RAD HHBK, Langkah Serius Pemerintah NTB Mengembangkan HHBK

Anda di sini

Depan / RAD HHBK, Langkah Serius Pemerintah NTB Mengembangkan HHBK

RAD HHBK, Langkah Serius Pemerintah NTB Mengembangkan HHBK

Mengingat potensi HHBK baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan cukup besar, maka pemerintah daerah perlu memberikan pengaturan yang dapat memberikan kemudahan dan keuntungan ekonomi kepada masyarakat terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Pengaturan tersebut merupakan wujud keberpihakan pemerintah dalam mengurangi jumlah masyarakat miskin di sekitar kawasan hutan yang sampai saat ini masih cukup besar. Selain itu, pengaturan HHBK dapat memberikan jaminan dan legitimasi dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Hal itu sesuai dengan fakta di lapangan, dimana sumber penghidupan masyarakat dominan bergantung pada HHBK. Tentu hal ini sejalan tujuan dengan RPJMD NTB untuk menurunkan angka kemiskinan yang masih berada diatas angka kemiskinan nasional yakni sebesar 16,2% menjadi 13% pada 2018. Masih ada selisih 3% yang menjadi target pemerintah, sehingga segala potensi yang dimiliki harus optimalkan termasuk salah satunya dalah HHBK yang menjadi sandaran masyarakat dipinggir hutan.


Melalaui Program Pemanfaatan Berkelanjutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) – Pembangunan Ekonomi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati di Landskap Gunung Rinjani Lombok dengan dukungan penuh dari Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia, WWF NTB selain melakukan pendampingan secara intensif kepada masyarakat juga memberikan perhatian pada isu kebijakan. Dimana hingga saat ini belum ada Rencana Pengelolaan dan Road Map yang khusus dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK. Karena itu menjadi satu isu strategis yang menyebabkan belum efektifnya pengelolaan dan pemanfaatan HHBK. Selain itu juga terdapat isu penguasaan modal yang selalu menjadi persoalan yang dihadapi petani pengelola hutan dan HHBK. Dalam hal ini,  tidak saja menyangkut tentang stok dan kualitas modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) dan infrastruktur (physical capital), tetapi juga menyangkut penguasaan terhadap sumberdaya alam (natural capital) dan modal keuangan (financial capital). Sementara petani atau masyarakat pinggir hutan tersebut  hampir 70% tergolong miskin, sehingga untuk mendapat modal keuangan mereka sangat tergantung pada pemodal/tengkulak yang menerapkan sistem  ijon. Tentu tidak mengherankan karena mereka memiliki  akses yang  terbatas serta  posisi tawar yang lemah.


Berangkat dari hal tersebut WWF mengadvokasi adanya peraturan daerah dalam bentuk Rencana Aksi Daerah Pengembangan HHBK (RAD HHBK) yang kini dalam proses penyusunan. Untuk mempercepat proses tersebut maka Bappeda Provinsi NTB membentuk Tim Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rinjani-Lombok No.92/ 2017. Tim ini merupakan tim lintas sektoral yang beraggotakan instansi struktural dan juga Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) di lingkup provinsi NTB diantaranya Bappeda, Kasubag Rancangan Peraturan Kepala Daerah Biro Hukum Setda Provinsi NTB, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Perindustrian Provinsi NTB, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Desa dan Dukcapil, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perdagangan Perindustrian, Bale ITE- Diskominfotik Provinsi NTB dan TKPKD Provinsi NTB. selain itu juga ada perwakilan NGO dan akademisi dari Universitas Mataram.


Beberapa Tugas dan tanggung jawab Tim tersebut  adalah 1. mengidentifikasi program kerja yang terkait dengan pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu dalam kegiatan dan program kerja Organisasi Perangkat Daerah; 2. Mengidentifikasi potensi dan tantangan terkait dengan kawasan, luasan kawasan; 3. Mengembangkan dan menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) mulai dari sistem produksi, pengolahan sampai pemasaran Produk Hasil Hutan Bukan Kayu;
4. Menetapkan komoditas produk HHBK yang akan dikembangkan dalam RAD di wilayah Pulau Lombok sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Lombok Utara dan Lombok Tengah serta hasil FGD dengan masyarakat di Kabupaten Lombok Timur; 5. Mengalokasikan kegiatan secara khusus dalam setiap program / kegiatan Organisasi Perangkat Daerah agar
mendapat anggaran prioritas dalam anggarannya.
Regulasi tentang pengelolaan dan pengembangan HHBK memiliki peran penting terutama dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan secara ekologi, ekonomi dan sosial. Selain itu regulasi tersebut diharapkan dapat menjadi payung hukum dan jaminan bagi masyarakat dalam mengelola HHBK. Bagi pemerintah daerah terutama instansi teknis, regulasi pengelolaan HHBK diharapkan dapat menjadi rujukan dalam menyusun program untuk mendukung pengelolaan tersebut.

 

Feedback
Share This: