproduksi/domestik.

Sedangkan bentuk ketidakdilan gender lainnya adalah pelabelan (stereotype), yang merupakan tindakan pemberian label/cap yang dikenakan kepada seseorang sehingga menimbulkan anggapan yang salah. Contohnya perempuan dianggap emosional, tidak rasional dan tidak cerdas sehingga sering tidak dipercaya dan dianggap tidak mampu menduduki jabatan dan posisi pengambil keputusan. Atau hal lain lagi, perempuan dibayar lebih rendah dari laki-laki karena produktifitasnya dianggap lebih rendah dari laki-laki.

 

 

“Sebenarnya ada 3 ranah tempat perempuan “bermain” ada ranah domestik (menyapu, memasak, mengasuh anak, dll), produksi( kerja kebun, tenun, beternak ayam, dll) dan sosial (kegiatan gereja, rapat desa, urusan adat, dll), dimana idealnya semua ranah ini mendapat porsi yang sama. Sayangnya dalam praktek sehari-hari, perempuan lebih banyak berkutat di ranah domestik. Salah satu akibatnya akses pengetahuan dan informasi dari ranah sosial atau kepemilikan modal dari ranah produksi yang bisa didapatkan untuk meningkatkan kapasitasnya agar bisa menjamin pemehuhan hak-haknya secara utuh tidak bisa terpenuhi. Berbicara tentang generasi yang cerdas misalnya, hal itu tidak mungkin terjadi jika perempuan yang melahirkan generasi itu hanya punya informasi teknis seputar cara mencuci pakaian, bagaimana membersihkan rumah, bagaimana cara mengiris daging dan sebagainya yang melulu tentang pekerjaan ruamh tangga (domestik). Nilai-nilai seperti apa yang mau diwariskan? Sehingga memang perlu untuk selalu memperkuat perempuan agar bisa bermain secara fair di semua ranah tersebut. Demikian juga dengan laki-laki, tetap perlu juga diberikan pemahaman sehingga ikut mendukung pemenuhan hak-hak perempuan” demikian penjelasan Ibu Deby Rambu Kasuatu selaku fasilitator di sela-sela kegiatan “Pelatihan Gender Mainsteraming dan Hak-hak Warga Dalam Pengelolaan Sumber Daya Pertanian, Peternakan, dan Sumber Ekonomi Tahap II” Untuk Wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) Kambaniru yang dilaksanakan tanggal 29-30 Mei 2017  oleh Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan NTT (KPB NTT) di Aula Wisma Cendana Sumba Timur. Selain Ibu Deby, kegiatan ini juga difasilitasi oleh Ibu Wiyati Wito Sudarmo yang dikenal sebagai aktifis senior isu-isu perempuan di Sumba.

 

KPB NTT yang dikoordinator oleh CIS Timor dan beranggotakan 9 lembaga yaitu Yayasan Wali Ati(Yasalti), Yayasan Harapan Sumba (YHS), Satu Visi, Koppesda, Pakta, Pelita Sumba, Waimaringi dan Bengkel Appek. Konsorsium ini mengusung nama program “ Optimasi Pengelolaan DAS Kambaniru, Karendi dan Mangamba Katewel Melalui Aksi Konservasi Lingkungan dan Peningkatan Ekonomi Berbasis Masyarakat di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Salah satu hasil yang yang ingin dicapai lewat program ini adalah memperkuat kapasitas perempuan di 30 desa di 3 DAS Kambaniru, Karendi dan Mangamba Katewel untuk membangunan kesadaran kritis dan berpartisipasi aktif dalam implementasi  program  yang didanai oleh MCA Indonesia untuk peningkatan pendapatan perempuan secara berkelanjutan.

 

 

Jika pada Pelatihan Gender Mainstreaming Tahap I yang dilaksanakan bulan April 2017 lalu semua peserta adalah perempuan maka kali ini setiap desa mengirimkan perwakilan 3 orang yang terdiri dari 1 laki-laki dan 2 perempuan dari kelompok hortikultur, silvikultur dan intensifikasi ternak. Total peserta sebanyak 30 orang ini berasal dari 10 lokasi programdi DAS Kambaniru yaitu: desa Kiritana, Mbatakapidu, Ngarukahiri, Waikabanu, Mahaniwa, Lukukamaru, Maidang, Katikuwai serta Kelurahan Mauliru dan Maulumbi.
Tujuan pelatihan kali ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kritis perempuan dan kelompok rentan lainnya tentang kesetaraan,keadilan dan relasi sosial gender,dan hak-haknya dalam pengelolaan sumberdaya alam; meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan-peraturan yang mendukung perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan;  memetakan potensi, peran dan tantangan perempuan dan kelompok rentan dalam pengelolaan SDA: memetakan potensi dan sumberdaya yang dimiliki dan memetakan  peran serta  tantangan yang  dihadapi; menyusun strategi untuk mengoptimalkan potensi dan sumberdaya dengan  merancang  kegiatan-kegiatan untuk  meningkatkan keterlibatan mereka  dalam program (agenda utama perempuan di masing-masing desa) serta meningkatkan kerjasama antar sesama perempuan sebagai agen perubahan sosial/champion di desa.

 

 

 

 

Dalam kesempatan ini selain diisi dengan pemberian materi, ada juga sesi diskusi kelompok. Dari salah satu sesi, berdasarkan pengalaman yang terjadi di sekitar mereka  para peserta berhasil memetakan faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakadilan gender yaitu rendahnya SDM (sumber daya manusia), program-program pemberdayaan yang tidak berpihak pada perempuan, kondisi sosial budaya dan kondisi ekonomi. Selain itu mereka juga memetakan jam kerja perempuan sehari hari dan mendapati bahwa rata-rata perempuan menghabiskan waktu untuk sektor domestik selama 6-8 jam/hari, untuk sektor produksi selama 1-3 jam/hari dan sektor sosial 1-2 jam/hari. Atas kondisi ini beberapa peserta laki-laki ikut memberikan testimoni bahwa memang selama ini  pembagian peran untuk sektor domestik kecil sekali bahkan nyaris tidak ada dan berjanji untuk kedepannya lebih adil dalam pembagian peran dengan perempuan, misalnya bersedia juga untuk melaksanakan tugas mengasuh anak. Hal ini menjadi sangat penting karena dikaitkan dengan budaya Sumba hal-hal ini ternasuk sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh laki-laki.
Dalam sesi yang lain, peserta dibagi ke dalam 3 kelompok besar sesuai fokus program KPB NTT yaitu kelompok bank pohon (silvikultur), sayuran-sayuran (hortikultura) dan intensifikasi ternak (pengembangan pakan). Dalam kelompok ini mereka mendiskusikan apa saja manfaat kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung bagi perempuan serta tantangan yang dihadapi.Kegiatan selama dua hari ini ditutup dengan penyusunan rencana tindak lanjut yang akan dikerjakan sekembalinya para peserta ke desa masing-masing. **

Feedback
Share This: