Nelayan Unggul Sebagai Tulang Punggung Ekonomi Maritim

Anda di sini

Depan / Nelayan Unggul Sebagai Tulang Punggung Ekonomi Maritim

Nelayan Unggul Sebagai Tulang Punggung Ekonomi Maritim

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu keunggulan komparatif yang berpotensi untuk dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan menciptakan peluang bagi masyarakat dalam meningkatkan produksi dan produktivitasnya serta menjadi keunggulan kompetitif untuk menggerakkan perekonomian daerah. Salah satu usaha bidang kelautan dan perikanan, non hayati, yang dapat menggerakkan perekonomian daerah dan dapat  diupayakan diwilayah pesisir adalah usaha perikanan tangakap.

Kabupaten Sumba Tengah merupakan salah satu Kabupaten yang dianugerahi dengan wilayah darat dan wilayah Laut, dimana luas daratnya sebesar  670.245 km2 serta luas laut bagian utara 357,97 km2 dan luas laut bagian selatan 312,27 km2 dengan garis pantai bagian Utara mencapai 55,62 km2 dan bagian selatan mencapai 48,52 km2 atau garis pantai keseluruhannya mencapai 104,14 km2 merupakan potensi untuk dikelola, dimanfaatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan.

Perairan di Sumba Tengah merupakan fishing ground berbagai ikan pelagis penting seperti tuna ekor kuning, tongkol, cakalang, tengiri, bubara, kembung, teri, cumi, lemuru dan lainnya. Perairan dangkalnya kaya beragam jenis ikan demersal seperti kerapu, kakap, ikan merah, termasuk lobster dan gurita. Hutan bakau yang banyak tersebar di muara-muara sungai sepanjang pantai juga kaya dengan beragam kepiting, udang yang berperan penting sebagai daerah pengasuhan beragam ikan karang.

Sumber daya pesisir menjadi semacam penunjang ekonomi dan sekaligus untuk pemenuhan gizi bagi masyarakat yang berada di wilayah pesisir. Masyarakat nelayan tidak semata-mata memperolah penghasilan dari menangkap ikan, namun juga memperoleh ikan, kerang, udang, rumput laut, pada saat-saat laut sedang surut, atau yang umum dikenal dengan istilah lokal makameting. Kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya pesisir selain menangkap ikan, juga sebagian kecil melakukan budidaya rumput laut dan usaha pembuatan garam.

 

Desa Lenang adalah salah satu desa di Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Sumba Tengah. Dalam salah satu publikasi survey yang dilakukan oleh BCC tahun 2016 ada sekitar 300 kepala keluarga (KK) yang mendiami desa ini dan 155KK atau 52% diantaranya berprofesi sebagai nelayan. Kegiatan penangkapan ikan adalah salah satu sumber penghasilan keluarga sebagian masyarakat di Sumba Tengah. Potensi sumber daya laut sangat melimpah, namun tidak dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian keluarga. Pola penangkapan ikan sebagian masyarakat pesisir masih sangat sederhana dan tradisional dengan alat yang kurang memadai sehingga berdampak pada tangkapan. Adapun jenis sarana penangkapan ikan yang digunakan adalah sampan, kapal mini purse seine, kapal fiber glass, jukung dan casco. Rendah dan sangat terbatasnya armada penangkapan ikan yang dimiliki tidak memberikan perubahan bagi perkembangan ekonomi keluarga, bahkan diketahui bahwa sumber kekayaan ikan yang ada dilaut desa lebih banyak dinikmati oleh para nelayan dari desa, kecamatan lain (Katewel, Mamboro, Waikelo, Flores) yang memiliki sarana tangkap yang besar, modern, dengan kapasitas tangkapan yang banyak. Karena tangkapan ikan sedikit, maka nelayan jarang melakukan pengolahan ikan karena kebanyakan untuk konsumsi keluarga dan sebagian kecil saja yang dijual.

Pada tanggal 12 Juni 2017, sekitar 30 nelayan dari 3 kelompok  di Desa Lenang, berkesempatan mengikuti kegiatan “Pelatihan Peningkatan Kapasitas Nelayan Dalam Manajemen Usaha Perikanan Berbasis Pelestarian Ekosistem Pesisir”, yang dilaksanakan  oleh Konsorsium Karbon Biru (Blue Carbon Consortium/BCC). Tujuan kegiatan ini adalah agar peserta memahami manajemen usaha perikanan yang berkelanjutan sehingga dapat mengubah pola pikir nelayan dari mencari ikan di laut menjadi usaha perikanan sebagai salah satu alternatif peningkatan kesejahteran nelayan.
Proyek  “Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT)” merupakan program yang dilaksanakan oleh BCC bekerjasama dengan Millenium Challenge Account Indonesia (MCA Indonesia). Tujuan proyek ini adalah untuk meningkatkan pengelolaan pengetahuan dan praktik cerdas dalam mendukung integrasi strategi-strategi pembangunan rendah emisi dalam pengelolaan, perencanaan dan praktek-praktek tata kelola sumberdaya pesisir.
Proyek ini membantu Pemerintah Daerah (PEMDA) dalam menjawab tantangan pada manajemen pengetahuan di NTB dan NTT terutama pada isu-isu pembangunan rendah emisi. BCC terdiri dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor (PKSPL – IPB), Perkumpulan Pemberdayaan Masyarakat dan Pendidikan Konservasi Alam (YAPEKA) serta Pelatihan dan Fasilitasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (TRANSFORM).

 

 

Menurut salah satu pemateri, Bapak Arsyad Al Amin, keberhasilan usaha perikanan di tunjang oleh 3 faktor penting. Yang pertama Teknologi, dapat berupa armada penangkapan ikan (kapal, perahu, jukung/sampan, mesin ketinting) , alat penangkapan ikan (pukat, pancing, bubu, dll); kedua adalah Sumber daya manusia, merupakan faktor penting dalam usaha perikanan, kemampuan dalam manajemen usaha, dari tahap prencanaan, pengadaan alat-alat penangkapan ikan, jaringan pasar, pengawetan hasil tangkapan, pengoperasian teknologi seperti kapal merupakan hal-hal yang perlu ditingkatkan. Sumber daya manusia dalam hal pelestarian ekosistem laut, untuk keberlanjutan usaha perikanan perlu dikembangkan, antara lain dengan usaha perikanan yang ramah lingkungan dengan tidak menggunakan cara dan alat yang dapat merusak biota dan ekosistem laut. Seperti penggunaan bom (bahan peledak), bahan beracun dan menggunakan alat tangkap trawl (adalah alat penangkap ikan yang mempunyai target spesies baik untuk menangkap ikan maupun untuk udang) karena cara dan alat-alat ini dapat meningkatkan produksi (hasil tangkap) ikan namun mempunyai dampak negatif, yaitu merusak karang , ikan-ikan kecil dan biota laut lainnya. Kemampuan nelayan dalam hal usaha perikanan ramah lingkungan dapat diwujudkan dengan pemanfaatan alat tangkap ramah lingkungan seperti “bubu”. Yang ketiga adalah Sumber daya alam. Keberlanjutan usaha perikanan sangat di tentukan oleh kelestarian Sumber Daya Alam (SDA), kelestarian SDA sangat ditentukan oleh kesadaran untuk tetap mempertahankan SDA yang ada supaya berkelanjutan, atau dapat dinikmati secara terus menerus. Upaya pelestarian ekosistem laut dapat dilakukan dengan upaya pelestarian seperti penanaman mangrove sebagai ekosistem tempat berkembang-bianya ikan dan kepiting laut. Atau dapat dilakukan dengan pemanfaatan alat penangkapan ikan seperti “bubu” yang selektif dalam menangkap ikan (hanya menangkap ikan besar), sekaligus tidak merusak ekosistem laut seperti terumbu karang.

 

Sementara pemateri lain, Bapak Zainal Abidin menyampaikan tentang teknik penangkapan ikan yang efisien dan ramah lingkungan dan praktek pembuatan bubu ikan sebagai salah satu alat tangkap ramah lingkungan sekaligus selektif dalam menangkap ikan, hanya menangkap ikan yang besar, sedangkan ikan kecil dapat dilepas. Menurutnya  ada beberapa kriteria suatu alat tangkap dikatakan ramah terhadap lingkungan, antara lain: Mempunyai selektifitas yang tinggi; Tidak merusak habitat; Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi; Tidak membahayakan nelayan; Produksi tidak membahayakan konsumen; By-catch/hasil tangkapan sampingan rendah; Dampak ke biodiversty rendah; Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi serta Dapat diterima secara sosial.

Salah satu alat tangkap ikan ramah lingkungan yang dikenalkan kepada masayarakat Desa Lenang adalah “Bubu” yang merupakan  alat tangkap berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “ dan penghadang “guiding barriers”. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama fishing pots atau fishing basket.

Sedangkan untuk materi tentang “Manajemen Usaha perikanan Yang Efisisien dan Analisis Usaha Perikanan Tangkap Sederhana” yang dibawakan oleh Bapak Muhammad Qustam Sahibuddin, menekankan bahwa peningkatan pendapatan nelayan, dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kemampuan perencanaan dan analisis usaha perikanan sederhana.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen usaha perikanan adalah: Penetapan Kelayakan Usaha Baru, yang pertama kali harus dilakukan dalam memulai usaha baru adalah analisis kelayakan usaha tersebut. Hakikat dari analisis kelayakan usaha adalah menemukan jawaban tentang apakah peluang usaha, misalnya usaha perikanan dapat dikembangkan, berapa biaya yang dikeluarkan serta mampukah hasil usaha tersebut mendatangkan laba. 

Biaya yang dikeluarkan misalnya untuk pengadaan alat penangkapan ikan, pengadaan perahu, biaya operasional, biaya perawatan,dan lain-lain; Analisis Kelayakan Teknis, sebelum peluang usaha baru di implementasikan, permintaan konsumen dan perkembangan pesaing, daya tahan hasil tangkapan ikan,  kemudahaan sarana pendukung, serta tidak membutuhkan biaya yang besar (biaya rendah) ; Analisis Peluang Pasar,  dalam mengembangkan usaha perikanan, maka peluang pasar merupakan hal yang harus diperhatikan, apakah hasil tangkapan dijual langsung ke konsumen atau dijual kepada perantara (penyambar) Tujuan analisis pasar adalah supaya nelayan sebagai produsen dapat menikmati keuntungan yang lebih besar.

 

 

 

Kegiatan yang berlangsung selama sehari ini dilanjutkan juga dengan praktek pembuatan bubu. Bubu sangat mudah dibuat, dapat mempergunakan bahan dasar seperti kawat beton 12 mili, sebagai kerangka, jaring, tali dan kawat ikan.
Semoga dengan pengetahuan ini, nelayan di Desa Lenang semakin menjaga Pantai Lenang yang merupakan kawasan Taman Laut Nasional yang terkenal dengan terumbu karang dan penyu hijau, penyu belimbing dan penyu sisik itu. Selamat mempersiapkan nelayan-nelayan unggul sebagai tulang punggung ekonomi maritim! **

Feedback
Share This: