FGD Tentang Pemetaan Jaringan dan Analisis Kebutuhan Pengguna Pengguna Pengetahuan Hijau Terkait Pengelolaan DAS Dan Hidropower Serta Konsultasi Publik Tehnical Review Dan Policy Brief
Bertempat di Hotel Novita Jambi, Konsorsium Petuah MCA Indonesia bersama LPIU Universitas Jambi menggelar FGD Tentang Pemetaan Jaringan dan Analisis Kebutuhan Pengguna Pengguna Pengetahuan Hijau Terkait Pengelolaan DAS Dan Hidropower serta Konsultasi Publik Tehnical Review dan Policy Brief. FGD yang berlangsung selama dua hari ini mulai 2 – 3 Juni 2016 bertujuan untuk pemetaan jaringan pengetahuan hijau terkait hydropower, pemetaan kebutuhan stakeholder terkait hidropower, kebijakan kebijakan terkait hydropower serta pengelolaan gambut dan kebutuhan lahan. Wilayah kerja program ini meliputi 4 kabupaten di Jambi yakni Kabupaten Kerinci, Merangin , Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur adalah wilayah target kabupaten kami.
Dalam presentasi CoE WAHYD PETUAH UNJA yang dibawakan oleh oleh Bapak Anies Latief, mengenai Pengelolaan hutan berkelanjutan. Beberapa masukan penting dari peserta diantaranya: dari Lembaga Melayu Jambi, jika ingin mengelola air sebelumnya pemetaan harus jelas. Di Jambi ada dua tanah adat, tanah batin dan tanah marga. Pemerintah harus memperhatikan dua hal ini sebelum memberikan izin kepada perusahaan untuk mengelola hutan. Sebagai contoh, 15 tahun lalu air Sungai Batahari masih bisa diminum namun sekarang sudah tidak bisa karena tercemar. Sebagai masukan anak sungai Batang Hari berjumlah ribuan, anak sungai inilah yang terlebih dulu ditangani.
Masukan lain dari Bappeda Kerinci, membangun kesejahteraan ekonominya terlebih dahulu merupakan cara yang bagus dalam menangani hutan, agar tidak mudah terpengaruh oleh iming-imingi pengusaha untuk menebang hutan.
Dari Dinas Kehutanan Kab. Kerinci, ada 6 sudut penanganan: Perencanaan, Tata ruang, Reboisasi, Interaksi stakeholder, Penjagaan hutan dan Pemberdayaan, Gas Rumah Kaca. Perencanaan yang tidak mapan dan tidak konsisten mengacu pada hutan sebagai sumber pendapatan sehingga dijadikan penghasilan; mind set ini harus diubah menjadi perencanaan: hutan bukan hanya dilihat dari sumber kayunya saja melainkan hasil hutan bukan kayu seperti mikrohidro, pariwisata, madu, rotan, oksigen yang tidak mengganggu kayu sehingga kelestarian tetap akan jalan. Terkait tata ruang: Khusus kawasan hutan SK 863 seluas 2.079.000 ha di Jambi, perlu ditinjau kembali berdasarkan perkembangan di lapangan. Penataan tapal batas tidak diikuti dengan betul-betul terjaganya kelestarian hutan. Tanggapan lain dari BLHD Kab. Kerinci, dalam menjaga DAS perlunya menjaga anak Sub DAS, Kerinci dibagi dalam 3 zona, Taman nasional (lebih dari 50%); Hutan Produksi (Pola HP3N Pemberdayaan Masyarakat) dan Kawasan Konservasi.
Dari Lembaga WARSI menanggapi mengenai pengelolaan lahan gambut di Jambi. Pemerintah punya banyak kebijakan untuk penyelamatan lahan gambut yang semakin terkikis dari tahun ke tahun. Pembelajarannya, harusnya ada analisa pengelolaan lahan gambut yang dilakukan, bagaimana menyatukan kehutanan, perkebunan, masyarakat sehingga pengelolaan lahan gambut bisa dilakukan dengan benar.
Sumber: http://mcaitanjungjabung.blogspot.co.id/search?updated-max=2016-06-07T19...