Perumusan Indikator Penganggaran Hijau di Indonesia pada Tingkat Daerah
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) sebagai salah satu penerima hibah Aktifitas Pengetahuan Hijau – Proyek Kemakmuran Hijau MCA – Indonesia. LPEM FEB UI melakukan studi mengenai "Mendukung dan Mempertahankan Perencanaan Mitigasi Karbon Indonesia melalui Penganggaran Hijau: Memperluas Pengetahuan dan Implementasi di Pemerintah Tingkat Daerah". Pemerintah daerah perlu melembagakan pemikiran ramah lingkungan (green thinking) di ruang fiskal yang ada yaitu dalam proses APBD tahunan. Langkah ini akan mempengaruhi peraturan yang akan mengubah tindakan agen lain dalam perekonomian. Dengan dimasukannya perspektif lingkungan ke dalam prioritas perencanaan yang mengarah ke integrasi biaya dan manfaat terkait lingkungan hidup ke dalam dokumen siklus fiskal pemerintah, maka perlu dibentuk suatu penilaian dan atau pengevaluasian program pembelanjaan dan instrumen pendapatan disebut sebagai "penganggaran hijau" (green budgeting).
Secara keseluruhan studi ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan memperluas energi terbarukan dan mengurangi emisi gas rumah kaca berbasis lahan dengan memperbaiki kualitas praktik penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam. Studi ini terdiri dari beberapa kegiatan utama, yaitu kegiatan penelitian, penyediaan kegiatan peningkatan kapasitas dalam penganggaran hijau untuk aparatur nasional dan daerah, peningkatan manfaat dari kerjasama yang sudah ada dan pembentukan kerja sama baru dengan pemerintah nasional dan daerah serta organisasi yang relevan untuk meningkatkan implementasi penganggaran hijau melalui kesepakatan dan multi-stakeholder forum serta peningkatan partisipasi dalam pengembangan kapasitas dan penyebarluasan hasil penelitian melalui seminar publik dan forum akademik.
Studi ini telah dimulai sejak bulan Oktober 2015 dan akan berlangsung sampai dengan 2017. Hingga saat ini studi ini telah melakukan rangkaian kegiatan di tingkat Pusat (Jakarta) maupun di daerah yaitu di 4 provinsi (Jambi, Sulawesi Barat, NTB dan NTT) dan 13 kabupaten untuk mendapatkan gambaran isu implementasi penganggaran hijau di daerah . Secara umum berdasarkan rangkaian kegiatan tersebut di dapat beberapa temuan yang bisa menjadi materi dalam peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam implementasi penganggaran hijau dimana peningkatan kapasitas ini dapat diikuti oleh para pelaksana perencanaan dan penganggaran di tingkat daerah beserta seluruh stakeholder lokal yaitu akademisi di universitas lokal dan LSM lokal.
Dalam rangkaian kegiatan penelitian dan peningkatan kapasitas, penyelenggaraan MSF (Multi Stakeholder Forum) menjadi suatu kesatuan. MSF ini telah dilakukan selama 2 tahap, tahap pertama dilaksanakan di Jakarta yang bertujuan untuk berbagi pendapat mengenai masalah yang relevan dalam implementasi penganggaran hijau di Indonesia yang dihadiri instansi pemerintah pusat terkait, CSO dan akademisi. Untuk tahap kedua, MSF dilakukan di 4 provinsi yang dihadiri stakeholder di tingkat provinsi. MSF kali ini merupakan tahap ketiga dimana secara umum akan menyampaikan temuan sementara studi dan perumusan materi untuk peningkatan kapasitas. MSF tahap ketiga dilaksanakan 14 April kemarin bertempat di Hotel Atlet Century Park Jakarta, bertujuan untuk menyampaikan temuan sementara implementasi penganggaran hijau di empat provinsi sampel (Jambi, Sulbar, NTB dan NTT), menyampaikan usulan indikator dan instrumen untuk penganggaran hijau di Tingkat Daerah, dan mendapatkan masukan indikator penganggaran hijau yang bisa diterapkan di Tingkat Daerah
Dalam pertemuan ini disampaikan mengenai Hasil Studi Sementara yang dibawakan oleh Ketua Tim Penelitian LPEM Green Budgeting Bapak Ledi Trialdi. Beliau menyampaikan bahwa hasil dari penelitian ini akan digunakan untuk mendorong implementasi dari green budgeting di daerah, khususnya di 4 provinsi yang dipilih sebagai wilayah studi kasus. Hal-hal yang penting dalam formulasi kebijakan green budgeting , antara lain: 1) penetapan baseline dan target ; 2) komunikasi manfaat dari green budgeting; 3) Prioritisasi, desain dan implementasi kebijakan green budgeting; 4) peluang untuk memobilisasi dana dari pihak swasta untuk berkontribusi dalam hal pembiayaan.
Hal yang sudah baik dari pelaksanaan green budgeting di Indonesia, yaitu: Komitmen yang relatif kuat untuk melaksanakan RAN/RAD-GRK; Perencanaan yang jelas dan sistematis; Inisiasi untuk mengidentifikasi aksi mitigasi. Sedangkan hal yang masih menjadi perhatian dalam pelaksanaan green budgeting di Indonesia, yaitu: Penyusunan RAD baru dilakukan setelah RPJMD selesai disusun, belum adanya program baru untuk aksi mitigasi sehingga terkesan business as usual, sumber pembiayaan seadanya dari APBD dan APBN.
Selain itu ada beberapa masukan dari perwakilan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan yang hadir, sebagai contoh dari Kemendagri memberikan masukan jika program RAD-GRK ini ingin dimasukkan ke dalam RPJMD, maka harus ada norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang jelas. Saat ini, regulasi yang ada baru UU 32/2009 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) di tingkat daerah, belum ada Perda. Tanpa dasar hukum yang kuat, Pemerintah Daerah tidak akan untuk memasukkan RAD-GRK ke dalam RPJMD. Masukan dari Kemenkeu perlu ada kejelasan program apa saja yang harus dibuat, output dan data yang digunakan harus jelas yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyusun anggaran nantinya. Berbagai masukan penting ini, akan menjadi catatan bagi penelitian LPEM FEB UI ke depannya. Meskipun kegiatan penelitian ini LPEM lebih banyak berinteraksi dengan pemerintah daerah, tetapi masukan dari pemangku kepentingan di tingkat pusat tidak dapat diabaikan karena kebijakan anggaran pada dasarnya merupakan aturan yang diturunkan dari tingkat pusat.
Masukan lainnya terkait dengan upaya penurunan emisi, perlu dikaitkan dengan tupoksi setiap Kementerian/Lembaga (K/L) yang memiliki tupoksi khusus masing-masing, proyeksi penurunan emisi perlu melibatkan pemangku kepentingan dan membuka ruang untuk multisector participatory. Setelah itu, barulah dapat masuk ke proses penyusunan regulasi. Regulasi yang sudah ada juga perlu diulas kembali apakah sudah dapat memenuhi kebutuhan di masa mendatang. Apabila ada kerancuan dalam regulasi tersebut, payung hukumnya perlu diperjelas kembali sehingga benar-benar siap dilaksanakan oleh daerah. Melalui forum ini tim peneliti LPEM mendapat masukan mengenai bentuk koordinasi yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan green budgeting, tanpa menimbulkan burden administrative baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga penelitian ini dapat berjalan dan bermanfaat dalam memberikan masukan bagi pembangunan yang rendah karbon di Indonesia.
Kirim komentar