Perempuan Berdaya, Masyarakat Berdaya

Anda di sini

Depan / Perempuan Berdaya, Masyarakat Berdaya

Perempuan Berdaya, Masyarakat Berdaya

Pemberdayaan masyarakat adalah proses membangun dan mengembalikan kepercayaan diri masyarakat bahwa mereka  sebenarnya mampu berbuat sesuatu sehingga mereka mampu membangun diri mereka sendiri dalam menjawab kebutuhan dasar mereka, mencapai kehidupan yang lebih baik, dan terus berkembang secara berkelanjutan. Perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat menjadi salah satu elemen kunci dalam proses pemberdayaan itu sendiri. Mendorong perempuan untuk memiliki mimpi/visi kedepan sangatlah penting karena dengan memiliki mimpi perempuan akan menggali semua kekuatannya untuk meraih mimpi tersebut.

Salah satu ciri warga berdaya adalah berkembang inisiatif lokal berupa berkembangnya keberanian dan rasa percaya diri masyarakat dalam mengungkapkan pikiran, pendapat, mengambil keputusan  termasuk memperjuangkan haknya. Bermimpi adalah bagian dari hak perempuan dalam memgungkapkan pikirannya.

Dalam sebuah kesempatan pelatihan saya menyaksikan bagaimana perempuan-perempuan petani diajak untuk bermimpi. Tentu saja tidak sebatas bermimpi tetapi juga menemukenali kekuatan dan peluang untuk mencapai mimpi itu sendiri. Mimpi yang bermuara pada sumbangannya untuk kesejhateraan masyarakat dimana dia berada.

“Saya sudah belajar banyak hal disini, misalnya soal bagaimana menjadi pemimpin yang baik, bagaimana berdayakan masyarakat, apa itu advokasi. Jadi tahun 2018 saya sudah yakin untuk maju dalam pemilihan kepala desa, sebagai perempuan saya ingin membuat banyak perubahan bagi kemajuan bersama di desa”. ungkapnya penuh semangat.

Perempuan itu bernama Ester Kariri Hara biasa disapa Mama Ester berasal dari desa Kiritana Kecamatan Kambera, Sumba Timur. Beliau adalah salah satu perempuan dari 30 perempuan yang terlibat sebagai peserta dalam kegiatan “Pelatihan Kepemimpinan, Perencanaan, Penganggaran dan Advokasi Serta Berbagi Pembejaran Bagi Perempuan Penerima Manfaat di DAS Kambaniru”, tanggal 14-16 Agustus 2017 di Wisma Cendana, Waingapu.

 

Sehari-hari selain sebagai ibu rumah tangga, Mama Ester juga aktif melayani di gereja dan kegiatan usaha hortikultura (buncis, kol, tomat dan lombok) bersama kelompok. Ketika panen, sayuran dijual langsung ke pasar inpres Waingapu yang ditempuh selama 1 jam perjalanan dengan motor ojek dengan ongkos sebesar Rp 50.000 sekali angkut. Untuk sekali angkut, sayur yang bisa dibawa 1- 2 karung.

Pelatihan kali ini diharapkan dapat menjadi satu ruang untuk membuka wawasan dan meningkatkan rasa percaya diri bagi kader perempuan. Peserta pelatihan berasal dari kelompok perempuan (usaha hortikultura, pakan ternak dan bank pohon) yang telah difasilitasi dengan pemahaman awal tentang gender mainstreaming dan hak-hak warga dalam pengelolaan sumberdaya pertanian, peternakan, dan sumber ekonomi melalui Pelatihan Gender Tahap I dan Tahap II pada bulan April dan Mei 2017 yang lalu. Diharapkan peserta pelatihaj  ini kedepannya menjadi kader/champion perempuan desa/lokal yang mampu dan handal dalam memperjuangkan hak-hak serta mengkawal penyelenggaraan program/pembagunan desa yang inklusi gender.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh Konsorsium Pembangunan Berkelanjutan Nusa Tengara Timur (KPB NTT) dengan dukungan Millenium Challenge Account Indonesia (MCAI) dan difasilitasi oleh Ibu  Ibu Deby Rambu Kasuatu dan Ibu Wiyati Wito Sudarmo. Sekitar 30 peserta dari 10 wilayah program terlibat dalam kegiatan ini, yang meliputi desa Kiritana, Mauliru, Mbatakapidu, Kelurahan Maulumbi, Ngarukahiri, Waikabanu, Mahaniwa, Lukukamaru, Maidang dan Katikuwai. Dimana masing –masing mengirimkan 3 peserta perempuan yang mewakili kelompok hortikultur, pakan ternak dan bank pohon.

 

 

Sementara itu mimpi lain diungkapkan juga oleh Mama Ahad Konda Hamu Li dari Desa Maidang, Kecamatan Kambata Mapambuhang, Sumba Timur. “Saya ingin jadi fasilitator pemberdayaan di desa. Sudah banyak pelatihan yang saya ikuti sehingga sudah banyak juga pengetahuan yang saya dapat. Saya ingin bagikan itu untuk teman-teman di desa, biar kami semua sama-sama tahu” demikian penegasan beliau pada saya di penghujung pelatihan.

Mama Ahad adalah ketua KWT (Kelompok Wanita Tani) Mawar yang berdiri sejak tahun 2009, dengan kegiatan kelompok mencakup simpan pinjam, usaha kebun sayur dan pengolahan pangan lokal berupa kue dan keripik yang dijual di desa. Untuk hasil sayur-mayur biasanya juga dijual ke pasar inpres Waingapu, dengan biaya sekali angkut menggunakan ojek Rp 150.000.

 

Saat ini di wilayah dampingan KPB NTT sudah ada sekitar 212 kelompok. Dari 212 kelompok yang telah terbentuk ini dengan fokus pada tiga jenis usaha yakni kelompok usaha hortikultura, kelompok usaha intensifikasi ternak dan kelompok usaha bank pohon, terdapat 81 kelompok perempuan (usaha hortikultura) dan 59 kelompok campuran laki dan perempuan telah terbentuk sejak bulan Agustus 2016.

Namun demikian keberadaan kelompok perempuan ini belum berjalan dengan baik sesuai tujuan dan fungsinya yakni meningkatkan akses dan partisipasi perempuan dalam implementasi program “Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Meningkatkan Ekonomi Rumah Tangga Miskin di 30 Desa di 12 Kecamatan dan Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam  3 Wilayah  DAS  di 4 Kabupaten (Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya)”.

 

Konstribusi kelompok-kelompok perempuan tersebut dalam program belum significant karena lemahnya kemampuan pengurus dalam pengorganisasian kelompok yang juga memunculkan  tantangan-tantangan baru yang sangat kompleks dan membutuhkan penanganan yang lebih baik, berkualitas dan teruji. Karena itu, upaya mengembangkan kapasitas kelompok perempuan sebagai organisasi pembelajaran bersama yang efektif, inovatif dan transformatif serta dilakukan dengan proses yang sistematik dan berkelanjutan merupakan kebutuhan penting dan strategis.

 

 

Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari ini juga tidak hanya diisi dengan materi tetapi juga beberapa praktek seperti bagaimana memimpin rapat. Menurut beberapa peserta, selama ini dalam kelompok-kelompok di desa mereka sudah sering mengadakan pertemuan tetapi sebatas berkumpul dan tidak ada agenda bersama yang menjadi bahan diskusi sehingga kadang-kadang dana simpan pinjam hanya dititipkan pada teman dan anggota merasa tidak perlu hadir dalam pertemuan bulanan kelompok. Dari kegiatan ini mereka semakin paham tentang pentingnya memiliki agenda bersama (mimpi bersama) sebagai cita-cita bersama kelompok yang menjaga semangat untuk terus meraih kesejahateraan.

 

Di hari terakhir kegiatan peserta diminta untuk menyusun rencana tindak lanjut di desa yang terkait dengan kegiatan seperti penyusunan peraturan kelompok, penyusunan mimpi/visi kelompok, pembuatan buku administrasi kelompok, reorganisasi badan pengurus dan membuat rencana kerja kelompok.

Perempuan ibarat jantung keluarga. Setiap denyut dipersembahkan untuk kehidupan keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Memberdayakan perempuan berarti memberdayakan masyarakat! **

Feedback
Share This: