TET: Sudah Siapkah Kita?
Pemenuhan kebutuhan energi di dunia saat ini sebagian bear masih bergantung pada bahan bakar minyak bumi. Walaupun demikian banyak pakar memprediksi akan terjadinya krisis energi pada tahun 2030 bila minyak bumi tetap dipertahankan sebagai sumber energi utama.
Menyiasati kelangkaan bahan bakar minyak bumi, sudah waktunya bagi Indonesia untuk melirik potensi yang sangat besar dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan. Sebut saja kerapatan rata-rata energi matahari yang diterima Indonesia 4,8 KWh/m2 per hari. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi panas bumi sekitar 20 GW atau sekitar 40% dari potensi geotermal dunia. Indonesia juga memiliki potensi energi angin dengan rata-rata 2-6 m/det bahkan di daerah Nusa Tenggara kecepatan angin rata-rata tahunan dapat melebihi 5 m/det. Dari potensi kecepatan angin ini, Indonesia diperkirakan dapat menghasilkan energi listrik sebesar 9.3 GW.
Saat ini berbagai upaya tengah dilakukan Indonesia untuk mulai memanfaatkan sumber energi baru terbarukan. Berbagai proyek penyiapan infrastruktur mulai dirintis, begitu pula dengan upaya membangun kerangka hukum melalui penetapan undang-undang untuk mengatur pengelolaan energi baru terbarukan.
Berbagai isu terkait dengan pembangunan infrastruktur dan kebijakan pendukung Teknologi Energi Terbarukan (TET) pun mulai diberitakan di berbagai media mainstream baik cetak maupun online. Tercatat pemberitaan nasional terdapat 927 artikel dari Februari – Maret 2016 mengenai potensi, kebijakan, dana, biaya instalasi, investasi termasuk korupsi di dalamnya. Khusus untuk pemberitaan TET di Pulau Lombok dalam kurung waktu satu tahun terdapat 622 artikel potensi, kebijakan, dana, instalasi dan investor, dan tidak ada satupun pemberitaan yang spesifik mengangkat mengenai sumber daya manusia dalam mengelola TET. Mengapa demikian? Mungkinkah karena isu ini masih kalah ‘seksi’ dibandingkan berita lainya sehingga lebih banyak ditolak oleh redaktur sebelum menjadi berita?. Berangkat dari pemikiran ini, Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) sebagai salah satu lembaga penerima hibah dan dalam Aktivitas Pengetahuan Hijau – Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia berperan sebagai pengelola pengetahuan (knowledge manager) dari seluruh Aktivitas Pengetahuan Hijau di Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Jambi. Salah satu bagian dari aktivitas pengelolaan pengetahuan adalah mendorong pertukaran informasi mengenai Aktivitas Pengetahuan Hijau melalui rekan-rekan jurnalis media massa dalam sebuah kegiatan Green News Café yang dilaksanakan pada taggal 22 Maret 2016 di Hotel Santika Mataram, Nusa Tenggara Barat dan dihadiri oleh kurang lebih 20 peserta jurnalis/rekan-rekan media lokal termasuk blogger hadir dalam diskusi yang mengangkat tema kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) di Lombok untuk mengelola Teknologi Energi Terbarukan (TET).
Fakta bahwa NTB adalah salah satu penyupplai terbesar TKI ke Arab Saudi tanpa dibekali keahlian dan keterampilan yang cukup, dan kekhawatiran dengan adanya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) kita harus menerima kehadiran orang luar negeri untuk bekerja di Lombok dan disisi lain kita tidak siap membendung kehadiran TKI dari luar, maka sudah dapat dipastikan lagi-lagi kita akan menjadi penonton di negeri sendiri. Salah satu upaya mempersiapkan sumberdaya manusia untuk pengelolaan energi baru terbarukan di Indonesia juga menjadi perhatian utama yang mendapat dukungan MCA-Indonesia. Melalui konsorsium PEKA SINERGI yang dipimpin oleh JETPRO-PT KM Utama dan beranggotakan Universitas Mataram, NTB dan Pusat Pengembangan Pendidikan Teknologi Bandung ini tengah merintis diterapkannya sistem pelatihan dan sertifikasi yang berkelanjutan untuk pasar tenaga kerja bidang energi terbarukan di Indonesia.
Selama ini belum ada standar kompetensi untuk pekerja di bidang TET, untuk itu PEKA SINERGI menyusun sebuah standar kompetensi, dengan tujuan untuk digunakan sebagai acuan untuk menyusun program latihan dan acuan untuk sertifikasi tenaga yang bekerja di bidang TET. Proses yang berjalan saat ini masih dalam tahap penyusuan standar kompetensi, dimana apabila telah selesai akan ada pra konvensi bersama para asosiasi profesi industri yang terkait dan apabila telah disepakati barulah diajukan ke Kementerian Tenaga Kerja untuk disahkan. Di tingkat SMK, anak-anak akan dibekali dengan pelatihan sehingga siswa lulusan SMK sudah siap bekerja menjadi teknisi, adapun pelatihan yang diberikan mulai dari pemasangan, pengoperasian dan pemeliharaan alat-alat yg digunakan dalam TET. Selain itu akan ada penyusunan assessment dari kompetensi yang diajarkan tadi, sehingga pada saat sudah mempelajari teknik-teknik dan keterampilan yang diperlukan, harapannya mereka bisa mengikuti ujian kompetensi dan memiliki sertifikat kompetensi. Kompetesi terdiri dari gabungan 3 hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hadir pula dalam diskusi ini Kepala Sekolah SMKN 1 Lingsar sebagai SMKN pilot percontohan, beliau meyakinkan kepada orang tua untuk tidak ragu menyekolahkan anak-anak mereka di SMKN. NTB membutuhkan 6000 tenaga kerja untuk TET dan banyak sektor swasta yang membuka banyak lowongan kerja di mana selama ini hanya diisi oleh pekerja tamatan SMP dan dilatih singkat untuk menjadi operator. Rekan-rekan media menyambut baik tantangan dari PEKA SINERGI agar lebih bayak proporsi pemberitaan mengenai SDM untuk mengelola TET. Beberapa media seperti TV9, Kampung Media, Lomboknews.com dan blogger secara tegas siap memberitakan kegiatan PEKA SINERGI. Pertanyaan “TET: Sudah Siapkah Kita?” dibawa pulang untuk menjadi PR untuk dijawab dalam pekerjaan kita masing-masing.