Budidaya Udang Vannamei yang Berkelanjutan di Desa Kidang Kab. Lombok Tengah
Udang vaname atau yang disebut juga udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan jenis udang yang berasal dari perairan Pantai Pasifik Barat, Amerika Latin. Pada tahun 1970, udang vannamei mulai dikembangkan dan dibudidayakan secara intensif di beberapa negara bagian Amerika seperti Hawaii (barat pantai pasifik), Kolombia, Teluk Meksiko (Texas), Brazil dll. Seiring dengan perkembangaannya, udang vannamei masuk ke Indonesia dan menjadi salah satu jenis udang budidaya favorit hampir seluruh petambak di wilayah pesisir Indonesia. Keunggulan udang vannamei diantaranya, udang ini memiliki katahanan terhadap penyakit yang cukup baik, memiliki laju pertumbuhan yang cepat (90-100 hari masa budidaya), dan memiliki nilai FCR yang cukup rendah. FCR (feed convertion ratio) adalah perbandingan antara jumlah pakan yang ditebar ke tambak dibandingkan dengan jumlah berat udang yang dipanen.
“Sejak tahun 2014 tercatat, pengembangan budidaya udang vannamei di Desa Kidang Kec, Praya Timur tumbuh sangat pesat. Tersedianya sumber daya lahan yang luas dan harga jual udang vannamei yang cukup tinggi di pasar lokal maupun di exporting menjadi daya tarik tersediri bagi pembudidaya udang vannamei di Desa Kidang untuk terus meningkat jumlahnya.”
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lombok Tengah tahun 2013, tercatat Kab. Lombok Tengah memiliki potensi budidaya air payau yang cukup besar yang tersebar di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Pujut dan Kecamatan Praya Timur dengan luas potensi lahan sebesar 450 Ha. Dari luasan lahan tersebut, yang telah dimanfaatkan sekitar 339.3 Ha dengan peruntukan sebagai tambak garam dan budidaya perikanan air payau (ikan bandeng, udang windu, udang vannamei).
Meningkatnya jumlah pembudidaya udang tentunya akan berdampak buruk pada lingkungan. Pengunaan obat-obatan kimia yang berlebihan dan management pengelola limbah budidaya yang buruk, tentunya akan mengakibatkan pencemaran lingkungan perairan disekitarnya. Berbagai masalah yang telah timbul pada lingkungan tambak Desa Kidang diantaranya semakin menurunnya produksi udang dikarenakan bomming-nya penyakit berak putih (White Feces Desease) di beberapa tambak yang padat di Desa Kidang. Berdasarkan indentifikasi bakteri yang pernah dilakukan oleh laboratorium Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dalam situs: https://ndkbluefin89.wordpress.com, menyebutkan tanda udang yang terjangkit WFD terlihat pada organ hepatopankreas, usus dan hemolimp udang vannamei. Kandungan bakteri Vibrio algynoliticus dan Vibrio parahaemolyticus pada organ hepatopankreas, usus dan hemolimp udang terjangkit akan lebih tinggi dibandingkan udang yang sehat. Bakteri vibro masuk melalui makanan yang dikonsumsi udang. Bakteri ini menyerang saluran pencernaan udang, bakteri ini berdampak pada menurunkan nafsu makan udang, perubahan warna memucat atau keputihan. Seringkali ditemukan terhambatnya pertumbuhan udang dan berakhir dengan kematian, dapat disimpulkan bahwa ketidaksatbilan air merupakan salah satu pemicu booming-nya WFD pada udang vannamei.
Melihat fenomena bomming WFD di Desa Kidang bisa menjadi indikator kondisi lingkungan perairan memburuk. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan pertumbuhan bakteri vibro berlebih pada tambak adalah dengan menerapkan standar operasinal budidaya dan menggunakan probiotik tertentu sebagai peningkat imunitas pada udang. Berdasarkan beberapa hasil riset/ kajian budidaya udang, penggunaan probiotik terbukti mampu memperbaiki lingkungan budidaya dan menekan penyakit pada budidaya udang vannamei. Penggunaan probiotik yang berbahankan fermentasi organik (bacto, dedak padi, mulase, ragi dan air) tentunya relatif ramah lingkungan.
Blue Carbon Consortium (BCC) melalui proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang didanai oleh Millennium Challenge Account (MCA- Indonesia) mengembangkan berbagai model pengembangan pengetahuan pesisir yang dapat mendukung pengelolaan pesisir yang berkelanjutan. Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan yaitu berupa pembanguanan demplot budidaya udang vannamei berbasis probiotik di Dusun Peras Desa Kidang Kab. Lombok Tengah NTB.
Dalam proses pembangunannya, BCC telah melakukan berbagai tahap persiapan, mulai dari musyawarah pengelolaan demplot di tingkat desa, diskusi aktif bersama pemerintah daerah dan pihak swasta terkait proses oprasionalisasi demplot. Untuk meningkatkan kapasitas kelompok tani budidaya udang, BCC telah manfasilitasi pelatihan peningkatan kapasitas kelompok tani budidaya udang dan studi banding di Pulau Sumbawa serta akan melakukan beberapa pelatihan lainnya yang dapat menyentuh lebih banyak lagi penerima manfaat program.
“Demplot sebagai percontohan harus berhasil, sehingga bisa dicontoh oleh petani udang lainnya” ungkap Pak Ir. Kamrin. Kebid. Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lombok Tengah yang dijumpai diruangannya pada saat koordinasi pembangunan demplot. Hal ini menjadi signal baik bagi BCC untuk selalu bergandengan tangan dengan DKP serta stakeholder lainnya untuk saling bersinergi guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat serta menyebarluaskan pengetahuan cerdas dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan di Kabupaten Lombok Tengah. #(Agus/BCC)
Sumber: http://bluecarbonconsortium.org/meningkatkan-pengetahuan-dan-keahlian-ap...