Indikator Penganggaran Hijau

Anda di sini

Depan / Indikator Penganggaran Hijau

Indikator Penganggaran Hijau

Komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sebesar 26% dari BAU pada 2020 telah diterapkan hingga ke daerah yang ditunjukkan dengan adanya RAD GRK (Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca) sebagai tindak lanjut dari RAN GRK yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sebagai konsekuensinya, rencana pembangunan pada beberapa bidang juga haruslah mengacu pada RAD yang telah berpayung hukum tersebut. Melalui perturan tersebut diharapkan pemerintah daerah dari level provinsi hingga desa dapat melakukan peran mereka secara aktif dalam menangani kelestarian lingkungan. Untuk hal itu, pemerintah daerah perlu melembagakan pemikiran ramah lingkungan (green thinking) di ruang fiskal yang ada yaitu dalam proses APBD tahunan. Langkah ini akan mempengaruhi peraturan yang  akan mengubah tindakan agen lain dalam perekonomian. Dengan dimasukkannya perspektif lingkungan ke dalam prioritas perencanaan yang mengarah ke integrasi biaya dan manfaat terkait lingkungan hidup ke dalam dokumen siklus fiskal pemerintah, maka perlu dibentuk suatu penilaian dan atau pengevaluasian program pembelanjaan dan instrumen pendapatan. Untuk selanjutnya disebut sebagai "penganggaran hijau" (green budgeting).


Untuk mendukung implementasi penganggaran hijau pada pemerintah daerah maka Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia melalui Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) sebagai salah satu pemenang Hibah pada Green Knowledge melakukan review implementasi penganggaran hijau pada tingkat pemerintah daerah serta melakukan kegiatan peningkatkan kapasitas pemerintah daerah. Berbagai kegiatan tersebut merupakan bagian dari project Mendukung dan Mempertahankan Perencanaan Mitigasi Karbon Indonesia melalui Penganggaran Hijau pada Tingkat Pemerintah Daerah, project ini telah dilakukan sejak tahun 2015 lalu. Setelah melakukan rapat koordinasi perumusan indikator penganggaran hijau pada April 2016 lalu yang dilanjutkan dengan penelitian terkait hal tresebut selama lebih dari 1 tahun maka pada tanggal 12 September 2017 lalu LPEM FEB UI telah melakukan Peluncuran Perdana Indikator Penganggaran Hijau. Kegiatan ini dihadiri oleh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dilingkup provinsi diantaranya Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas ESDM, Dinas LHK dan akademisi dari Universitas Mataram.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, terdapat tiga indikator penganggaran hijau. Yaitu pertama, Efisien. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi apakah biaya yang dibutuhkan oleh suatu daerah dalam menurunkan satu unit ton CO2 (unit cost) lebih tinggi atau lebih rendah dari biaya rata-rata dari gabungan seluruh daerah. Apabila angka indikator efisien kurang dari 1 maka daerah yang bersangkutan memiliki unit cost penurunan CO2 yang lebih murah dibandingkan rata-rata biaya di daerah lain. Dengan kata lain lebih efisien.
Kedua, Efektifitas. Pengukuran efektifitas ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah penurunan emisi yng dicapai oleh tiap pemerintah daerah telah sesuai dengan level aktivitas ekonomi daerah yang bersangkutan. Formulasi ini memaksa daerah dengan aktivitas ekonomi yang lebih tinggi untuk dapat berkontribusi lebh dalam menurunkan emisi di daerahnya. Pada kondisi ini maka yang dipergunakan untuk melihat efektifitas tersebut adalah PDRB suatu daerah. Alternatif lainnya untuk menghitung efektifitas adalah populasi penduduk daerah tersebut. namun untuk dapat melihat dampaknya terhadap ekonomi masyarakat maka yang dipergunakan adalah PDRB. Jika angka indikator efektifitas menunjukkan lebih besar dari 1 maka daerah tersebut dapat menurunkan emisi lebih banyak untuk tiap aktivitas ekonomi dibandingkan dengan daerah lain.


Ketiga, Signifikansi. Signifikansi ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah alokasi anggaran (dalam %) untuk kegiatan mitigasi sudah dapat dinilai “cukup” dengan membandingkannya dengan rata-rata dari alokasi anggaran di seluruh daerah. Apabila angka indikator signifikansi lebih besar dari 1maka daerah yang bersangkutan mengalokasikan anggaran mitigasi diatas rata-rata daerah lain.
Mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh LPEM FEB UI, penganggaran hijau pada APBD di NTB pada tahun 2013, untuk efisiensi telah menunjukkan angka 0.49 ini artinya bahwa pada tahun tersebut NTB mencapai posisi efisien untuk penganggaran yang dilakukan untuk menurunkan emisi karbon. Sementara untuk indikator efektivitas pada tahun 2013 dan 2014 yang dihitung berdasarkan PDRB menunjukkan angka berturut-turut 1.48 dan 1.47 ini artinya bahwa NTB telah mampu menurunkan emisi lebih banyak untuk tiap aktivitas ekonomi yang dilakukan. Sementara untuk indikator signifikansi yang telah dihitung hanya pada tahun 2012 dan 2013 berdasarkan biaya mitigasi yang dikeluarkan pada tahun tersebut dan diperoleh angka 0,45 untuk tahun 2012 dan 2,06 pada tahun 2013. Terdapat perubahan yang cukup besar pada tahun berikutnya. Dimana pada tahun 2012 NTB masih berada dibawah angka satu dan tahun berikut telah melebihi angka 1 hal ini menunjukkan bahwa NTB telah memperbaiki penganggaaran untuk mitigasi dan dinilai cukup untuk menurunkan emisi karbon. Penghitungan ketiga indikator tersebut diatas menggunakan data yang dikeluarkan oleh Tim RAD GRK pada tahun yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil survei di NTB yang dilakukan oleh Tim LPEM FEB UI diketahui bahwa pemahaman pemerintah daerah tentang penganggaran hijau pada beberapa organisasi perangkat daerah terkait di level Kabupaten dan Provinsi masih cukup rendah sehingga perlu dilakukan tindakan proaktif untuk sosialisasi tentang penggunaan istilah penganggaran hijau. Meski pada implementasi beberapa OPD seperti pertanian, Peternakan dan ESDM telah mengacu pada RAD GRK pada penganggaran kegiatan. Sehingga diharapkan dengan diluncurkannya indikator penganggaran hijau ini akan menjadi acuan pada menganggaran pada tahun berikutnya dan juga dapat menjadi evaluasi untuk penganggaran tahun-tahun sebelumnya.

Feedback
Share This: